Five : 😲

74 9 0
                                    

Keadaan kantor hari ini hening. Tak ada yang memulai pembicaraan. Mereka masih sedih atas kepergian Felix. Biasanya kan yang paling berisik disini itu Felix. Jadi, agak sepi kalau Felix gak ada.

Hyunjin yang jenuh dengan keadaan ini pun mencoba mencairkan suasana. Hyunjin tak terbiasa dengan suasana yang hening mencekam seperti ini.

"Diem-diem bae. Istirahat kuy?" ajak Hyunjin. Tapi, tak ada respon dari teman-temannya.

"Ayo dong. Jangan kayak gini, si Felix pasti gak suka liat kalian diem-dieman kaya gini. Lagian kan si Felix pasti udah tenang disana." ucap Hyunjin.

"Sama gue aja." sahut Jeongin.

"Gue juga ikut dah istirahat." sahut Woojin.

"Bin, lo ikut gak? Biasanya lo paling semangat kalo udah urusan makanan." tanya Hyunjin.

"Gue males makan. Kalian duluan aja." ucap Changbin.

"Kalian boleh sedih, tapi jangan sampe berlarut-larut kaya gini." ucap Minho yang ikutan berdiri.

"Yang gak istirahat gue pecat." ancam Chan gak main-main. Dengan setengah nyawa mereka pun pergi ke kantin yang telah disediakan kantor.

-

Jisung merasa hari ini itu hambar tanpa ocehan Felix. Ah, sudahlah tak baik mengenang orang yang sudah pergi. Jisung harus mencoba ikhlas dan bersifat seperti semula.

Berbeda dengan Seungmin dan Changbin yang berubah menjadi pribadi yang dingin. Mereka dari pagi tak ada ngomong apapun. Sama sekali gak ada. Mereka kayaknya masih dendam sama pembunuh Felix.

"Gue tau kalian pasti gak terima dengan kepergian Felix yang mengenaskan. Tapi, gue harap kalian bisa mengikhlaskan Felix. Biar Felix tenang. Gue mohon." ucap Chan.

"Gue udah ikhlas Felix pergi, tapi gue gak ikhlas kalo pembunuhnya masih berkeliaran." ucap Changbin dengan sedikit penekanan. Membuat mereka sedih. Felix meninggal dibunuh, tapi sampe sekarang pembunuhnya belum ketangkep. Bahkan, ini baru sehari dan polisi itu sudah tutup buku tentang kasus ini.

"Gue juga." sahut Seungmin setuju dengan Changbin.

"Cih, orang yang mati juga gak akan bisa hidup lagi. Percuma lo semua cari pembunuhnya. Polisi aja udah tutup buku tentang ini." ucap Jeongin santai. Dan dia mendapat tatapan tajam dari mereka.

"Ngapa pada liatin gue kaya gitu? Naksir lo semua sama gue?" sinis Jeongin.

"Maksud lo apa ngomong begitu? Itu temen lo yang meninggal Jeongin!" ucap Changbin.

"Terus?"

"Gak ada rasa peduli lo buat dia?" tanya Changbin lagi.

"Emang gue pernah peduli ya sama kalian?" tanya Jeongin.

"Maksud lo apa anjing!" kesal Seungmin.

"Kalem, gak perlu ngegas. Malu diliatin orang." sahut Jeongin.

"Jangan-jangan lo yang bunuh Felix?" tuduh Woojin.

"Jangan asal tuduh ya kak." ucap Hyunjin.

"Lo nuduh gue karena gue keliatan gak peduli sama Felix? Emang harus gue tunjukin kesedihan gue di depan kalian? Apa kalian bakalan simpati sama gue?" tanya Jeongin. Mereka berpikir. Jeongin hanya menatap mereka datar.

"Bener juga apa kata Jeongin." sahut Minho.

"Bisa jadi orang yang peduli itu cuma nutupin kedok dari kesalahan mereka." sinis Jeongin.

"Harusnya kalian mikir, bisa jadi orang yang deket sama kita itu pelakunya." lanjut Jeongin dan pergi meninggalkan mereka yang sedang kaget atas ucapan terakhir Jeongin.

-

Jeongin sedang menahan rasa kesalnya. Jeongin menghela nafasnya kasar. Bisa-bisanya mereka mencoba menuduh Jeongin yang membunuh Felix. Jeongin mencoba memejamkan matanya, untuk sekedar menenangkan diri. Tapi, Pundak Jeongin di tepuk oleh manusia berbibir lebih itu.

"Kita semua minta maaf karena udah nuduh lo yang enggak-enggak." ucap Hyunjin membuat Jeongin mau tak mau membuka matanya.

"Kalem." sahut Jeongin.

"Jangan di ambil hati ya Jeong. Mungkin, mereka lagi penat aja." ucap Hyunjin lagi.

"Hm."

Mereka melanjutkan kerja mereka. Jisung merasa, kepalanya berdenyut nyeri. Membuat dirinya tak fokus kerja. Seungmin yang duduk disamping Jisung pun bingung, karena sejak tadi Jisung memegang kepalanya. Sesekali memukul kepalanya.

"Lo kenapa sung?" tanya Seungmin.

"Kepala gue sakit." ucap Jisung.

"Mending lo istirahat dulu deh. Gak usah kerja. Soalnya percuma juga kan kalo dipaksain." ucap Seungmin.

"Mending lo gue anter pulang aja ya sung." tawar Seungmin.

"Gak usah. Biarin aja min." tolak Jisung.

"Lo kenapa?" tanya Minho.

"Ini kak, si Jisung kepalanya pusing."

"Mending pulang aja deh. Daripada nambah pusing gara-gara kerjaaan." perintah Minho.

"Tadi udah gue tawarin gitu kak. Tapi si Jisung gak mau." jelas Seungmin.

"Gue maksa." ucap Minho berdiri dan menarik tangan Jisung untuk mengikutinya pulang. Dan tak lama Chan datang dan menghitung pekerjanya.

"Ini Jisung sama Minho mana ya?" tanya Chan.

"Minho lagi nganterin Jisung pulang. Jisung sakit." jelas Woojin.

"Kenapa gak izin dulu sama gue?" tanya Chan lagi.

"Gak tau gue juga." sahut Woojin dan melanjutkan kerjaannya yang tertunda akibat pertanyaan Chan.

"Oke, kalian semangat kerjanya. 3 jam lagi kalian pulang. Oh iya, Woojin dan Seungmin hari ini kalian lembur ya." perintah Chan.

"Gue juga udah tau kali. Gak perlu diingetin lagi." sinis Woojin.

"Iya kak, gue juga udah tau." ucap Seungmin sedikit keki karena Chan mengingatkannya.

"Gue cuma ngingetin, siapa tau kalian lupa kan." ucap Chan lalu tertawa. Changbin, Hyunjin, Jeongin, Seungmin dan Woojin saling bertukar pandang dan menatap Chan malas. Seperti biasanya, seorang Bangchan memang gila.

"Mau resign aja gue punya bos kaya gitu. Tapi, gimana ya sekarang kan susah cari kerja." ucap Hyunjin sedikit curhat. Ya emang Hyunjin cuma lulusan SMA jadinya susah nyari kerja. Yang S2 aja sekarangmah banyak yang nganggur.

"Bos gila, karyawannya apaan dong?" tanya Chan.

"Coba aja dulu si Chan lahirnya dilakban. Pasti mulutnya bakalan mingkem. Gak sombong lagi." ucap Woojin.

"Kak Chan mah lahirnya di lepehin sih, jadinya banyak bacot." ucap Seungmin.

"Tenang, umur gak ada yang tau. Siapa tau sejam kemudian si Chan mati kan." ucap Changbin. Chan makin ketawa. Chan rindu dengan sahabat-sahabatnya ini. Rindu di maki kaya tadi.

"Gue seneng banget liat kalian begini lagi sumpah." ucap Chan.

"Dulu perasaan kantor ini gak ada rsj deh." ucap Jeongin datar.

"Hah?"

"Kebanyakan orang sakit jiwa yang kerja di kantor ini." ucap Jeongin datar dan mendapat tatapan tajam dari mereka semua yang kesel di sebut sakit jiwa.

"Kalo gue sakit jiwa gue gak bakalan bisa jadi direktur bego." ucap Chan.

"Ya karena lo emang gak ketauan sama perawat rsj-nya kalo lo gila."

-
Cut.

Sorry Or Dead?! [Straykids]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang