Jimin melangkah kakinya begitu pelan menyusuri jalan setapak yang cukup terang dengan beberapa lampu taman, setelah mengikuti GPS pada mobilnya cukup jauh dari bandara, mengarah pada peristirahtan Min Yoongi.
Sosok yang dulunya dipanggil Noona begitu manja oleh Jimin, sosok yang selalu memainkan piano dengan jemari lentiknya, dan sosok yang selalu membelikan susu vanilla kesukaannya ketika ia bermain hingga lelah bersama teman- temannya. Min Yoongi, sosok yang dianggap malaikat oleh Jimin.
JImin berhenti melangkahkan kakinya dengan tatapan yang kembali tenggelam, hanyut pada sebuah benda yang kini ada dihadapannya. Ia menjatuhkan tubuh itu dengan lututnya yang ditekuk dihadapan nisah bertanda Min Yoongi disana.
Diantara pepohonan dengan daun yang menguning pertanda bahwa ia siap terjatuh ketika angin menerpa cukup kencang. Jemari itu terangkat begitu lemah, mencoba menyentuh nisan berwarna abu- abu hingga isak tangis lolos dari bilah bibirnya yang coba ia tahan.
"Noona—Ini mimpi bukan—" gumamnya memanggil sosok yang dulunya selalu tersenyum begitu hangat memperlihatkan deretan gigi kecilnya.
"Katakan padaku ini bohong—" Lirih Jimin dengan isak tangis yang bahkan tak bisa terhenti ketika ia bicara.
"aargh! Min Yoongi—Katakan padaku!" Teriaknya lagi hingga pandangan itu menunduk dengan air mata yang kini mengenai nisan itu.
Angin berseru begitu kencang diatas pegunungan dengan daun gingko yang berjatuhan begitu indah, hingga rintik hujan turut membasahi permukaan berlapis tembok. Hujan itu mungkin akan menjadi tanda bahwa musim gugur akan segera berakhir, dan juga pertanda berakhirnya pencarian sosok Park untuk cintanya yang kini telah pergi.
Ditengah hujan yang kini cukup deras, Jimin masih menggenggam nisan itu dengan parau dan jeritan tangisnya yang memperlihatkan bahwa hatinya kini begitu sakit.
Jimin dapat melihatnya, sebuah bingkai berisi foto Min Yoongi 20 tahun lalu. Ia meraihnya dan mendekap bingkai itu seolah melindunginya dari hujan yang turun begitu deras. Jemari yang gemetar itu menggenggamnya begitu erat.
"Aku mecintaimu—sangat" Lirih Jimin.
"Katakan padaku ini bohong--"
.
Srek
Jimin mengalihkan atensinya dengan tatapan begitu tajam pada suara daun kering yang terinjak oleh langkah kaki, namun tatapan itu melembut dan sedikit menyipit mendapati seorang pria bertubuh jangkung dengan payung yang yang berwarna hitam melangkah mendekat.
"Seokjin-hyung?" ucap Jimin dengan tangisnya yang tiba- tiba saja terhenti, cukup terkejut melihat keluarga Kim berada dipemakaman tengah malam seperti ini.
Kim Seokjin mengangkat pandangannya dengan mata yang membulat ketika ia mendapati seseorang yang tengah terdiam ditengah hujan. Ia melangkahkan kakinya lebih cepat, menyadari suara yang cukup dikenal olehnya, hingga Seokjin sedikit membagi payung itu, melindungi Jimin dari hujan yang tak menunjukan tanda akan berhenti.
"Jimin-ssi? Apa yang kau lakukan disini?" ucap Seokjin yang kini menekuk lututnya, mendapati mata yang begitu sembab dengna tubuh yang basah karena air hujan.
"Hyung mengenalnya?" ucap Jimin dengan suaranya yang sedikit gemetar dan juga serak karena menangis cukup lama.
"Ya—Dia teman masa kecilku" ucap Seokjin yang kemudian tersenyum tipis dan mengalihkan pandangannya pada nisan Min Yoongi yang cukup indah disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizon In Tromso [TAEKOOK]
Romance[SELESAI] [ TAEKOOK X MINYOON ] "Ketika horizon itu kelabu tanpa cahaya, ketika kristal itu terus membasahi jalanan dan toko roti persimpangan dengan aroma manisnya, dan juga ketika angin musim dingin itu berhembus layaknya deru peringatan begitu di...