29. Flashback

2.3K 393 93
                                    

Jinyoung bahagia bukan main. Sayangnya, kekasihnya, tercintanya, adiknya, telah kembali.

Meskipun rasanya ingin ia meninju siapa saja dalang alasan adiknya berada di arena balap malam itu hingga sekarat, namun nyatanya rasa bahagia di dadanya membuncah hingga kesetiap nadi ditubuhnya.

Tapi sosok tinggi yang hampir setara dengan dirinya berhasil membuat dadanya sesak. Kedekatannya dengan sang adik membuatnya merasa tersaingi. Dan Jinyoung yakin Hyunjin menyukai kekasihnya. Dari kilatan matanya, Jinyoung tau bahwa ia memperlakukan si manis dengan sangat baik. Which mean it was good and bad at the same time.

Sisi baiknya, ia tidak perlu melihat adiknya disakiti orang lain. Dan sisi buruknya, adiknya bisa saja jatuh hati kepadanya.

Tangannya tidak berhenti memutar mutar ponsel ditangannya. Gugup. Menunggu tiap balasan yang si manis kirimkan.

Jinyoung harus merebut Jeongin secepatnya. Dan itu wajib hukumnya.

Mengajaknya bertemu, bercengkrama dan melepas rindu hampir setiap minggu nyatanya tidak cukup bagi Jinyoung.

Hingga akhirnya ia mulai menguntit apapun yang adiknya lakukan.

Pulang dari cafe, ia membuntuti mereka pulang. Hingga ia tau digedung apa mereka tinggal, dilantai berapa dan unit nomor berapa.

Jinyoung hapal semuanya.

Jinyoung berkali kali mengajak si kecil untuk tinggal bersamanya. Bertemu setiap hari di atap yang sama tanpa adanya gangguan adalah apa yang Jinyoung inginkan.

Suatu ketika Jinyoung mendapati Hyunjin berangkat sekolah sendirian tanpa Jeongin.

Jinyoung berasumsi Jeongin tengah sakit.

Karena khawatir, pemuda itu mendatangi unit apartemen mereka dengan sekotak bubur ditangannya.

Mengetuk pintu beberapa kali dan tak lama kemudian mendapati Jeongin dibalik pintu.

"Hyung!" ucap Jeongin riang.

"Aku rindu banget!" Jeongin menubruk dada Jinyoung lalu mendekapnya erat.

Jinyoung terkekeh, balas memeluk tubuh kurus itu sayang. "Hyung juga kangen Jeje."

"Hyung bawa bubur, makan dulu ya?" Ucap Jinyoung sembari mengangkat bungkusannya tinggi tinggi.

Jeongin mengangguk, mempersilahkan Jinyoung masuk lalu menutup pintu apartemen.

Jinyoung menatap Jeongin dihadapannya yang berjalan terseok seok. Memegang pinggiran dinding sebagai penyangga ketika ia melangkah.

"Kamu gapapa, Je? Sakit apa?" Tanya Jinyoung khawatir

Memutar otaknya cepat, Jeongin telah menyiapkan jawabannya jauh sebelum Jinyoung bertanya, "Jatoh di kamar mandi, makannya ga sekolah." Ujar Jeongin sesantai mungkin.

Mendengar jawaban masuk akal, Jinyoung memilih mencoba untuk percaya. Meskipun pemikiran liar berputar agresif dikepalanya.

Mereka berdua duduk bersampingan. Diatas sofa didepan TV.

"Mau disuapin?" tanya Jinyoung ketika tangannya sibuk membuka kemasan. Jeongin mengangguk antusias, "Mau!"

Jinyoung menyuapi Jeongin dengan telaten, memperhatikan paras rupawan adiknya yang sesekali tertawa karena tayangan lucu dihadapannya. Pipinya kini sedikit berisi karena bahagia, mungkin?

Tatapan mata Jinyoung turun kearah leher putih adiknya.

Dan disana, dia melihat.

Ruam merah keunguan memenuhi hampir setiap jengkal leher adiknya.

[1] Save Me • Hyunjeong || COMPLETEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang