3. Cara Memperdengarkan Kebenaran

122 35 20
                                    

"Juna!"

Juna menoleh ketika seseorang memanggil namanya. Pak Daniel celingukan, lalu menarik Juna ke tempat yang lebih sepi. Juna menatap bingung pada pria itu.

"Bapak dengar, kemarin kamu gak ranking satu, ya?" kata Pak Daniel dengan suara pelan.

Juna mengangguk. "Iya."

"Begini, Juna. Emm ...." Pak Daniel celingukan lagi sebelum melanjutkan kata-katanya.

"Saya pernah melihat wali kelas kamu salah memasukkan nilai yang saya berikan. Katanya, sih, salah ketik tapi ...." Pak Daniel garuk-garuk kepala seperti orang kebingungan. " ... rasanya aneh karena saya melihatnya lebih dari satu mata pelajaran."

Juna terdiam sejenak sebelum menjawab. "Saya kehilangan posisi itu karena kemampuan saya yang menurun, Pak."

Juna berpamitan pergi tanpa berminat membahas masalah itu lebih jauh lagi. Dia menoleh ke belakang dengan ujung matanya. Tidak ada tanda-tanda Pak Daniel mengejarnya, tetapi justru seseorang yang lain. Orang itu menjajari langkah Juna.

"Jadi begitu, ya? Memang mencurigakan. Tapi siapa yang akan peduli dengan hal itu?" Raihan mendengkus.

Juna tidak menghiraukan perkataan Raihan.

"Bahkan yang bersangkutan aja gak mau mendengarku." Raihan berdecak. 
Juna menghentikan langkah, begitu pun Raihan. Mereka saling pandang beberapa detik.

"Kamu ingin sekali didengar, ya?" tanya Juna.

Raihan tertawa kecil. "Bukan aku yang ingin didengar, tapi kebenaran harus diperdengarkan."

Juna tergeming. Raihan maju satu langkah.

"Tapi kebenaran baru akan terdengar kalau disuarakan, bukan?" tanya Raihan dengan suara pelan, tetapi terdengar tegas.

Juna tertawa menunduk, lalu menatap Raihan lagi. Dia menepuk pundak Raihan dua kali. "Kalau begitu suarakanlah keras-keras!"

Juna melenggang pergi. Raihan tidak mengerjarnya lagi. Juna pergi ke kelasnya. Di ambang pintu, getar ponsel di saku celananya mengalihkan perhatian. Ada notifikasi. Seseorang telah memasukkannya ke dalam grup obrolan bernama Pasukan Pencari Kebenaran. Juna mendengkus.

"Apa ini? Norak!" gumamnya.

Tanpa pikir panjang, Juna langsung menekan tombol keluar. Namun setelah beberapa saat, dia dimasukkan lagi.

"Calla ... anak ini!" Juna geleng-geleng tak habis pikir.

Juna pergi ke tempat duduknya setelah menghela napas. Masa bodoh dengan kelakuan Calla. Toh, pada akhirnya dia akan mengalah pada gadis itu.

Juna duduk di kursinya. Mengeluarkan buku dari kolong meja, lalu membacanya. Seseorang berdiri di samping mejanya hingga mengalihkan perhatian Juna. Juna menoleh sebentar, lalu fokus lagi pada bukunya. Akan tetapi, orang itu menarik buku Juna ke pinggir. Juna menghela napas seraya mengambil kembali bukunya. Dia mengangkat kepala menatap seseorang di hadapannya.

"Kamu jadi punya banyak waktu luang sekarang?" tanya Juna.

"Apa?" Cowok bernama Irgy itu menanggapi.

Juna tersenyum sinis. "Kamu jadi punya banyak waktu untuk mengganggu orang."

Irgy tertawa, lalu duduk di meja Juna. "Kamu sekarang harus belajar dua kali lebih keras, ya?" katanya tak kalah sinis.

Mereka beradu pandang dalam diam, tetapi ekspresi masing-masing cukup menggambarkan kesengitan suasana. Hingga teriakan seseorang mengalihkan perhatian keduanya.

"Jun!" Calla berteriak di ambang pintu.

Irgy refleks turun dari mejanya. Calla buru-buru menghampiri mereka bedua. Dia memandang Irgy sebentar. Cowok itu membuang muka duluan sambil menggaruk tengkuk. Calla tidak lagi memedulikannya dan lebih memilih bicara pada Juna.

ANONYMOUS CODE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang