Chapter #9 : Tidak bisa Disembunyikan

51 8 2
                                    

Aidan harus banyak belajar bersyukur dari seekor semut yang baru saja ia bunuh karena telah memakan roti bakar kesukaannya hingga harus berakhir di tempat sampah tanpa sempat ia cicipi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aidan harus banyak belajar bersyukur dari seekor semut yang baru saja ia bunuh karena telah memakan roti bakar kesukaannya hingga harus berakhir di tempat sampah tanpa sempat ia cicipi. Semut adalah hewan yang lemah, semut hanya bisa hidup setidaknya 1-2 hari saja, itu pun kalau semut itu tidak dengan sengaja Aidan bunuh secara sadis seperti tadi. Ini bukan tentang kemalangan semut yang berakhir tragis karena ulah Aidan, bukan. Tetapi ini tentang pelajaran hidup yang dapat Aidan ambil dari seekor semut itu. Aidan berpikir walaupun semut itu tidak memiliki hidup yang lama, tetapi mereka tetap berusaha untuk tetap hidup. Setidaknya semut itu tidak pernah menyerah dengan keadaan,tidak seperti yang Aidan lakukan saat ini. Seharusnya Aidan lebih bersyukur kepada Tuhan karena ia masih bertahan hingga saat ini. Apa yang Dokter Alfa katakan tempo hari lalu memang ada benarnya. Ia pasti bisa sembuh, jika saja ia mau berusaha untuk mendapatkan kesembuhan itu. Disisi lain, tidak ada alasan yang membuat Aidan ingin sembuh dari penyakitnya. Atau lebih tepatnya, ia tidak memiliki alasan untuk harus sembuh.

Berbagai macam antibiotik sudah masuk ke dalam tubuh Aidan selama hampir sembilan bulan terakhir, tubuhnya semakin kurus, serta batuk yang tak kunjung mereda. Bagi Aidan itu adalah efek yang menyatakan bahwa tidak mungkin lagi ia bisa seperti dulu lagi. Separuh hidupnya hampir ia habiskan di rumah sakit ini—rumah kedua baginya, dan itu pun tidak menghasilkan sebuah perubahan signifikan yang membawanya menuju kata sembuh.

You could go the distance

You could run the mile

You could walk straight through hell with a smile

Hall of fame milik The Script mengalun begitu kencang memenuhi ruangan, sementara Aidan masih saja termenung mengulangi kembali memori Indah sebelum akhirnya penyakit ini hinggap pada tubuhnya.

"Lo mau cobain?" seorang remaja berseragam biru putih yang sama dengan seragam yang Aidan pakai saat ini menyodorkan sebungkus rokok kepadanya.

Remaja itu masih menyodorkan benda itu kepada Aidan dengan satu alis terangkat, "udah jangan kebanyakan mikir. Lo cobain dulu," remaja itu meraih tangan Aidan lalu mengenggamkan benda itu di tangannya.

Asap mengepul ketika remaja itu menghembuskan rokok itu ke udara, "udahlah, gue tahu lo banyak masalah. Dengan rokok ini gue sedikit lupa sama masalah yang gue hadapi. Kali aja lo tertarik."

Aidan menatap benda yang sejak tadi telah berpindah di tangannya dengan ragu, "lo yakin ini berhasil?"

"Coba aja dulu," cetus remaja itu dengan santainya.

Akhirnya dengan penuh pertimbangan Aidan memberanikan diri untuk mencoba bagaimana rasa benda itu, Aidan tahu jika rokok tidak baik untuk kesehatan bahkan bisa mematikan. Toh di bungkus rokok itu sudah di tuliskan dengan sangat jelas. Tetapi saat benar-benar mencobanya, memang ada benarnya. Dan itu berhasil membuat Aidan lupa akan segalanya. Hingga hidup Aidan tidak bisa jika tidak bergantung dengan sebungkus rokok. Warung belakang sekolah menjadi langganannya untuk mencicipi benda dengan berbagai zat berbahaya itu, tidak lupa dengan secangkir kafein yang menambah nikmat hidupnya. Rokok dan kopi, akan selalu menjadi kesatuan yang harus dalam hidup Aidan sampai pada akhirnya hal itu justru bisa menjadi pembunuhnya secara perlahan.

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Aidan tentang rokok dan kopi, kemudian muncul perempuan masih dengan seragam lengkapnya masuk ke dalam kamar Aidan. Gea, tidak biasanya perempuan itu datang tanpa kabar. Belum sempat Aidan menanyakan tujuan perempuan itu, tiba-tiba saja Gea menyodorkan sebuah kertas kepadanya.

"Dari cewek, namanya Serin. Gebetan baru lo?"

Aidan terkesiap mendengar nama Serin, sudah tiga hari ia tidak mendengar kabarnya.

"Beneran itu.. gebetan baru lo?"

Aidan menggeleng lalu mengambil kertas tersebut dari tangan Gea, "bukan, cuma kebetulan gue kenal dia aja."

Gea mengedikkan bahunya, "ya, terserah lo sih kalau enggak mau cerita sama gue."

"Ngapain lo kesini, tumben?" Aidan berusaha mengalihkan pembicaraan agar Gea tidak menanyakan lebih lanjut hubungannya dengan Serin. Entahlah, mungkin Aidan tidak harus menceritakan Serin kepada Gea.

Gea mengambil tempat duduk di samping Aidan, "Gue.. "

Gea memikirkan alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Aidan, ia tidak mau jika Aidan sok-kepedean jika tahu kenyataan jika ia mengkhawatirkan cowok itu.

"Gue pingin kesini aja, mumpung bisa kabur dari Pak Iman."

"Yakin?" Gea mengangguk antusias.

"Wajah lo merah.." seketika Gea ingin terjun dari atas gunung himalaya, Gea selalu tidak bisa berbohong kepada Aidan maupun perasaannya.

Sial gue ketahuan, batin gea.




Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If I Can Get Even LongerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang