Suara berisik terdengar samar-samar di sekeliling, membuat kesadaran gua mulai kembali. Perlahan-lahan gua membuka mata, menyesuaikan dengan cahaya lampu yang terang. Pandangan gua menyorot ke arah Fani yang sedang menjelaskan sesuatu kepada wali kelas gua, Bu Sina. Kak Aldo ada di sebelahnya. Ia ikut mendengarkan penjelasan Fani, namun sesaat matanya melirik ke arah gua yang telah sadar. Kak Aldo dengan segera memotong penjelasan Fani, "Vian, lu dah sadar!"
Fani, Kak Aldo, diikuti Bu Sina, menghampiri gua. "Ada yang sakit ga Vi?" tanya Fani.
Gua menggeleng pelan. Kak Aldo menyodorkan air putih yang segera gua minum perlahan.
"Tunggu ya, sebentar lagi dokter datang." Ada jeda sedikit sebelum Bu Sina melanjutkan, "Tadi Ibu sudah menghubungi orang tua kamu, tetapi mereka tidak menjawab."
"Ga apa-apa bu, terima kasih sudah menghubungi orang tua saya." Gua melirik jam dinding di ruangan, "Jam segini mereka memang sedang sibuk-sibuknya hehe.."
Bu Sina tersenyum memahklumi. "Ibu sudah mendengar ceritanya melalui Fani. Ibu harap kamu tidak mengulanginya lagi ya. Kamu ingat kan, ini sudah ketiga kalinya lho kamu berantem dengan kakak kelasmu. Ibu hanya takut kamu mendapat skorsing dari kepala sekolah langsung, belum lagi orang tua mereka akan protes. Walaupun disini kamu pihak yang difitnah, tetap saja tidak boleh melakukan sesuatu dengan kekerasan. Kamu mengerti 'kan?"
Gua mengangguk lemas. "Iya bu, saya mengerti. Maaf sudah membuat Ibu khawatir. Saya menyesal."
Bu Sina mengusap kepala gua. Raut keibuannya keluar. "Ga apa-apa nak. Besok Ibu akan mengizinkan kamu tidak masuk sekolah biar kamu banyak istirahat."
"Jangan bu! Eh, maksud saya, saya besok mau masuk aja bu. Saya sudah merasa baikan setelah pingsan tadi."
"Tapi hari ini kamu sudah dua kali pingsan lho. Lebih baik jangan terlalu dipaksakan."
Ya ampun. Plis bu jangan diperjelas sampai dua kali, keliatan lemah banget gua-_-
"Gapapa bu, tenang aja. Saya kan anak laki-laki, fisik saya jauh lebih kuat. Lagipula saya bakal bosen seharian di rumah bu kalau saya ga sekolah." Ucap gua sambil menampilkan muka berharap.
Plis plis semoga Bu Sina izinin. Gua ga mau bokap nyokap tau kalau gua buat masalah lagi sampai masuk rumah sakit begini..
"Baiklah, kalau itu mau kamu. Tapi jangan terlalu dipaksakan ya."
"Baik bu! Terimakasih."
"Kalau gitu Ibu balik ke sekolah dulu ya. Ibu akan bicarakan dengan kepala sekolah agar kamu mendapat keringanan." kata Bu Sina pamit.
"Baik bu, sekali lagi terimakasih." ucap gua lega sebelum Bu Sina menutup pintu.
Hhhh...semoga bokap nyokap gua ga dipanggil.
°•°
Gua membelalakan mata ketika mendengar penjelasan dokter. Kenapa ini..padahal selama ini fisik gua sehat-sehat aja. Kenapa baru ketahuan sekarang? Setelahnya gua menepuk jidat gua. Oh iya, gua kan ke dokter mata waktu kecil, bukan dokter umum.
"Vi.. lu ga apa-apa..?" Fani menepuk bahu gua, menyadarkan gua dari lamunan.
Gua tersenyum, "Tenang aja lagi Fan. Lihat nih, gua sehat kan?" Gua meliuk-liukkan badan gua macam orang senam.
Fani tertawa kemudian menoyor kepala gua.
"Adaww Fan!" Gua mengusap-usap kepala gua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Monochromacy in Love
RomanceGua sudah menduga cepat atau lambat mereka bakal tahu. Tapi gua kagak nyangka situasinya bakal separah ini! Aaaaa!!!! Gua yang merupakan preman sekolah bisa-bisanya dibully!? Apa sesalah itu kalau gua berbeda? Sekarang gua harus gimana kalau ketemu...