Kedatangan Senja

55 1 0
                                    

Braaaakkkk... pintu yang telah usang dengan cat yang mulai lapuk tiba-tiba terbuka lebar. Suaranya menggetarkan dinding-dinding  dan beberapa jendela kaca yang sedang tertegun. Persis di depan pintu, berdiri sesosok bayangan bertubuh gempal, rambut panjang terurai berantakan, dan di dadanya terpasang sebuah logo berwarna kuning. Ah ya... itu logo kampusku, yang tepasang di dadanya ternyata sebuah logo pada jas ungu yang terlihat sesak di tubuhnya. 

"Rei..." suara khas seperti guntur di siang hari membangunkan lamunanku. 

"Ya kang, ada apa?" jawabku terbata. "Oke fix Rei, ucapkan selamat tinggal pada dunia" pekikku dalam hati.

"Raina Senja, kamu tidak tahu apa kesalahanmu? kamu idiot atau memang sengaja melakukan hal bodoh? ingat ini jam berapa? maba lain sudah berkumpul di lapangan, dan kamu malah enak-enakan tidur di kelas?" 

Nada suara yang semakin meninggi memenuhi seluruh isi kepala Raina, air muka yang semakin memerah membuat Raina tertunduk tidak mampu menatap senior yang berdiri di depannya. Tentu saja ini memang kesalahan Raina yang memilih pergi ke kelas setelah melaksanakan solat dzuhur, seharusnya Raina dan maba lain langsung pergi ke lapangan untuk melanjutkan acara MOPD kampus. 

Ya, Raina Senja adalah mahasiswa baru yang sedang melaksanakan ospek kampus. Serangkaian ospek telah dilaluinya, dimulai dari ospek universitas, ospek fakultas, dan yang terakhir ospek jurusan. Setiap kampus melakukan hal yang sama, dan biasanya dilabeli dengan istilah silaturahim. Pada intinya sama, entah itu masa perkenalan, silaturahmi, atau apapun itu tidak membuat Reina tertarik. Dia berfikir hal-hal tersebut tidak berguna dan buang-buang waktu. Selebihnya, yang membuat Reina semakin tidak suka adalah kegiatan kampus seperti itu selalu identik dengan kekerasan, senioritas, dan maba akan menjadi pemeran yang menyedihkan.

"Reiiiii..." sekali lagi teriakan yang menggema di ruang kelas itu membuat Reina terperanjat dari tempat duduknya dan semakin membuat jantungnya berdegup tidak karuan.

"Sudah Bob, jangan membuatnya takut. Biarkan dia istirahat dengan tenang"
"Siapa lagi itu Tuhan, mati aku matiiiii" pekikku dalam hati.

"Jangan takut Rei, aku tidak akan memakanmu" ucapnya sambil tertawa. Laki-laki yang belum kuketahui identitasnya itu seakan-akan tahu apa yang ada di dalam isi kepalaku.

Suara lembut yang menyejukkan itu semakin mendekat. Segala kekhawatiran dan ketakukan sirna seperti terbawa angin. Suasana yang mencekam berubah menjadi tenang, dan aroma apa ini? hidungku seperti dimanjakan oleh aroma yang belum pernah kucium sebelumnya.

"Biarkan dia duduk, dan jangan membuatnya takut." Sekali lagi, suara itu membuatku bergeming, mungkinkah itu suara malaikat?

"Ya Tuhan, aku belum ingin mati. Rasanya masih banyak yang harus aku lakukan. Ah ya, aku tidak bisa meninggalkan ibu sendirian, dan bagaimana nasib adikku jika aku harus mati hari ini?" Batin Reina semakin menggila. 

Tiba-tiba sebuah telapak tangan mendarat di kepalaku, spontan aku terperanjat dan menyingkirkan tangan yang mengelus kepalaku. "Heiii apa yang kamu lakukan?" teriakku dan sedikit menjauh dari sosok yang entah kapan sudah berdiri di depanku. Aku memberanikan diri mengangkat kepalaku untuk melihat sosok yang beberapa detik lalu menyentuh kepalaku. Seorang laki-laki, tersenyum kepadaku. Matanya yang sendu, dan gingsul yang terlihat saat dia tersenyum membuatku terpana beberapa detik dan kemudian tertunduk kembali.

"Mungkinkah dia malaikat?" Gumamku dalam hati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selepas Kepergianmu (Sebentuk Duka)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang