Kayuhan sepedah melaju sejalan dengan sang majikan, menenteng skate board di tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang stang sepedah. Tas sekolah telah menempel pas dipunggung. Earphone yang terkait di telinganya, hanya sebagai hiasan. Ia tak berniat untuk menyalakan musik.
Rambut coklat kemerahan terkibas diterpa angin kota seoul, keringat bercucuran mengingat jarak antara rumah hingga ke tempat tujuan cukup menguras waktu dan tenaga. Gerakan sepedahnya lincah menari-nari melewati beberapa kendaraan bermesin di jalan raya, hingga akhirnya ia sampai di tempat tujuan.
Melihat sekitar lalu mengeluarkan ponselnya. Menggetikan sederet kalimat agar tuan rumah cepat keluar.
"Jimin-ah."
Panggilan serta lambaian tangan seorang gadis yang baru keluar dari rumahnya mampu membuat Jimin tersenyum kala gadis itu menghampiri.
Seorang gadis cantik, berambut coklat dengan poni yang ia sampirkan di telinga. Gadis cantik yang mampu membuat semua orang tersenyum karena gigi kelincinya. Manis memang, teramat manis.
"Sudah sarapan?"
"Sudah. Ayo berangkat."
Gadis itu mengulurkan tangan, meminta Jimin menyerahkan skate board padanya seperti biasa. Lalu duduk di boncengan sepedah, tangan kirinya menenteng skate board sedangkan tangan kanannya telah melingkar di pinggang Jimin.
Deg.
Selalu seperti ini, sudah lama Jimin merasakannya. Perasaan yang membuatnya bahagia dan khawatir di waktu bersamaan, perasaan yang seharusnya tidak pernah ada. Memang benar, tidak ada yang namanya persahabatan diantara lelaki dan perempuan. Percayalah, yang terbalaskan bahagia, yang tidak terbalaskan menanggung patah hati yang luar biasa.
"Kajja, Jimin-ah. Palli. Nanti kita terlambat datang ke sekolah." (Ayo, Jimin. Cepat)
Decakan malas terdengar dari mulut Jimin, "Ya! Aku sedang mengumpulkan tenaga, Nayeon-ah. Badanmu yang berat ini akan banyak menguras tenaga nantinya."
Pletak!
Jimin mengaduh kesakitan saat Nayeon dengan tidak berperasaan memukul kepala Jimin dari belakang dengan keras.
"Ya! Kejam sekali. Bagaimana jika aku pingsan karena pukulanmu?"
"Ck, itu tak akan terjadi bodoh."
Jimin mendengus kesal. Ada apa dengan sahabatnya ini? Selalu membuatnya naik pitam.
"Kenapa? Tidak mau mengantarku? Yasudah aku turun."
Nayeon turun dari boncengan dengan kaki yang sengaja ia hentakan dengan keras, lalu menatap Jimin yang tetap terdiam sambil memangku kedua tangannya di depan dada. Menantang.
Nayeon memijit nada sambung pada ponselnya dengan tangan kanan karena tangan kirinya masih setia menenteng skate board milik Jimin.
"Halo?"
Nayeon sengaja memijit pengeras suara pada ponselnya.
"Ah, Nayeon-ah. Ada perlu apa?"
"Kau sedang dimana? Apa boleh aku menum-"
Ucapan Nayeon terhenti karena sebuah tangan merebut ponsel miliknya, siapa lagi jika bukan seorang Park Jimin. Lalu mengembalikan ponselnya pada Nayeon dengan panggilan yang sudah di matikan.
"Ya! Jangan asal mematikan panggilan orang!"
"Ck, jangan pernah meminta bantuan orang lain selain aku, jika aku ada disekitarmu! Mengerti?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED [PJM] X [INY]
Teen Fiction[Highest rank: 51] Persahabatan adalah sebuah kebahagian serta kekhawatiran yang berlomba saling mendominasi. Sebuah harapan datang jika memang benar-benar berusaha, terbalaskan hanyalah sebuah pelengkap. Cerita cinta manis dalam kota Seoul. Tenta...