■T I G A B E L A S■

2.1K 107 34
                                    

TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•




Raffa merasa tangannya kaku sekali untuk digerakkan, ia menghela napas kasar. Bayangan wajah Bakinza sekarang mulai menari di pikirannya, pipi tomat wanita itu membuat dirinya semakin tenggelam dalam perasaan.

"Kamu memang benar-benar membuatku tak bisa berpikir tenang," erangnya. Raffa tertawa, dirinya merasa gila, beban di pundaknya terasa begitu berat. Sampai-sampai masalah wanita ia menjadi lemah seperti ini.

"Lo harus bisa, Raf. Lo harus bisa. Ini demi Aira. Demi Aira, lo harus berani menyatakan nanti. Lo harus berani."

Saat ini Raffa merasa dia berada di titik paling bawah. Pengakuan Aira tiba-tiba dan kecemasan akan Bakinza, kekalutan dan kekhawatiran menjadi satu. Membuatnya hanya mampu menunduk diri.

Sungguh Raffa tidak mau menyia-nyiakan kesempatan untuk mendekati Bakinza. Dan jika dirinya pindah, apakah bisa ia mewujudkan hajatnya yang ingin meminang Bakinza?

"Ya Allah ... bisakah Hamba menghadapi semua ini. Jika diri Hamba mulai goyah, tolong kuatkanlah."

Jika saja ibunya belum pergi, jika saja ayahnya peduli dan jika saja pada malam itu kesucian Aira tidak direnggut. Pastilah beban seberat ini tidak akan melemahkannya seperti sekarang ini.

Jika saja ...

"Arghh!" Raffa membanting pulpen yang digenggamnya. Ia kalut, ia tak mampu dan ia takut. Dan akhirnya ia ... menangis.

Ia meremas kuat rambutnya berharap semua ini hanya mimpi. Berharap pengakuan Aira hanya candaan.

Lama ia menangis hingga akhirnya ia mengambil pulpen dan mulai menulis. Menulis untuk yang terakhir kalinya yang akan ia kirim pada si penyejuk hatinya. Sekarang tangannya bergerak lincah tiada beban, putusannya sudah bulat.

Kuharap dia sama mencintaiku, dan kuharap dia mau menunggu

"Mas ..." tepat setelah Raffa memasukkan surat itu pada amplop, Aira datang dengan wajah sembab. Seketika Raffa panik, meletakkan begitu saja amplop itu dan terbirit-birit menghampiri adiknya.

"Kenapa, Dek. Kenapa?" Raffa menuntun Aira untuk duduk di sisi kasur. Aira terus saja menangis sembari tangannya menutupi dada.

Raffa memejamkan mata, pastilah adiknya sangat trauma. Raffa merasa bodoh, pastinya juga adiknya di sana sendiri menghadapi ketakutannya ini. Hal ini membuat tekadnya semakin bulat untuk pindah ke Paris.

Raffa mengangguk pasti, ia bicara dalam hati, "semua ini kulakukan demi Aira. Walaupun nanti aku tidak bisa menjumpai wajah dia kembali."

Raffa membawa Aira dalam pelukan, ia terus membisikkan kata-kata penenang. Sampai akhirnya Aira tertidur.

Raffa membaringkan lembut tubuh dan menyelimuti Aira, ia berjanji dalam hati. Ia akan menyembuhkan trauma adiknya dan ia akan mencari siapa pria keji yang telah menjadikan adiknya seperti ini.

Suara ponsel Raffa berbunyi, ia merogohnya di saku dan melihat ... ayah? Raffa melihat adiknya, pasti ingin menanyakan keberadaan Aira.

"Assalamu'alaikum, Raffa."

Raffa mengerjapkan mata, setelah sekian lama ia baru mendengar suara ayahnya. "Wa'alaikumsalam."

"Apa adikmu bersamamu?"

Dan kini Raffa merasakan sendiri ayahnya berbeda, nada bicaranya tak lagi sama. "Ayah tenang saja. Aira bersamaku." Raffa mendengar suara dengusan ayahnya.

BAKINZA-Takdirku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang