13. Hati-hati Menaruh Hati

436 48 8
                                    

Melihat Dara yang sebentar-sebentar tersenyum kecil membuat Aya berkerut dahi. Karena selama ini, Aya mengenal Dara sebagai gadis pendiam dan tidak banyak bicara, apalagi tertawa. Namun melihat air muka yang jauh beda dari biasanya, Aya bertanya, "kamu Dara, bukan?"

"Kenapa, sih?" Dara merasa risih saat Aya memicingkan mata.

"Kamu kenapa hari ini banyak senyum? bukannya aku nggak senang sama perubahan kamu, tapi kamu tiba-tiba aneh kalau begini."

"Aneh kenapa?"

"Ya begitu, banyak senyum."

Dara meletakkan ponsel di samping mangkuk mie. "Kamu mau dengar ceritaku, nggak?"

"Mau lah." Aya nampak antusias.

"Kemarin aku bertemu Rama," ungkap Dara.

"Hah? siapa?"

"Mantanku waktu SMP."

Dara menceritakan semuanya. Sejak kali pertama pertemuan mereka di mushalla, saat eskul Pramuka para murid kelas tujuh dikumpulkan dan diberi beberapa materi. Kebetulan siswa dan siswi duduk berhadapan di sebelah utara dan selatan.

Waktu itu, Rama dan Dara saling menatap. Bedanya Rama tersenyum, sedang Dara hanya membuang muka. Lalu tak sampai di situ, saat Dara diam-diam mencuri pandang sambil bersedekap dada, dengan jahil Rama menirukan gaya Dara. Gadis itu sebal dan beralih menopang dagu, tapi Rama malah menirukan gayanya dengan senyum tengil.

Sepulang sekolah, Aldi selaku teman Dara dari SD hingga SMP mengatakan hal konyol. Dia bilang bahwa Rama menyukainya. Dara tidak tahu siapa Rama, dan saat Aldi menjelaskan bahwa Rama adalah yang menirukan gerakannya saat di mushalla, Dara hanya bisa terkejut dan berkata, tidak mungkin.

Hari-hari telah berlalu sejak kabar bahwa Rama menyukainya, Dara yang saat itu ingin membeli keripik di kantin mendadak terkejut kala Aldi memberi sepucuk surat. Aldi bilang itu dari Rama. Mau tak mau, Dara dipaksa agar mau membacanya. Sampai saat inipun, Dara ingat isi surat itu yang berbunyi;

Dara, ini Rama. Aku ingin tanya sesuatu, kamu harus jawab ya...

Kamu ingin jadi apanya aku
1. Teman
2. Musuh
3. Sahabat
4. Saudara
5. Sepupu
6. Pacar

Dara hanya bisa menggeleng pelan bersama senyum kecil. Lalu tanpa sengaja, ia berpapasan dengan Rama dari arah berlawanan. Saat itu juga, Rama menegur Dara dan bertanya apa jawabannya. Dara menunduk dan berkata bahwa ia memilih nomor terakhir. Dan detik itu juga, Rama tersenyum lebar sembari mencatat nama hari dan tanggal di telapak tangannya.

Satu tahun, hubungan Rama dan Dara masih baik-baik saja. Tapi sejak usai kenaikan kelas, Rama mengakhiri hubungan mereka dengan alasan ingin fokus kepada hobinya, sepak bola. Dara hanya bisa terdiam waktu itu, tanpa suara dan tidak ingin berkata-kata.

Hari-hari mereka lewati tanpa bertegur sapa, dan sampai pada minggu berikutnya dengan tiba-tiba Rama menyuruh Aldi agar meminta nomor telepon Dara.

Aldi sangat memaksa hingga ia memberi nomor teleponnya dengan terpaksa. Dara mendengus kesal. Meski begitu rasa kesalnya selalu kalah dengan kalimat manis yang Rama kirim lewat pesan singkat.

Sampai keesokan harinya, saat para guru sibuk rapat, Dara duduk bersama Dinda di depan kelas sembari menunggu kapan bel pulang akan berbunyi. Kelasnya bersebelahan dengan kelas Rama. Lalu saat Dara hendak membasuh tangan, Aldi dengan cepat mengambil tas Dara dan memberikan kepada temannya yang lain, Dara hanya bisa terdiam sebal. Tidak mungkin rasanya jika marah di hadapan Aldi dan siswa lainnya.

Dan parahnya, tas Dara berakhir di tangan Rama. Wahyu dan Firman menyuruh Rama agar memberikannya pada Dara. Dara yang menopang kepala di atas meja tidak menyadari kehadiran Rama, sedang Dinda hanya diam. Dan satu persatu, teman lelakinya turut memasuki kelas dan menutup pintu rapat-rapat. Hanya Dara dan Dinda yang menatap kesal, selebihnya para lelaki itu berseru menyuruh Rama agar memberikan tas milik Dara sekaligus mengajaknya kembali menjalin hubungan.

Keduanya duduk bersebelahan namun saling membelakangi, lalu Rama bertanya 'kamu mau jadi pacarku?' dengan cepat, membuat sorak-sorai semakin keras.

Dara mendengus, harusnya Rama bertanya 'kamu mau tidak, balikan denganku?'. Meski begitu, pada akhirnya, semua kembali seperti semula. Para siswa nakal dan Dinda menjadi saksi dua manusia yang kembali bersama.

"Terus udah? segitu aja?" Aya menyela dengan tangan mengaduk jus jeruk.

Dara menggeleng, "meski terkadang putus-sambung, cerita yang aku ceritakan belum sampai ujung."

"Apa lagi? ayo cerita, kisahmu dengan Rama begitu lucu. Aku suka," ungkap Aya.

"Tapi belum sampai lulus, kita terpaksa putus." Kini air muka Dara terlihat datar, tidak ceria seperti sebelumnya.

Wajahmu berubah, Ra. Aku tau, karena lebih baik menceritakan saat-saat kali pertama sebuah pertemuan daripada akhir yang pastinya menyedihkan. Aya mengamati wajah Dara, dia berkata, "sepertinya lain kali saja ceritanya. Tunggu hatimu benar-benar kembali seperti semula."

Dara mengiyakan, suasana hatinya juga mendadak buruk. Sepertinya, akhir yang menyedihkan lebih baik disimpan dalam diam.

"Kalau aku boleh tanya, kamu nggak bisa dekat dengan laki-laki lain karena Rama?"

"Maksudmu?"

"Tidak bisa melupakan," ujar Aya gemas.

Dara menggeleng, "tidak juga. Aku rasa Rama sudah lebih dari cukup untuk datang membawa cinta dan pergi memberi luka."

"Tapi kalau Rama memberi kesan pahit pada sebuah perpisahan, mengapa kamu bahagia saat bertemu dengannya setelah sekian lama?"

"Aku juga sedang memikirkan itu, Ay," ucap Dara lesu. "Rama cinta pertamaku, aku berusaha membencinya sejak beberapa tahun terakhir. Tapi beberapa menit setelah kedatangannya, semua usaha yang kulakukan tidak berarti apa-apa, Ay. Aku justru memberi senyum pertama sebagai sambutan atas kedatangannya."

Aya menghela napas, menyesap sejenak es jeruknya. Lihat betapa bodohnya Dara karena tidak bisa memaknai seperti apa perasaannya. "Itu tandanya kamu masih suka sama dia, Dara. Kamu ingin benci, tapi tidak bisa. Dan bagian tersulit, dia cinta pertamamu. Apa lagi posisi Rama adalah cinta pertama dan terakhirmu."

"Terakhir?" tanya Dara.

Aya mengangguk, "karena sejak kamu putus dengan Rama, kamu tidak berusaha mencari penyembuh luka, malah kamu semakin memupuknya. Bahkan kehadiran kak Bara saja masih belum bisa membuat hatimu mencair."

"Astaga! kak Bara!" Aya memekik heboh, "kalau kak Bara tau kamu masih suka sama Rama, dia bisa sakit hati."

"Salah dia sendiri menyukaiku," Dara membalas angkuh.

"Dara, kak Bara itu baik. Saking baiknya dia tidak butuh kamu agar mau menerimanya, dia hanya ingin melihat sebuah tawamu sebagai hasil bahwa perjuangannya tidak sia-sia."

"Kamu tau dari mana?"

Aya menggeleng, "Tegar bilang padaku kalau kak Bara sering datang ke kafe Senandika untuk sekedar bertanya bagaimana cara meluluhkan hatimu. Awalnya, aku kira Tegar menyukaimu saat dia terus mengirim pesan yang berisi segala pertanyaan tentangmu. Tapi setelah Tegar cerita semua, ternyata dia di suruh kak Bara untuk mencari segala informasi tentang kamu, dengan tujuan ingin kenal kamu lebih dekat.

Dara bergeming. Sena memang baik, karena perlahan lelaki itu benar-benar membuktikan kalimatnya. Dara sudah bisa tersenyum bila berada di samping Sena, itu semua karena Sena. Tapi, kehadiran Rama juga tak kalah mampu membuatnya tersenyum.

"Temanku Dara, karena aku sayang kamu, aku lebih memilih kak Bara untuk bisa menemanimu."

"Tapi—"

"Sebaik-baik lelaki adalah dia yang belum pernah menyakitimu. Jika pilihanmu adalah Rama, maka kamu berhasil meninggalkan luka kepada satu manusia demi manusia yang pernah memberimu luka."

Dari Semesta untuk Dara [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang