14. ^Pangeran Tidur^

678 130 33
                                    


Hai, selamat sore teman Peta Kata. Aku kembali lagi mengupdate Peta Kata. Maaf ya aku lelet banget updatenya.

Oh yah, kalian vote ke berapa nih?

Dibaca pelan-pelan ya, biar rindunya terobati. Kalau ada yang lupa sama alur ceritanya boleh juga dibaca ulang di part sebelumnya. Terima kasih banyak buat yang masih setia sampai sekarang menjadi teman Peta Kata. Karena kalian lah aku makin semangat. 

Semoga di part ini bisa menghibur kalian semuanya dan selamat menikmati. 

^_^



Ruangan ini mirip seperti lemari es versi besar, tapi kalian tidak akan sampai harus menggunakan jaket tebal untuk bisa masuk ke ruangan ini. Setiap harinya aku selalu ke sini. Bisa tiga sampai lima kali dalam sehari, aku datang hanya untuk sekadar menyapa seseorang yang sedang tertidur lelap. Terkadang aku membawa buku puisi milik Sapardi Djoko Damono atau Joko Pinurbo. Kadang pula aku membawa novelnya Haruki Murakami. Biasanya aku akan membacakan buku atau bercerita tentang kegiatanku seharian ini padanya.

Sayangnya, dia tidak bisa menanggapi apa yang sedang aku bicarakan. Dia benar-benar menjadi pendengar yang takjim atau sebenarnya sama sekali tidak bisa mendengarkan satu pun perkataanku. Biarlah, aku akan terus bicara sampai dia mau bersuara, sampai dia mau kembali membuka kedua matanya yang bulat itu. Akh, aku sungguh ingin melihatnya.

Dulu, sewaktu aku masih mengenakan seragam putih abu-abu. Dia akan sangat marah jika tahu kalau aku begadang semalaman karena besok paginya ada ujian sekolah. 

Dia akan selalu mengatakan, "Belajar itu setiap hari, bukan enam bulan sekali atau karena ada ulangan dan PR saja."

Aku hanya tersenyum mendengarnya, tak mau menjawab karena jika dijawab cerewetnya bisa melebihi level kecerewetan nenekku. Iya jelas bedalah, aku tidak seperti dirinya yang bisa langsung mengerti saat guru menerangkan pelajaran. Aku harus mengulang kembali pelajaran itu di rumah sampai memahaminya dan harus belajar semalam suntuk setiap kali ada ulangan.

"Mentari, belajar itu proses. Dan proses yang baik itu bukan dilakukan dengan sekaligus dalam satu waktu, tetapi secara bertahap dan pelan-pelan karena begitu banyak fase yang harus dilalui. Kalau tidak untuk apa kamu melalui semua jenjang pendidikan itu. Semuanya membutuhkan waktu, Tari."

Sial, dia selalu bisa mengeluarkan kalimat yang membuat lidahku keluh, hingga aku tidak bisa berkata apa-apa selain menyetujui perkataannya. Entah seberapa banyak sudah buku yang sudah dilahapnya, sampai bisa merangkai kalimat petuah sebijak itu. Padahal dia tidak pernah membaca buku setiap kali bersamaku, meskipun koleksi buku pinjaman, majalah, dan koran bekas memenuhi kamarnya. 

Padahal hampir seharian dia menghabiskan waktunya bersamaku. Apa waktu membacanya sebelum tidur? Entahlah aku belum pernah menanyakan hal ini kepada dirinya. "Hei, Gib, cepat bangun biar aku bisa bertanya?"

Di dunia ini ada dua jenis manusia, yang pertama sudah ditakdirkan pintar sejak lahir, yang kedua tidak ditakdirkan pintar sejak lahir. Nah, tipe yang pertama itu adalah dia, sedangkan aku termasuk dalam jenis yang kedua. Tapi, takdir yang seperti ini tentunya bisa kita ubah jika kita memiliki keinginan yang kuat. Ingat, siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkannya. Aku tipikal orang yang harus tekun belajar agar bisa menjadi pintar. Jadi, aku ini tidak sepintar yang kalian kira selama ini.

Peta KataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang