Dua hari berlalu, Kevin kembali acuh padaku, sedang Bu Alya baru akan kembali dalam tiga hari ke depan, dan lagi berada di rumah ini sama sekali tak menyenangkan. Tiga orang pembantu yang tinggal sama sekali tak mau berinteraksi denganku, entah apa alasannya.
Galih sulit sekali di hubungi setelah Kevin sakit waktu itu, akhirnya aku menerima ajakan salah satu teman lamaku untuk bertemu di rumahnya. Kebetulan, rumah calon suaminya berada tak jauh dari rumah Bu Alya.
Kebetulan yang sangat pas.
Setelah menaiki angkot, aku turun di sebuah jalan menuju perumahan. Temanku itu berencana menikah bulan ini, dia ingin aku datang ke resepsi pernikahannya dan membawa Galih. Hanya saja, aku tak yakin dia bisa ikut denganku pada hari H.
Langkahku melambat ketika sampai di depan pagar rumahnya, aku tak menyangka dia memiliki calon suami yang kaya. Ini akan menjadi rumah masa depan mereka berdua. Ya, itu yang dia katakan di telepon tadi siang. Aku sangat tak sopan karena berkunjung pada malam hari, tapi dia yang memintaku secara langsung, jadi apa boleh buat.
Gerbang terbuka secara otomatis setelah aku memperlihatkan wajah di depan kamera tepat di ujung kiri. Untuk pertama kalinya, aku merasa sangat ketinggalan jaman bukan karena ponsel jadul yang masih kugunakan hingga kini. Namun karena untuk pertama kalinya aku melihat ini.
"Mentari, kamu ternyata datang. Aku senang sekali, ayo masuk!"
Tepat di depan pintu rumah, aku mendapat sambutan hangat Elena. Dia semakin cantik, hampir keseluruhannya terlihat memukau. Mungkin secara tak langsung, calon suaminya pun ikut andil dalam perubahan yang kulihat sekarang.
Elena merangkul pinggangku, menuntunku menuju ruang tamu dan sekali lagi aku terkagum-kagum akan keindahan rumah ini. Aku sempat sedikit iri, bukankah cukup wajar jika aku merasakan hal itu. Yang penting, hati kecilku masih merapalkan do'a untuk Elena. Semoga dia bahagia.
"Aku senang kamu mau mengundangku kemari, yang lain bahkan tak ingat padaku." ungkapku setengah mengeluh.
"Kita teman, tentu saja aku akan mengundangmu. Biarkan saja mereka, bagiku yang terpenting kamu datang nanti. Kabarmu bagaimana, sulit sekali aku menghubungimu. Kayaknya pejabat aja kalah nih!" Elena membuatku canggung, keramahan yang dia tunjukkan tak pernah berubah.
"Orang yang jarang terlihat memang sulit untuk dihubungi, kurasa itu sangat wajar." suara seorang pria membuat kami menoleh.
Tatapan pria itu tajam dan menusuk, aku tak bisa memandang tepat ke matanya lebih dari lima detik. Bukan karena dia buruk rupa hingga membuatku takut, tapi dia seperti tengah membaca pikiranku jika kami bertatapan.
"Kamu tinggal bersama ibu dari kekasihmu, dan anak di luar nikah kakaknya. Sudah seberapa jauh kamu tahu keburukan keluarga kekasihmu itu?" pertanyaan menusuk meluncur begitu lancar dari mulut pria itu, dengan santai dia duduk di depan kami sembari melipat kedua kaki dan tanganya, sangat angkuh.
"Handi!" bisik Elena. "Maaf Tari, calon suamiku memang bermulut pedas. Padaku saja, dia selalu menyindir."
Kukira, dia tengah menghiburku. Apa yang bisa kukatakan, aku berada di rumahnya dan tak bisa mengacaukan perasaan Elena karena sikapku, maka kuputuskan untuk diam saja. Yang membuatku penasaran, darimana dia tahu? Elena bahkan tak pernah kuberitahu. Siapa sebenarnya pria ini, dia mungkin sedikit lebih tua dari Galih. Untuk pertama kalinya aku sangat tersinggung dan kesal pada calon suami Elena.
"Aku tahu, kamu penasaran. Katakan saja jika ingin." Dia benar-benar membaca pikiranku, sangat mengejutkan. Senyuman meremehkannya membuatku semakin kesal.
Bibirku berkedut karena menahan geram dengan tersenyum. "Aku tidak ingin tahu apa pun, meski aku sangat penasaran. Saat ini aku berusaha berlaku sopan karena Elena, jadi tolong jaga ucapanmu."
Pria itu melirik Elena, entah apa yang dia isyaratkan hingga Elena memutuskan meninggalkanku berdua dengan pria itu. Alasannya karena dia perlu pergi ke toilet, padahal aku yakin bukan karena itu.
"Tak usah bersikap sopan lagi padaku, Elena sudah tak ada disini. Aku jadi ingin tahu, siapa sebenarnya yang kamu bela sekarang. Kekasihmu atau anak itu? Aku perlu jelaskan padamu satu hal, Kevin adalah anak dari gadis yang dulu sangat kucintai namun diabaikan lelaki yang dicintainya. Aku sangat membenci keluarga Gema yang terlihat begitu dihormati namun ternyata menyimpan sampah berbau busuk."
Jadi, dulu laki-laki bernama Handi ini pengagum ibu Kevin. Apa hubungannya denganku, apa yang membuatnya mengemukakan fakta itu, sedang hal ini sama sekali tak cukup penting untuk kuketahui.
"Apa yang kamu inginkan sebenarnya, siapa pun yang kubela itu urusanku."
Handi tersenyum sinis, "Kevin seringkali terlibat masalah akhir-akhir ini, tapi tak ada yang memperdulikan dia. Aku sengaja memberitahumu untuk memberikan sedikit peringatan. Anak itu bisa kumanfaatkan untuk membalas perlakuan keluarga Gema pada wanita yang kucintai."
Pria ini terlihat berambisi, dan aku tak memiliki satu kalimat pun untuk membalasnya. Gema sangat pantas menerima pelajaran karena perbuatannya di masa lalu, namun bukan keluarganya, terutama Kevin.
"Aku sering membantu Kevin, hanya demi dukungan dia akan rencanaku. Sayang, dia tak perduli." Pria itu tak terlihat kecewa, senyum penuh percaya diri selalu dia tunjukkan. Mungkin ada rencana cadangan selain menggunakan Kevin.
Kevin bukan berlaku buruk padaku saja, tapi pada setiap orang asing. Untuk pertama kali dalam hidupku mengenal anak itu, aku suka sifatnya yang sulit di dekati.
"Aku tidak memaksanya untuk bergabung, karena dia terlihat lebih menderita sejak terakhir kali. Dia tidak pernah memukul teman sakolah meski orang itu sangat kurang ajar. Namun sekarang, intensitas pelanggaran aturannya semakin banyak dan aku sebagai orang luar tak bisa terus-menerus menolong. Meski dia anak Gema, wanita yang kucintai-lah yang melahirkannya."
Raut pria itu tiba-tiba berubah, entah mengapa tatapan sinis tadi beralih mendadak. Dia seperti seorang ayah yang menghkawatirkan putranya. Apa Elena tahu sebelum memutuskan menikah dengan pria ini? Jauh dalam hatinya mungkin masih terpatri kuat sosok wanita lain, bisakah Elena menerima itu? Dia bahkan sangat memperdulikan anak wanita lain meski itu bukan darah dagingnya.
^^^^
Kamis, 1 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Hening
Ficción General'Sudah terlalu banyak rasa sakit yang kuterima, sekali saja aku ingin dicintai dan mencintai seseorang' Dalam sana bagiannya, bagianku bisa saja tergambar jelas jika kamu mau mengerti. Salah satu dialog dalam film mengatakan "...memahami penderitaa...