Bab 1: Gerombolan Ajak Merah

163 2 0
                                    

        Malam sunyi senyap. Hampir semua penduduk terlelap oleh kegelapan malam. Tiba-tiba berkelebat beberapa orang berbaju hitam memasuki sebuah rumah mewa di Kota Madangkara, kota kecil yang ada di sebelah selatan Kerajaan Kertanegara.

 Mereka masuk ke rumah tersebut dengan melompati benteng belakang tanpa ada suara sedikitpun menandakan orang-orang itu mempunyai ilmu meringankan tubuh cukup tinggi.  Dengan mengendap-endap mereka mendekati para penjaga yang sedang berjaga-jaga. Lansung membekap mulut mereka sambil menggorok leher para penjaga malang tersebut sehingga tewas tanpa bersuara sedikit.  Setelah yakin sudah tidak ada penjaga tersisa, gerombolan tersebut memasuki rumah tersebut.

        Keesokan harinya seluruh kota geger mengetahui penghuni rumah tersebut tewas tanpa tersisa dan hartanya di kuras habis.

        "Gerombolan Ajak Merah"? ulang Wira Atmaja mendengar cerita dari Hartaja seorang saudagar kaya di kota Ranggamalela, kota yang berdekatan dengan kota Madangkara.  Saudagar kaya yang bertubuh gembal itu menyewa Wira Atmaja dan kedua temannya yang kebetulan berada di kota tersebut, sebagai pengawalnya.

        "Ya gerombolan perampok misterius yang akhir-akhir ini meresahkan daerah selatan Kerajaan Kertanegara.  Mereka sangat kejam. Tidak satupun korban dibiarkan hidup", jawab hartaja dengan sekali-kali mengelap keringatnya menahan rasa takut dalam hati.  Kekejaman gerombolan Ajak Merah bukan bualan, sampai-sampai anak kecilpun tidak mereka ampuni. Ia merasa beruntung bertemu Wira Atmaja yg telah malang melintang di dunia persilatan.  Mereka datang kepadanya diberitahu Deden pemilik penginapan bahwa Hartaja sang saudagar kaya mencari pengawal sewaan.

        Wira Atmaja, seorang pemuda gagah yang selalu berpakaian sederhana yaitu celana komprang dan rompi katun coklat.  Tetapi hal itu malah menonjolkan otot-ototnya yang mencirikan pendekar yang terlatih. Sepasang gada terbuat dari besi hitam yang langka, dibawa pemuda itu meyakinkan Hartaja bahwa ialah Wira Atamaja Sang Pendekar Gada Hitam.

        Tetapi Hartaja terkejut melihat kedua orang yang dibawa Wira, SEPASANG GADIS CANTIK !!        

        Yang satu berumur 17 atau 18 tahunan, memakai kebaya biru muda dengan celana komprang biru tua dan rambut diikat sederhana sedangkan yang satu lagi diatas duapuluh tahun memakai kebaya merah marun yang kontras dengan kulitnya yang putih dan rambut digelung sebagian.  Benar-benar membuat Hartaja iri melihat kecantikkan kedua gadis tersebut apalagi ia sering mendengar kehidupan para pendekar cukup bebas.

        Wira geleng-geleng kepala melihat ekspresi Hartaja melihat kedua temannya.  Ia bisa menebak pikiran mesum sang saudagar,  Hubunga mereka tidak seperti saudagar itu pikirkan.

        Tabib Tanca nama gadis berkebaya merah.  Hanya sedikit orang yang tahu dibalik keahlian gadis sebagai tabib handal, ia juga ahli racun yang bisa sangat mengerikan apabila dibuat marah.  Mana berani Wira menggoda gadis ini.

        Sedangkan Kirana temannya yang satu lagi.  Wira melirik Kirana tetapi sialnya Tabib Tanca memergoki. Gadis itu lansung memeluk Kirana sambil melotot untuk mengisaratkan bahwa "Jangan-jangan macam dengan adik Satria".

        Ya, Kirana adalah adik seperguruan Satria sahabatnya yang menghilang tiga tahun lalu.  Kirana dan Satria adalah murid Perguruan Jatayu.  Perguruan misterius yang hampir seperti legenda. Wirapun hampir tidak percaya bahwa perguruan itu benar-benar ada kalau saja ia tidak bertemu dengan Satria kakak perguruan Kirana.

        Dulu Wira dan Satria terkenal sebagai sepasang pendekar yang cukup tangguh. Berbeda dengan Wira memberi kesan beranggasan, Satria malah memberi kesan lemah lembut sehingga tak jarang orang menganggapnya lemah padahal ia cukup sakti. Wira sendiri tidak yakin bisa mengalahkannya apabila mereka bertanding sungguh-sungguh.

Prahara KertanegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang