Kaysersberg, Perancis.
Sepasang netra hazel cerah menatap ke arahnya, memandangnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
Si pemuda —pemilik netra hazel cerah itu— dan si dokter, duduk di sebuah ruangan, saling berhadapan-hadapan dengan meja persegi panjang besar menjadi pembatas di antara mereka.
Malam itu langit pukul tujuh malam terlihat lebih gelap dari biasanya — terlihat jelas dari balik dinding yang sebagian besar berbahan dasar kaca. Hujan petir masih menyambar-nyambar di luar sana. Suara binatang malam mulai berbunyi nyaring, terdengar saling bersahut-sahutan —menambahkan kesan seolah suasana malam itu begitu mencekam.
Sekilas si dokter melirik ke arah dinding kaca lalu beberapa detik kemudian, dia melepas kacamata miliknya, kembali menatap si pemuda dengan tatapan intens, berharap dia dapat menemukan sesuatu di sana — dan sialnya, lagi-lagi dia tidak mendapatkan apapun.
Dokter Xaviere tidak bisa menebak ke mana dan apa yang sedang di pikirkan oleh pemuda itu. Pemuda itu terlalu misterius —sangat. Tak ada yang bisa mengusik emosinya. Ekspresi wajah yang selama ini di tunjukan oleh pemuda itu hanyalah sebuah pajangan belaka. Singkatnya, dia pandai berkamuflase —Ekspresi sesungguhnya, telah tersimpan rapat-rapat di balik wajah tampannya. Terkubur begitu dalam hingga tak ada satupun yang dapat melihatnya.
"Katakan pada ku, tuan August. Apa yang sedang kau rasakan saat ini. Marahkah, Sakitkah atau mungkin— Dokter Xaviere mengambil jeda dalam kalimatnya, dia menghela nafas cukup panjang sebelum akhirnya mengeluarkan kalimat penutup yang sangat tidak masuk akal untuk menggambarkan suasana hati pemuda itu. Marah dan sakit mungkin jauh lebih masuk akal, tetapi — "Bahagiakah?" —yang ini sungguh tak terduga. Dokter Xaviere bahkan tidak menyadari kalimat itu agaknya terdengar aneh jika di lontarkan pada si pemuda yang berpenampilan ala kadarnya —mengenakan piyama tipis putih, rambut coklat kemerahannya yang sedikit memanjang —agak masai, di hiasi sudut bibir membiru serta pelipis dengan luka robek. Inti dari semua itu adalah, bekas bersarangnya peluru pada perut kiri dan bahu pemuda itu yang baru saja di ambil melalui tindakan operasi sekitar empat hari yang lalu.
Bahagiakah? —pertanyaan mu sungguh bodoh, Elvira Xaviere. Dan sewaktu-waktu jika pemuda itu mencaci mu, kau pantas mendapatkannya.
"Tidak ada." Suara husky —rendah nan berat itu— menyapa indera pendengaran dokter Xaviere, membuat dokter berwajah manis khas Asia itu kembali ke alam sadarnya.
Dengan memasang mimik wajah normal, dokter Xaviere kembali meneliti wajah pemuda di hadapannya —Masih sama, datar tanpa ekspresi berarti. "Begitu ya? Lalu apakah kau mengingat kejadian yang menimpamu malam itu?" Dokter Xaviere bertanya ke intinya. Dia lelah menerapkan pertanyaan yang biasanya di gunakan untuk menanyakan pasien gangguan jiwa yang selalu datang berkonsultasi padanya.
Frand August adalah pasien gangguan jiwa yang spesial —dia berbeda. Sedikitpun tidak menunjukan ciri-ciri pasien gangguan jiwa pada umumnya. Nyaris terlihat seperti pemuda normal kebanyakan.
Benarkah dia mengalami gangguan jiwa? —sikapnya terlalu tenang untuk ukuran seseorang yang sakit jiwa.
Dissociative identity disorder (DID)? —tidak, dia tidak seperti itu.
Alter Ego? —nyaris mirip, namun dia tidak juga seperti itu.
"Aku tidak ingat." Melipat tangannya di atas meja dengan jemari yang saling bertautan, Frand August menjawab pertanyaan dokter Xaviere sejujur-jujurnya. "Yang aku tahu, ketika aku bangun hanya ada kau, dan orang-orang itu." Netra hazelnya berganti dari menatap netra kelam milik dokter Xaviere, kini melirik delapan pria berseragam militer yang berjaga di depan ruangan. Satu orang berjas hitam tengah duduk di kursi dengan wajah risau —Sepertinya, orang berjas hitam itu merupakan atasan dari ke delapan pria berseragam yang di lihatnya.
Amnesia kah?
Dokter Xaviere memajukan tubuhnya, mengikuti si pemuda —melipat tangan di atas meja dengan mata menatap lurus ke arah pemuda itu. "Tidak mengingat kejadian itu? Tapi, apakah kau mengingat siapa diri mu?"
"Ya." Jawab pemuda itu singkat.
"Bisakah kau menyebutkannya, tuan?"
Suara husky itu lagi-lagi terdengar ke seluruh penjuru ruangan. "Nama ku Frand August. Umur ku 24 tahun." Ucapnya.
Jemari lentik dokter Xaviere membuka sebuah berkas berisi beberapa helai kertas —di sana tertulis identitas milik si pemuda. Hanya sebagian umum dan sisanya sepertinya memang sengaja di sembunyikan. "Rupanya kau masih mengingat dengan jelas umur dan nama mu, tuan. Lantas, apa kau mengingat pekerjaan mu?"
"Tentara, mungkin?" Jawab Frand sedikit ragu.
"Mengapa kau terlihat ragu saat mengatakannya?"
"Karena ku pikir mungkin saja aku seorang penjahat."
Kening Dokter Xaviere mengerut. Seolah tak setuju dengan kalimat si pemuda. Walau mereka baru mengenal beberapa hari, sepertinya dokter Xaviere mempunya penilaian khusus mengenai pemuda itu dan dokter Xaviere menyimpulkan; Pemuda itu bukanlah orang biasa.
Kau ini kenapa? Apa kau terlibat dalam kasus yang rumit? Apa orang-orang itu yang membuat mu jadi seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
HIDDEN SECRETS [RRYRA]
FanfictionAnd above all, watch with glittering eyes the whole world around you because the greatest secrets are always hidden in the most unlikely places.