Hana masih berdiri di balik pintu yang separuh terbuka. Dilihatnya bayangan Kak Vino yang masih berdiri dan siluet Mama Papa yang sedang duduk memandang putra pertamanya yang gelisah.
"Mam, tidak begini juga, yang harus Mama putuskan untuk Hana. Hana tidak pernah jauh dari kita dan tidak adil bila kita membiarkan dia pergi keluar kota hanya karena dia tidak lulus ujian masuk kedokteran."
"Vino, sudah kamu dengar apa kata Mama. Mungkin dengan begini, Hana akan lebih dewasa dalam berpikir. Apalagi nanti Hana akan tinggal dengan Eyang." Papa membela keputusan Mama.
"Di sana dia bisa ikut bimbel setahun ini dan mencoba ujian masuk kedokteran lagi. Mama akan maafkan Hana kalau memang dia bisa lulus tahun depan."
Mama dan ambisinya adalah dua hal yang mengerikan. Mungkin tidak bagi Alvino dan Erin yang memang berotak encer dan sejak kecil mereka sering diajak ke rumahsakit oleh Orangtua mereka, sehingga keduanya sudah familiar dengan dunia kedokteran.
Berbeda dengan Hana, sejak lahir kondisinya lemah sehingga sampai usia 2 tahun, Hana sempat "diungsikan" ke rumah Eyang karena setelah melahirkan Hana, Mama masih harus berkonsentrasi sekolah sub spesialis untuk menjadi konsultan kardiovaskuler.
Mama marah pada Hana karena banyak hal. Pertama karena Hana tidak belajar maksimal sehingga gagal masuk fakultas kedokteran sesuai impian Mama.
Kedua, setelah tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri, Hana menolak masuk fakultas kedokteran Universitas swasta. Padahal Mama dan Papa sudah mendaftarkannya dan akhirnya puluhan juta uang pendaftaran hilang dengan percuma.
"Hana mau berangkat besok pagi ke rumah Eyang."
Pintu terbuka dan keputusan gadis itu yang begitu mendadak membuat semuanya terkejut. Padahal Mama dan Papa baru akan menghubungi Eyang dan mungkin Hana akan diantar kesana 3 bulan lagi.
Tapi Hana merasa kehadirannya tidak diinginkan lagi di keluarga ini. Terlebih lagi Mama yang tampak tidak bersahabat dengan keputusan putrinya memakai hijab.
Mama mungkin sebenarnya tidak sungguh-sungguh dengan keputusannya memindahkan Hana ke rumah Eyang. Itu hanya wujud kekecewaan karena di mata Mama, putri bungsunya berubah menjadi gadis pembangkang. Kemana perginya Hana, putrinya yang manis dan penurut.
Hana sudah menelpon Eyang diam-diam. Eyang begitu bahagia mendengar berita kalau cucunya akan tinggal disana selama setahun. Bagi Hana, ini adalah sebuah pelarian yang indah. Dia bisa mulai merajut kehidupannya yang baru.
"Han, Kakak nggak akan ijinkan kamu pergi sendiri ke luar kota. Ini semua masih wacana kok. Ya kan Ma, Pa?"
Kak Vino meminta persetujuan kedua orangtuanya.
"Barusan Hana sudah pesan tiket pesawat. Insya Allah besok Hana berangkat naik pesawat jam 5 pagi."
Kalian senang kan, Hana pergi. Meski hatinya sedih dan ingin menangis, Hana menahannya. Dia memeluk Kak Vino, Mama dan Papa bergantian, dan dia pergi ke kamar untuk menata koper sebelum air matanya kembali berderai.
💕💕💕
Dipeluknya dada bidang milik Kakak sulungnya. Dulu dia hobi bersembunyi di balik ketiak Papa saat Papa selesai mandi sepulang kerja. Kini dia merindukan hal itu karena Papa sudah jauh lebih sibuk dengan jadwal operasi yang tidak kenal waktu.
Meskipun Papa sudah jarang operasi di luar jam kerja, namun karena Papa dokter senior yang kadang diminta datang karena dikonsulkan untuk kasus sulit, Papa jarang pulang tepat waktu.
Kak Vino tahu adik bungsunya sudah lama merasakan "father hunger". Dibiarkannya Hana memeluknya erat.
"Bau Kakak enak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Chemistry Of Love (Tamat di KBM dan Karyakarsa)
RomanceDi balik wajah dingin seorang Barra Afnan, tersimpan hati lembut yang hanya ia berikan untuk kebahagiaan Mami Vera. Bahkan ia rela dijodohkan oleh gadis teman masa kecilnya, Aliza Nayyira, agar Mami dapat tersenyum. Akankah pertunangan mereka berl...