Kedekatakan kita membuatku hangat, Namun menyakitkan di saat yang bersamaan.
–Alvin wijaya
***
—Daryan POV—
Hal yang paling kubenci didunia ini adalah ibuku.
Jika kau tanya kenapa, alasannya cukup rumit. Dan juga, banyak alasan lain yang membuatku membencinnya.
Bahkan untuk mengingat wajahnya saja, aku ragu. Wajahnya terlihat buram dan samar-samar di ingatanku.
Kadang aku iri, melihat anak-anak yang berjalan bersama keluarga mereka.
Terlihat bahagia dan harmonis.
Kerap kali juga aku berfikir, bagaimana rasanya mempunyai keluarga yang utuh?
Apakah rasanya semenyenangkan itu?
Jay, dia hanya tinggal dengan ibunya. Tapi mereka tampak harmonis.
Dan Jeno? Dia hanya bersama kembarannya. Tinggal berdua dan saling menjaga satu sama lain.
Sedangkan Riken? Ia yatim piatu, tapi dia memiliki segalanya. Teman-teman juga sangat menyukainya. Dan dia sangat pintar sehingga ia pernah masuk ke kelas unggulan.
Sedangkan aku? Aku tidak punya apa-apa yang bisa dibanggakan. Hidup mewah seperti ini tidak selamanya seperti yang dipikirkan orang-orang.
Aku, Ayahku, kami seperti dua orang yang saling tidak mengenal.
Bahkan untuk berbasa-basi saja tidak pernah.
Apakah kami pantas untuk di katakan sebagai keluarga? Sepertinya tidak.
Hidupku, sangat membosankan.
***
Riken menatap lembaran foto di tangannya dengan tatapan sendu. Wajah cantik seorang gadis berusia dua belas tahun berada disana dengan senyumnya yang manis.
Ia mengusap foto itu dengan lembut, mencium foto itu, lalu meletakkannya kembali kedalam bukunya.
Buku harian miliknya.
Matanya beralih ke jalanan diluar sana yang dibasahi oleh air hujan. Suara gerimis diluar sana pun masih terdengar jelas.
Ia memejamkan matanya perlahan. Membiarkan sensasi dingin dari hembusan angin menerpa wajahnya.
"I miss you." ucapnya entah pada siapa.
Matanya kembali terbuka. Pancaran kesedihan kembali terlihat dari sana.
"I really miss you Kirana."
***
Kelas IPA 7, pukul 13.00.
Kelas yang biasanya seperti pasar malam itu mendadak hening tidak ada suara.
Jika begini, hanya ada satu alasan yang pasti.
Ujian dadakan.
"BUK KENAPA HARUS HARI INI SIH?" tanya Daryan tiba-tiba. Membuat seisi kelas yang hening, kembali ricuh memprotes ujian yang diadakan dengan tiba-tiba.
"IYA BUK! KENAPA TIBA-TIBA SIH?" tanya Jaylani menambahi.
"Padahal semua itu harus disiapkan biar lancar."
"Apanya? Nyonteknya?" tanya Sasmita kesal. Ia mengeluarkan lembaran kertas buram dan membagikannya ke seluruh siswa.
"Jangan ada yang nyontek! Ingat, malaikat Rakib dan Atib selalu memantu. Jadi kalian semua, hajima, Allah is watching."
***
Daryan menatap lembaran kertasnya dengan tidak nafsu. Ia membolak-balik kertas itu, dan melipatnya menjadi pesawat. Ia hendak menerbangkannya, namun tatapan intimidasi dari Sasmita membuatnya urung.
'Mengerikan!' batinnya.
Berbeda dengan Daryan, Alvin malah terlihat sangat fokus dan teliti. Tak jauh beda dengan Riken yang juga sangat fokus dengan soalnya.
"Waktu tinggal dua puluh menit lagi. Yang sudah siap, silahkan kumpulkan dan boleh pergi ke kan—"
Belum sempat Sasmita menyelesaikan kalimatnya, seluruh siswa-siswi kelas Trash Ini langsung berhamburan ke depan kelas untuk mengumpulkan lembar jawaban mereka.
"Sudah ku duga..." ucapnya lesu.
Hanya tersisa tiga orang dikelas. Riken, Jeno, dan Alvin. Alvin dan Riken masih setia mengerjakan soal mereka. Sasmita pun tersenyum haru melihat muridnya yang tiba-tiba waras.
Sementara Jeno?
Iya hanya tidur tanpa mengerjakan satu soal pun.
"Sudah ku duga.." ucap sasmita lagi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BACK TO PAST
Teen Fiction" Waktu terus berjalan. Tapi kehadiranmu masih terasa walaupun tinggal kenangan. " -Ken Aswanda. " Mengenalmu adalah hal yang terburuk di dalam hidupku. Karnamu, aku jadi tau kalau kehilangan terasa sangat menyakitkan. " - Abdul Jaylani. " Hanya in...