Kantin kampus, ramai sekali hari ini.
“Lihat deh, meja sebelah.” Tita menyeruput jus mangganya dan menunjuk dengan kedua bola matanya.
Aku sedang fokus mengerjakan tugas, lalu kakiku ditendang oleh Mayang yang cekikikan. Aku melihat keatas dan menengok ke arah yang ditunjuk.
Para bad boy.
“Deketin satu bisalah ya.” Kata Dina yang sengaja memfotokan mereka.
“Jangan difoto, nanti mereka kesini.” Kata Alya yang mengambil hape Dina, dan kemudian menghapus fotonya.
Kantin kampus memang menjadi awal pertemuan aku dengan dia, mungkin menjadi pertemuan mereka yang jatuh cinta kemudian memilih untuk menjadi pasangan. Aku tidak memikirkan hal itu, karena aku benar-benar fokus dengan kuliahku ini. Aku tidak mau ada yang menghalangi antara kuliah dan diri aku sendiri. Aku pribadi yang tegas dan disiplin.
Aku tidak bercadar, walaupun sebenarnya aku ingin bercadar.
Aku kembali mengerjakan tugasku dan menyalahkan diriku sendiri, kemarin malam aku mendengarkan musik hingga tertidur, melupakan tugas ini. Padahal esok hari ujian untuk semester 5. Aku bingung sekali karena aku sulit untuk belajar. Untung sekali, aku tidak ada kelas dan aku bisa belajar sesuai seleraku di kantin ini. Kantin ini akan sepi mulai jam 1 hingga jam kampus tutup.
Kampusku memang terkenal dengan lulusan sastra terbaik, yaitu Vika Noer yang berhasil membuat novel bagus bahkan aku diam-diam mengagumi seorang Vika. Aku menyukai salah satu buku buatan dia yaitu “Senja”, aku penyuka senja dan selalu pulang kampus waktu senja walaupun tidak ada kelas setelah istirahat siang. Orang-orang menganggap aku pecinta kampus, karena tidak suka pulang ke kosan. Padahal aku memang menyukai waktu-waktu tertentu diluar kosan.
Aku suka naik motor, motor vespa. Aku yang memakai gamis ini harus mencari kendaraan yang nyaman dipakai. Aku pernah belajar mobil namun tidak lagi menyentuh mobil karena trauma saat SMA, aku pernah kecelakaan mobil saat itu sehingga mempengaruhi kakiku ini. Aku memiliki kaki yang miring sekarang, sebelah kanan. Aku sering lecet dengan kaki kananku ini, dan mempengaruhi caraku berjalan yang “agak” diseret.
“Aku ada kelas, sorry.” Mayang mengambil tasnya dan keluar dari kantin.
“Kita juga ada kelas sastra, duluan ya nad.” Aisyah, Dani, dan Alya menyusul Mayang.
“Aku duluan ya, mau tidur di kosan.” Tita yang pergi lalu pamit dengan salah satu bad boy yang memakai jaket kulit hitam, agak kurus.
Orang-orang lalu lalang pergi, kantin menjadi sepi.
Aku membaca novel senja, sambil mendengarkan musik, dan aku mengetahui para bad boy itu sedang melihatku layak serigala yang ingin memakan anak babi, kalau di dongengnya begitu. Aku tidak menghiraukannya, dan menikmati novel ini. Aku melingkari kata-kata yang berasal dari novel ini.
“Untuk kamu pecinta senja, maukah kamu membuka hatimu kepada seseorang? Aku tahu kamu menolaknya, karena kamu lebih mencintaiku dari siapapun. Tetapi, kamu membutuhkan seseorang untuk menikmati diriku ini, bersama. Lihat sekelilingmu, kamu akan menemukannya....”
“Brak!” Aku kaget dan melepas headsetku.
Laki-laki itu duduk didepanku, laki-laki yang agak kurus itu, dan mulai membuka buku belajarnya. Aku melihat sekelilingku, teman-temannya sudah menghilang meninggalkan aku berdua dengannya. Aku membaca sambil menutup wajahku, sesekali aku mengecek dia yang masih fokus dengan bacaannya. Aku mengintip sedikit, tangannya besar. Parfumnya terlalu menusuk hidungku. Rambutnya panjang seperti Elvis Presley, dan dia berkumis.
Aku mengecek buku bacaannya, dia anak sastra dan kenapa dia tidak masuk kelas. Percuma mereka selalu bolos pelajaran. Aku mulai ngedumel sendiri dan fokus melihatnya. Kemustahilan itu duduk di depanku. Aku tidak bisa berbicara, kemudian dia melihat ke arahku. Aku menutupi wajahku agar tidak ketahuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad boy vs Ukhti (Completed)
Fiksi RemajaKata siapa pertemanan antara bad boy dengan ukhti itu mustahil?