Setelah mendapat ceramah panjang dari Nadia, Alma dan Bima akhirnya membereskan semua peralatan yang berantakan di dapur. Mereka juga membereskan semua bahan yang berceceran.Nadia juga mengatakan akan membantu Bima membuat kue. Alma bersyukur bebas dari pekerjaan nya. Ia duduk di sofa yang tak jauh dari dapur dan ia juga bisa melihat apa yang dilakukan Bima dan Nadia.
Bima melakukan yang diperintahkan Nadia, mulai dari memasukkan bahan apa saja, berapa lama mengocok adonan. Seringkali Nadia terlihat kesal karena Bima ngotot dan tidak mengikuti perintahnya.
"Itu garam!" Nadia menepis tangan Bima yang memegang garam dan hendak memasukkan ke dalam adonan.
"Gula ini tuh," kukuh Bima.
"Cicip nih." Nadia menjejalkan sejumput garam di tangannya ke mulut Bima.
Bima menyengir. "Asin."
"Hehehe," beo Nadia.
"Buruan!"
Tak butuh waktu yang lama, setelah setengah jam kue sudah masuk ke dalam oven. Alma tak tahu pasti sudah berapa lama kue itu bersemedi di sana, karena dirinya yang sehabis sholat.
Waktu sudah menunjukkan pukul satu lebih empat puluh menit. Namun kedua orang itu masih sibuk menyiapkan cream untuk toping.
Alma mendekati mereka. "Akhirnya jadi juga."
"Nadia." Kata Nadia membanggakan diri.
"Bima juga," sahut Bima tak mau kalah.
"Terserah kalian."
"Btw, enak ni dicicipin." Tangan Alma hendak mengambil kue yang baru saja di keluarkan oleh Nadia, namun langsung ditepis oleh Bima.
"Buat Alina!" katanya memperingati.
"Elah, dikit doang."
"Beli."
Alma mencebik. "Nggak enak aja songong."
"Biarin, yang penting usaha."
Alma berlalu, ia juga sebenarnya tak ingin kue itu, hanya sedikit bermain-main dengan Bima.
Bima menghiasi kue dengan teliti. Tak ingin ada kesalahan lagi dalam kue nya. Dua puluh menit Bima menghias kue. Akhirnya kue itu selesai.
"Gue balik ya, jagain kuenya. Ntar abis ashar gue kesini lagi." Bima izin pada Nadia dan Alma, setelah itu dirinya pulang.
Jam menunjukkan pukul dua lebih tiga puluh menit. Alma dan Nadia membereskan bekas kue dan mencuci semua peralatan yang kotor.
"Gue pulang dulu ya, Nad," kata Alma tiba-tiba.
Nadia menoleh. "Ngapain pulang?" tanya Nadia khawatir.
"Gue udah lama nggak pulang. Gue mau ambil buku yang ketinggalan juga."
Nadia menatap Alma khawatir. Alma yang mengerti maksud tatapan Nadia pun tersenyum. "Gue baik-baik aja."
°~°~°~°
Rafly menatap Alina yang hanya diam sejak ia menjemputnya. Biasanya gadis itu akan bercerita dengan ceria tentang apa yang dilihatnya, tentang sarapan apa yang ia makan, tentang rumahnya, segalanya. Namun kali ini Alina hanya diam dan merespon seadanya setiap Rafly berbicara."Kamu kenapa sih? Dari tadi cemberut gitu? Nggak suka ya aku ajak jalan?" tanya Rafly pada akhirnya.
Alina menggeleng pelan. "Suka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Senja
Jugendliteratur"Gue nutupin perasaan yang ada karena gue takut gue bakal ditolak."-Alma zevanya "Gue selama ini mencintai orang yang salah karena dia nggak pernah bicara soal perasaannya." -Bima Ragatta Published 15 Juli 2019 Story by Anggita Dwi Ristanti