Pertanyaan
Apakah ada di Al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah itu sempurna tidak ada kekurangannya? Kalau tidak didapatkan disana nash, apakah orang Islam mempercayai bahwa Allah itu sempurna tidak ada kekurangannya?
Ringkasan Jawaban:
Kesimpulannya, bahwa kesempurnaan Allah Ta’ala telah ditunjukkan dalam Al-Qur’an dengan berbagai macam sisinya.
Teks Jawaban
Alhamdulillah
Pertama:
Umat Islam bersepakat (ijmak) keyakinan bahwa Allah Ta’ala mempunyai sifat sangat sempurna. Dan Dia terlepas dari semua kekurangan sedikitpun juga. Perkataan para ulama Islam mutawatir mensifati Allah Ta’ala dengan kesempurnaan mutlak. Diantara hal itu adalah perkataan SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah rahimahullah ta’ala, “Kesempurnaan merupakan ketetapan untuk Allah. Bahkan yang tetap untuk-Nya puncak dari kesempurnaan yang menyeluruh. Dimana adanya kesempurnaan yang tidak ada kekurangannya kecuali Dia yang tetap untuk Tuhan yang berhak untuk Dirinya yang Maha suci. Penetapaan hal itu mengharuskan meniadaakan kebalikannya. Sehingga menetapkan Maha Hidup mengharuskan meniadakan kematian. Dan menetapkan ilmu mengharuskan meniadakan ketidak tahuan. Dan menetapkan kemampuan mengharuskan meniadakn kelemahan. Bahwa kesempurnaan ini tetap bagi-Nya dari sisi dalil akal dan dalil keyakinan. Disertai dalil-dalil sam’I –maksudnya nash wahyu- akan hal itu.” (Majmu Fatawa, 6/71).
Beliau mengatakan, “Ijma’ telah ada bahwa Allah Ta’ala tidak disifati dengan selain sifat sempurna.” Selesai dari ‘Bayan Talbis Jahmiyah, (2/330). Beliau menambahi, “Yang memperjelas lagi masalah itu adalah bahwa orang Islam bersepakat membersihkan Allah dari aib dan kekurangan. Bahwa Dia mempunyai sifak sempurna. Akan tetapi terkadang masih diperselisihkan sebagain masalah. Apakah kekurangan dalam penetapannya atau dalam peniadaannya akan metode mengetahui akan hal itu.” (Minhaj Sunah Nabawiyah, 2/563).
Beliau juga mengatakan, “Dan diketahui bahwa telah ada ijmak tentang sucinya Allah dari sifat kurang mencakup kesucian dari semua kekurangan dari sifat perbuatan (fi’liyah) dan bukan perbuatan (non fi’liyah).” (Dar’u Ta’arud Aqli Wan Naql, 4/89).
Kemudian hal ini juga cakupan dari pemikiran yang bagus, bagaimana seseorang beribadah kepada Tuhan dengan tidak meyakini kesempurnaan secara mutlak. Atau berprasangka bahwa masih ada kekurangan ke Dzat-Nya. Atau sedikit dari sifat-Nya?
SyaikhulIslam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Kekurangan itu ditiadakan secara akal sebagaimana peniadaan secara sam’an (wahyu). Akal mengharuskan mensifati Subhana dengan sifat sempurna. Dan kekurangan itu kebalikan dari sifat sempurna.” (Syarh Asbahaniyah, no. 412).
Kemudian ia juga termasuk cakupan dari fitrah yang lurus yang tidak rusak. Dan tidak berubah dari asal penciptaannya. Sebagaimana Firman Allah ta’ala:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (سورة: الروم: 30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30)
Syaikhul islam rahimahullah mengatakan, “Penetapan dengan Pencipta dan kesempurnaan-Nya sesuai dengan fitrah secara langsung bagi orang yang selamat fitrahnya. Disertai hal itu dengan dalil-dalil yang banyak. Terkadang kebanyakan orang membutuhkan dalil ketika fitrahnya berubah dan kondisi yang menimpanya.” (Majmu Fatawa, 6/73).