Frezey's POV
Nah, kan. Apa yang Jezky dan aku khawatirkan benar. Carent menyangka aku dan Jezky bersama. Oh Tuhan, itu mimpi yang terlalu kejam untuk jadi nyata.
Aku lega Sam datang tepat waktu, Carent memandangi Sam dengan tatapan penasarannya. Hutan ini mendadak jadi sangat luas dengan hanya kami bertiga, diam tanpa kata.
"Aku bukan makanan, okay?" kata Sam memecahkan situasi canggung ini.
Carent menggeleng-gelengkan kepalanya, "Freze, apa kau tau seberapa besar resiko yang keluargamu ambil?"
Aku mendekati Carent, "Care, bisa aku bicara denganmu? Berdua saja?" Sam memandangku curiga
"Uhmm, baiklah.." sahut Carent lalu mengikutiku.***
"Aku tau kau terkejut.." kataku pada Carent, "tapi tolong, jangan pernah membahas ini dengan siapapun, okay?".
Carent menghela nafas, "tidak mungkin aku mencelakaimu Frezey, hanya saja.. coba pikirkan, resiko yang kalian tanggung, dan apa yang kalian dapatkan? Bukankah ini terlalu tidak sebanding? Maksudku memang sangat keren.. Tiba-tiba ada manusia seperti di film-film saja.."
"Yang aku tau, Sam manusia yang baik.." jawabku, "itulah kenapa aku mau menolongnya.. Dia hanya tersesat." Carent memandangku sambil mengernyitkan dahi, tak suka dengan argumenku.
"Terserah kau saja," ucapnya menyerah, "tapi aku akan tetap mengawasinya.. Kita belum benar benar tau manusia macam apa dia ini.." lanjutnya sambil melirik Sam, aku memutar bola mataku sambil mendegus.
"Iyaa iyaa.."
Kami bergegas kembali pada Sam, lalu beberapa detik kemudian memutuskan untuk pulang ke rumah masing masing. Betapa leganya sudah mengaku pada Carent, bisa bisa aku jadi gila jika harus main kucing-kucingan dengannya terus.Sesampainya dirumah, Mom dan Dad masih belum ada dirumah, kerja lembur lagi barangkali. Aku dan Sam segera masuk, Sam yang memang terlihat sangat kelelahan berjalan lurus ke kamar tanpa sepatah katapun. Tepat disaat itu, ponselku bergetar.
Hai Freze, jangan lupa ujian akan datang dalam 3 hari, aku sangat mengandalkanmu. Jangan sampai gugur.
-Alex
Kepalaku berkedut kedut saat diingatkan tentang itu. Baiklah, apa boleh buat? Aku tidak mau mengecewakan Alex, terlebih saat ini berkaitan dengan ayahnya, aku akan berhasil. Aku membalasnya dengan emoji jempolku lalu mematikan ponselku. Sudah dulu, aku perlu waktu untuk menenangkan diri.
***
Apa yang lebih menyeramkan daripada sebuah ujian penentuan? Aku sudah membulatkan tekad, dan aku tidak boleh gagal. Untuk Sam, juga untuk Alex. Sial, kenapa aku harus terjebak dalam situasi begini sih? Tadi tidak ada kata mundur, sudah terlanjur.
Sudah lewat 2 hari sejak pesan penyemangat Alex terkirim, itu artinya tinggal sehari lagi penentuan apakah aku tetap tinggal di VAMP, atau sebaliknya, melupakannya sama sekali. Aku pernah mendengar sebuah cerita mengenai ujian itu, dan apa dampaknya bagi para vampire. Mereka benar benar memuja VAMP, ujian ini layaknya ritual masuk mereka, mereka yang gagal, akan pulang dalam debu.
"Hey.." sapa Alex, datang tiba tiba entah dari mana, "apa kau gugup soal besok?"
"Tidak.." jawabku sekenaku, "sama sekali tidak"
Alex terkekeh, "aku harap juga begitu, itu hanya ujian kecil. Aku percaya kau sanggup melaluinya.." aku memandangnya, dan menemukannya tersenyum dengan cara yang aneh
"Kalau aku gagal, apa yang terjadi padamu?" kataku, "kau terlihat lebih gugup dari pada aku.."
Sejenak ekspresinya menengang, lalu rileks kembali, "itu berarti, aku kehilangan kredibilitasku dihadapan para dewan.." ia tersenyum getir, "kau tau apa artinya itu bagi vampire sepertimu?"
"Hmm.. penghinaan?" Ia memalingkan mukanya dariku
"Lebih dari itu.. Mungkin aku tidak akan dipercaya untuk proyek berikutnya." Ia memandangku lagi, "aku ada disini, berada dalam dewan sejajar dengan pureblood karena itu.."
Aku menghela nafas, "iya iya aku paham.." ia terkekeh sekali lagi
"Pokoknya fokus aja, aku percaya kau mampu.." dengan kalimat penyemangat itu ia berhambur pergi.
"Benar benar.." desisku
"Benar benar apa?" tanya Jezky yang entah kenapa tiba tiba muncul, "tadi itu Alex Campbell kan? Si ketua divisi penyerangan VAMP?"
Aku memutar bola mataku, "iya iya, si pangeran yang tau segalanya.. mau apa kau?"
"Chill, kau ini apa selalu seperti ini?" ia terkekeh, "aku hanya ingin tau, apa kau benar benar mengikuti ujian VAMP itu?"
"Iya, kenapa bertanya?"
Ia mengangkat bahunya acuh, "tidak apa-apa, hanya ingin tau.." secepat kilat ia pergi meninggalkan aku, apa apan dengan para cowok?
KAMU SEDANG MEMBACA
Vampire High School
VampireSaat takdir memaksamu menjadi sesuatu yang lain. Antara cinta, keluarga dan masa depan.