Gadis merah muda itu terhenyak seketika ketika mendengar ucapan pria yang akan menjadi suaminya sebentar lagi. Ia berpikir jika sang kekasih sedang bercanda, namun tak sedikit pun ketidakseriusan yang terlihat dari raut wajah maupun tatapan lelaki itu.
"Aduh. Kau sedang menjahiliku, nih?" tanya gadis itu dengan harapan mendapat seringaian jahil sebagai respon.
Namun realita tak sesuai dengan ekspektasi ketika sang kekasih menatap manik emerald-nya dan menggelengkan kepala.
"Maaf aku baru mengatakannya sekarang. Aku seharusnya memberitahumu sejak awal dan tak memulai hubungan denganmu," ucap lelaki berambut hitam itu dengan pelan. Rasa bersalah mulai menggerogoti benaknya.
Sakura mengalihkan pandangan darinya. Ia merasa marah pada lelaki itu, namun di saat yang sama ia juga tak bisa merasa marah mengingat lelaki itu telah memberikan begitu banyak kenyamanan.
Sebelumnya ia berpikir jika Sasuke adalah pria tradisional yang menahan diri hingga menikah sehingga tidak pernah mengajaknya melakukan hubungan intim sekalipun meski hal semacam itu cukup lazim belakangan ini.
Ia sendiri tak mempermasalahkan itu. Ia pikir toh hidup tak hanya melulu soal seks. Lagi pula ia juga bukan tipe wanita yang memiliki hasrat menggebu.
Namun kini ia mengerti mengapa lelaki itu tak melakukannya. Sasuke bukanlah orang yang tradisional, melainkan tak melakukannya karena memang tak bisa melakukannya tanpa merasa bersalah.
Sepanjang hidupnya, Sakura tak permah bersimpati pada lelaki yang mengidap HIV. Ia pikir, mereka pasti mengalami hal itu karena melakukan seks berganti-ganti pasangan atau karena menggunakan narkoba.
Memang ada berbagai cara penyebaran virus HIV. Misalnya saat menerima transfusi darah. Namun siapa yang tahu alasan yang sesungguhnya mengingat pria adalah mahluk yang mudah bergairah dan tak memiliki ekspektasi dari masyarakat untuk menjaga keperjakaan hingga menikah.
Dan kini, Sakura tak bisa percaya jika sesungguhnya ia hampir menikah dengan salah satu pria penderita HIV.
Di antara semua lelaki yang pernah dikenalnya, Sasuke adalah pria yang paling tidak pernah ia sangka akan mengidap AIDS.
Selama lebih dari dua tahun berpacaran, tak pernah sekalipun Sasuke mengajaknya berhubungan intim dalam bentuk apapun atau berciuman bibir. Bahkan menyentuh area pribadinya juga tidak pernah, membuat Sakura harus menahan diri karena ditertawai teman-temannya.
Baginya, Sasuke adalah sosok yang sempurna luar dan dalam. Lelaki itu memiliki paras rupawan dan kekayaan. Dan meski lelaki itu bukan orang paling ramah dan paling murah senyum yang pernah ia kenal, ia tahu jika lelaki itu adalah relawan di salah satu organisasi amal.
Ia pikir, barangkali ia adalah reinkarnasi orang suci di kehidupan lampau hingga ia begitu terberkati dalam hidupnya dengan memiliki lelaki itu sebagai kekasihnya.
Hingga Tuhan menghempaskannya begitu keras dari kesombongan dan menyadarkannya akan sebuah realita yang tak bisa ia terima.
Gadis merah muda itu mengangkat tangannya dan menampar pipi kekasihnya sekeras yang ia bisa hingga lelaki itu refleks memegang wajahnya yang memerah dan memar.
"Kenapa kau begitu kejam dengan menipuku selama dua tahun terakhir? Apa salahku hingga kau memperlakukanku begini?" Sakura berucap dengan suara meninggi dan membentak lelaki itu di akhir kalimat. Ia bahkan tak menghiraukan beberapa pengunjung taman yang seketika menoleh.
Tubuh Sakura bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak akibat kekecewaan dan kemarahan yang menyeruak hingga menampar lelaki itu keras-keras adalah reaksi naluriah baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Inopinatum Confessionem[✔]
Fanfiction(Three Shoot) Sakura tak pernah mengira jika sang calon suami adalah seorang pengidap HIV hingga lelaki itu mengaku padanya setelah melamarnya. Rasa marah, kecewa dan sedih membuatnya merasa ragu akan keputusannya untuk menikah dengan lelaki itu. Ak...