(5)

5.3K 386 16
                                    

"Arjuna!" Bentak gue cukup keras.

Arjuna gila atau bego sih? Gimana bisa dia setuju balikan sama perempuan modelan Dewi? Dewi itu selingkuh disaat dia sakit, Dewi selingkuh dan ninggalin dia gitu aja, susah payah Juna berusaha untuk bangkit dan move on tapi begitu ni anak ngajak balikan, Jun langsung mau, wah beneran gila.

"Aku tahu kalau pilihan aku sekarang pasti bakalan ngecewain Kakak tapi aku nggak bisa bohong, aku rasa masih ada kesempatan untuk hubungan aku sama Dewi." Lanjut Juna masih mencoba meyakinkan gue.

Gue masih menganga mendengarkan pembelajaan Juna tapi beberapa menit setelahnya, gue memaksa keras untuk segera sadar, apapun jawaban gue udah nggak berguna, udah kejadian juga, Juna udah milih Dewi lagi.

"Kamu udah balikan? Udah jadian lagikan? Yaudah, ngapain kamu capek-capek ngasih penjelasan sama Kakak toh kamu udah mutusin sendiri, kalau memang itu yang kamu rasa baik, ya terserah." Gue cuma bisa ngasih jawaban kaya gini, ya lain gue bisa ngomong apa? 

Susah payah Juna berjuang, gue liat dengan mata kepala gue sendiri gimana susahnya Jun untuk bangkit setelah ditinggal Dewi gitu aja dan sekarang dia ngasih tahu gue kalau dia udah balikan, gue nggak berani berkomentar banyak.

Gue pikir, gue udah sangat kenal dan tahu Jun itu gimana tapi ternyata gue salah, gue nggak pernah nyangka kalau Juna bakalan bertindak sebodoh ini, andai gue tahu sebelum dia balikan, gue jamin gue bakalan nimpuk kepala Juna kalau seandainya dia setuju tapi sekarang udah percuma.

"Kak! Aku tahu Kakak kecewa tapi jangan ngomong kaya gitu." Apa Juna lagi ngerengekkah sama gue?

"Memangnya Kakak ngomong apa? Kecewa atau enggak itu juga bukan masalah untuk kamu, apa pentingnya pendapat Kakak sekarang?" Nggak ada lagi gue rasa, pendapat gue nggak akan merubah apapun, semuanya udah terserah sama Jun.

"Pendapat Kakak itu penting, aku tahu Kakak mau yang terbaik untuk aku tapi selagi aku belum bisa ngelepasin Dewi sepenuhnya, selama itu juga aku nggak akan pernah bisa beneran move on, kalau memang pilihan aku sekarang itu salah, biarin aku kecewa sekali lagi." Hah? Gue bahkan semakin menatap Jun nggak ngerti.

"Biarin aku kecewa sekali lagi dan bangkit tanpa ada penyesalan sedikitpun, sampai beneran udah nggak tersisa perasaan apapun." Jun bahkan menggenggam tangan gue sekarang, apa Juna serius sama ucapannya? Kenapa mau balikan kalau mikir masih ada kemungkinan untuk terluka sekali lagi?

"Kakak masuk dulu." Gue nggak punya apapun untuk dibahas sama Jun sekarang, kalau Jun mikir gue kecewa, itu memang kenyataannya.

Masuk ke rumah dan langsung berjalan menaiki tangga masuk ke kemar, gue bahkan cuma nyalim sama Mama dan nggak banyak ngomong lagi, pemikiran gue sendiri rada nggak beres, kejutan yang gue terima hari ini beneran luar biasa.

Apa gue terlalu egois dengan bersikap kaya gini sama Juna? Apa gue punya hak? Tapi dari segi manapun gue pikir, gue tetap ngerasa kalau pilihan Jun itu salah, untuk apa balikan kalau memang nggak yakin bakalan berhasil? Bukannya itu nyari penyakit dengan cara disengaja.

Dewi juga, mimpi apa sampai berani ngajak Juna balikan? Dia punya niat apalagi sekarang? Gue sama sekali nggak bisa yakin dengan apa yang ada dalam hati Dewi, gimana bisa seseorang yang udah selingkuh dan ninggalin gitu aja datang lagi tanpa rasa bersalah sama sekali? Kalau gue jadi Dewi, gue akan malu dan merasa bersalah seumur hidup.

Lagian, apa bisa seseorang berubah semudah itu? Selingkuh itu udah berbentuk sifat, dulu dia bisa ninggalin Jun seenaknya, gimana kalau kedepannya dia ngelakuin hal yang sama, nasib Juna gimana? Gue nggak mau Arjuna kecewa sekali lagi, itu yang gue khawatirkan.

"Rana, turun dulu sayang, ada Zian dibawah." Ucap Mama membuka sedikit pintu kamar gue, gue mengangguk pelan dan dengan cepat keluar dari kamar untuk nemuin Mas Zian, gue udah nggak ketemu sama Mas Zian hampir 3 hari lebih dan sekarang Mas Zian dateng di waktu yang tepat banget, pikiran gue lagi kacau.

"Kamu kenapa kusut kaya gitu? Bukannya tadi keluar sama temen-temen kamu? Harusnya muka kamu itu happy bukannya malah suram begini." Ucap Mas Zian yang memang udah duduk disofa ruang tamu sekarang.

"Harusnya gitukan Mas? Harusnya aku happy tapi kenyataannya malah enggak." Balas gue duduk disofa seberangnya.

"Kenapa? Ada masalah?" Gue mengangguk crpat, Mas Zian siap mendengarkan juga, kayanya gue harus cerita sama Mas Zian tentang Juna yang udah balikan sama Dewi, gue yakin reaksi Mas Zian juga bakalan sama kaya gue.

"Mas tahu apa, mas Juna balikan sama Dewi, mantannya itu, aneh nggak? Anehkan." Jelas gue masih nggak percaya, awalnya gue pikir Mas Zian bakalan bereaksi sama kaya gue tapi nyatanya gue salah besar, Mas Zian terlalu santai.

"Terus masalahnya apa? Kalau memang mereka mau balikan ya itu artinya dia udah bisa move on dari masa lalu mereka, mau buka lembaran baru mungkin." Dan ini adalah tanggapan Mas Zian, Mas Zian serius? Kenapa kaya nggak ada rasa khawatirnya sama sekali?

"Mas malah nanya masalahnya apa? Mas sama sekali nggak khawatir kalau Jun bakalan sakit hati lagi? Mas masih ingetkan gimana keadaan Juna dulu, Mas nggak kasian?" Gue perjelas malah sekarang, gue mungkin nggak akan keberatan kalau Arjuna pacaran sama orang lain, bagus malah tapi bukan sama Dewi, itu bukannya move on tapi jatuh ke lubang yang sama.

"Ran, Juna udah dewasa, dia bukan anak kecil lagi, Arjuna udah tahu mana yang baik dan mana yang nggak baik untuk dirinya sendiri, kalau memang balikan sama Dewi adalah pilihan yang baik menurut dia, yaudah biarin mereka jalanin, jangan terlalu ikut campur sama hubungan orang lain." Mas Zian bahkan berpindah duduk disebelah gue sekarang.

Orang lain? Orang lain yang Mas Zian maksud sekarang siapa? Arjuna? Apa Juna adalah orang lain bagi gue? Jelas enggak, nggak pernah sekalipun gue pikir kalau Jun adalah orang lain, gue mungkin marah dan kecewa dengan keputusan Juna sekarang tapi gue nggak pernah mikir kalau Arjuna adalah orang lain, dia penting untuk gue.

"Bagi aku, Arjuna bukan orang lain Mas." Jawab gue serius, tatapan gue sekarang bahkan nggak berkedip dari Mas Zian.

"Terus Arjun siapa bagi kamu? Adik Ipar? Tetap aja dia orang lain, setelah menikah nanti, kamu cuma perlu fokus mengurusi Mas, bukan malah mengurusi adik-adik Mas." Mas Zian bahkan ikut menegaskan pemikirannya.

"Nggak gitu juga maksud aku tapi kenapa Mas malah ngomong kaya gitu? Keluarga Mas itu artinya keluarga aku juga, apa setelah menikah aku cuma perlu sayang sama Mas? Aku juga harus sayang sama keluarga Maskan?" Ini yang seharusnya gue lakuin, gue menikah bukan cuma sama Mas Zian tapi sama keluarganya juga.

"Kamu nggak harus ngelakuin itu." Hah?

"Maksudnya gimana?" Gue nggak ngerti.

"Ya kamu cuma perlu peduli sama Mas, sayang sama Mas, cuma sama Mas, bukan sama yang lain, apanya yang kamu nggak paham?" Tangan Mas Zian bahkan mencoba memgusap kepala gue sekarang.

"Kalau memang itu yang Mas pikirin, apa setelah menikah Mas cuma akan sayang sama aku? Gimana sama Mama? Apa Mama bukan keluarga Mas bahkan setelah kita menikah nanti?" Apa gitu yang Mas Zian pikirin.

"Maksud Mas bukan sepenuhnya begitu, setelah menikah, kita akan hidup mandiri, jauh dari orang tua jadi masalah kecil kaya gini, nggak harus kamu pikirin." Jelas Mas Zian yang semakin membuat gue kesal.

"Hidup mandiri? Bukannya kita udah sepakat setelah menikah, kita akan tinggal bareng Mama?" Mama cuma punya aku dan Mas Zian tahu pasti keadaan Mama gimana, Mama kurang sehat dan penyakitnya bisa kambuh kapan aja, kenapa Mas Zian jadi makin egois sekarang?

"Mas cuma mau hidup berdua sama kamu, soal Mama, Mas akan cari orang untuk nemenin Mama, kita juga bisa sering-sering dateng jengukin ja_"

"Stop! Nggak usah Mas terusin, lama-lama Mas makin nggak jelas ya." Gue bangkit dari duduk gue dan balik masuk ke kamar, nggak ketemu beberapa hari tapi sekalinya ketemu malah ngajak ribut, pulang sana.

My Little HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang