▬▬▬ "Bro, kenapa diam terus dari tadi?" Taehyung menyikut lengan Jimin, baru bisa mengeraskan suara setelah Guru Ahn keluar kelas. "Selama nenek sihir menjelaskan materi, kamu cuma melamun dengan wajah pucat. Lapar?"
Nenek sihir.
Taehyung memang tidak menyukai Guru Ahn, pengajar matematika yang suka bicara menggunakan dialek. Selain karena kuno dan kaku, Guru Ahn yang hobi memakai setelan berwarna kelabu itu juga sangat kejam kalau memberi pekerjaan rumah. Kadang bahkan mengadakan kuis secara mendadak. Si Pemuda Kim jadi pusing sendiri.
Namun kemudian, dia ingat bahwa Jimin termasuk salah satu siswa jagoan di bidang hitung-hitungan dan punya hobi mainan angka. Siapapun gurunya, Jimin tetap santai. Ia selalu memperoleh nilai tinggi tanpa kesulitan berarti.
Jadi, aneh sekali kala melihat Si Park tampak tidak tertarik dan malas menyimak. Hari ini sorot matanya selalu mengarah ke luar. Menaruh atensi pada pemandangan di luar jendela lantai tiga; lapangan rumput luas, pepohonan rimbun yang berdiri kokoh mengelilingi sekolah, toko-toko kelontong di luar gerbang, dan hamparan langit biru yang kosong.
Jimin menoleh lambat, menopang rahang dengan satu tangan. "Tidak kok. Aku sempat makan sedikit sebelum bel bunyi."
"Ah, iya juga. Coba saja Si Cupu itu tidak mengotori sepatu Jeon, kita pasti bisa makan siang dengan bahagia."
"Dia tidak sengaja."
"Sengaja atau tidak, salah tetap salah," sahut Taehyung, lalu jarinya menuding ke bangku di belakang Jimin, "kata 'Si Pentolan Sekolah' Jeon Jungkook yang sedang tertidur pulas."
Jimin mengulas senyum miring. Begitu membalik badan, ditepuknya bahu Jungkook berkali-kali seraya terkekeh. "Jeon, bangun. Kelas berikutnya di laboratorium."
Bukan terbangun, yang dipanggil malah mengerang lantas mengacungkan jari tengah. "Pergi."
Merotasikan bola mata, Jimin bangkit dan mengambil satu buku cetak dari loker. "Tae, kamu urus dia deh. Aku duluan."
"Duduk di belakang, ya? Sisakan tempat untukku."
Kemudian Taehyung mengguncang tubuh Jungkook seraya mengitari pandangan ke penjuru kelas. Begitu menemukan yang dia cari, pemuda itu mengambil pulpen dan melemparnya... ctak! Tepat sasaran.
"Kamu. Sini sebentar."
Berhenti di samping meja guru, Jimin memutar tubuh dan mengangkat alis. Ia mengawasi lebih dulu apa yang akan dilakukan oleh temannya itu. Melempar pulpen, memerintah, kemudian...
Ah, tentu saja. Bahu Jimin terangkat. Sudah jelas.
Do Kyungsoo, siswa paling pendiam di kelas atau mungkin seantero sekolah, hanya menatap dingin namun tetap menghampiri Taehyung tanpa ragu. Kalau diminta jujur, tentu saja Jimin salut padanya. Kendati tidak melawan, Kyungsoo juga tak terlihat gentar. Tampangnya begitu-begitu saja dari dulu; datar, tapi punya sorot mata yang mengintimidasi. Tipe laki-laki tak banyak bicara dan lebih suka mengandalkan otak daripada otot. Dia bahkan menatap lurus pada netra Taehyung, terang-terangan mendengus dan berujar datar.
"Apa?"
"Wah, aku senang kamu tanggap," cengiran kotak Taehyung menghiasi wajah. "Bawakan bukuku, dong! Hm... dan buku Jungkook juga."
"Kamu tidak punya tangan?"
"Kamu tidak lihat Jungkook sedang tidur?"
"Apa itu masalah?"
"Jelas. Aku harus menyeret bocah ini ke kelas, Jenius," Taehyung merotasikan bola mata. "Sudah, cepat bawakan."
Tetapi di luar dugaan, Kyungsoo hanya menggeleng tak habis pikir. "Siapa kamu? Pengasuhnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SELCOUTH
FanfictionSebuah rumor beredar di sekolah; dia yang lama menghilang, telah kembali. Bukan hanya membawa kunci atas pertanyaan yang tak terjawab, tetapi juga mimpi buruk bagi mereka yang tengah bersembunyi.