PROLOG

13 0 0
                                    


"Terima kasih."

Pintu ditutup.

Sua membuka dengan hati-hati bungkus es krim coklat kesukaannya, ibarat kaos kaki yang punya pasangan, sama juga dengan musim panas yang berpasangan dengan es krim coklat. Surga dunia. Satu gigitan es krim mampu melelehkan rasa panas dari ujung kaki hingga ujung kepala. Sua mengangguk-angguk tanda setuju pada batinnya sendiri.

"Yeoksi, es krim coklat adalah yang terbaik."

Hampir saja kepalanya terbentur tiang lampu di pinggir jalan karena terlalu asik memakan es krim. Ponsel Sua tiba-tiba bergetar, dia merogoh saku jas sekolah. Oh, ada satu pesan masuk dari sahabat baiknya.

"Kau dimana? Jangan-jangan Ha Na ingin ke rumahku?"

Kaki-kaki Sua berhenti tepat di pinggir jalan, menunggu lampu lalu lintas berubah merah. Mari menghitung bersama Hwang Sua, hitungan mundur mulai dari sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu!

"Huh, hanya aku yang menyeberang jalan?" Sua menoleh ke belakang dan tidak mendapati seorangpun hendak menyeberang jalan.

Oke, sendiri juga tidak masalah. Sejak kapan dia punya pasangan? Harusnya Sua sudah terlatih dengan 'kemandirian' seperti ini. Pandangannya mengarah ke bawah, ada hal bodoh lain yang sering ia lakukan. Apalagi kalau bukan menghitung jumlah garis zebra cross?

"Delapan, sembilan, sep-"

BRAKKK!!

Terdengar suara benturan yang sangat keras hingga seluruh orang di sekitar menoleh bersamaan. Beberapa dari mereka berlarian menuju tengah jalan.

"Agassi, sadarlah!"

Pemandangan langit musim panas yang biru begitu jelas di mata Sua, tatapannya mulai kosong. Tubuhnya tergeletak di atas aspal panas beralaskan darahnya sendiri. Orang-orang di sekitar mulai panik, beberapa memanggil ambulance, yang lain mencoba membuat Sua tetap hidup dengan pertolongan pertama.

Tapi takdir berkehendak lain.

Hwang Sua dinyatakan meninggal pada tanggal 23 Juli 2019 pukul 17.09 waktu setempat.

Penyebabnya adalah kecelakaan.

***

"Oi, bangun kau pemalas!"

"Huh?"

Sua memincingkan mata, dia mengangkat tangan kanan lalu menggerakkannya. Normal. Ganti tangan kiri, sama-sama normal. Tapi kenapa orang-orang sekitar masih panik melihatnya, bukankah apa yang ia lakukan barusan adalah pertanda tubuh Sua baik-baik saja?

"Kau masih belum mau bangun?"

Tiba-tiba ada wajah seseorang tepat di atasnya.

"Astaga!"

Dia langsung terduduk, lalu membersihkan seragam sekolahnya.

"Sekarang berdiri, aku akan segera mengantarmu."

"Tapi saya baik-baik saja, bahkan saya tidak mendapat luka kecil. Anda tidak perlu mengantar saya ke rumah sakit."

"Apa maksudmu? Kita tidak akan ke rumah sakit."

"Lalu kemana?"

"Ke alam baka."

"Apa?! Apa maksud Anda?"

"Kau tidak melihat tubuhmu sendiri, huh?"

Saat Sua bangkit dia menutup mulutnya sendiri. Mencoba menekan teriakan yang mungkin bisa lolos kapan saja. Benar saja.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 30, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

14 DAYSWhere stories live. Discover now