Saat ini sudah lewat tengah malam, namun lampu ruang operasi masih saja menyala, begitupun dengan lampu tanda operasi berlangsung. Sekitar pukul satu dini hari lampu tanda operasi berlangsung pun padam, yang berarti bahwa operasi telah selesai dilakukan. Tak lama kemudian keluarlah dokter yang bertanggungjawab atas operasi malam itu.
"Bagaimana dok? Apakah anak saya bisa selamat?" tanya sang orangtua dari pasien tersebut.
"Syukurlah operasi berjalan lancar, tapi kita masih harus memantau perkembangan pasca operasi. Setelah ini pasien akan dipindahkan ke ruang HCU, Lamanya pasien berada diruang HCU tergantung dengan tingkat perkembangan pasien setelah operasi, jika perkembangan serta hasil laboratoriumnya baik dan kondisi pasien stabil maka akan dipindahkan ke ruang rawat inap biasa." Ujar dokter Syaiful, dokter utama dalam operasi kali ini.
"Terimakasih dokter, terimakasih banyak."
"Kalau gitu saya permisi."
Setelah memberikan penjelasan singkat pada keluarga pasien, dokter Syaiful beralih ke para juniornya, dokter residen yang akan mengikuti jejaknya dalam beberapa tahun kemudian. Ia memanggil salah satu dari mereka untuk memberikan instruksi hal-hal yang perlu dilakukan.
"Agha, habis ini sebelum ke HCU kamu mampir ke radiologi dulu untuk foto control, laporkan kepada saya."
"Siap dok."
Setelah dokter Syaiful pergi, Agha bersama dengan dua orang perawat mendorong pasien tersebut menuju ruang radiologi untuk melakukan foto control. Setelah membuat permintaan foto, Agha menuju loket radiologi untuk melakukan pendaftaran.
"Sebentar ya dok, saya bangunkan radiografernya dulu." Ujar Mas Adi. Tak lama kemudian munculah sesosok gadis yang tampak asing bagi Agha.
"Mau foto apa?" tanyanya.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah empat pagi, Agha baru kembali ke ruang jaga Residen Bedah. Didalam ternyata ada Reza temannya yang juga seorang residen bedah orthopedi.
"Baru kelar operasi?" tanya Reza.
Sambil mengganti bajunya Agha bercerita tentang operasi darurat yang baru saja ia lakukan.
"Mau kemana? Pulang?"
"Pulang jam segini percuma cuy. Mau keatap, ngudud, ikutkah?"
Reza tak menjawabnya, ia hanya memberikan isyarat mengusir sambil matanya terfokus ke buku kasusnya. Mengetahui kalau temannya sedang tidak bisa diganggu, akhirnya Agha keatap seorang diri. Suasana diatap begitu sunyi dan sepi, matahari masih malu-malu untuk muncul dari persembunyiannya. Agha mengambil rokok dan koreknya, saat hendak menyalakan rokok yang sudah terselip diantara kedua bibirnya ia terkejut oleh suara seseorang.
"Hei dok! Dilarang merokok! Ini masih kawasan rumah sakit!"
***
"Mas aku keluar sebentar, kalau ada apa-apa telepon atau ga bangunin mas-mas ya."
Kayla pergi menuju atap, salah satu tempat persembunyian favoritnya disaat penat melanda. Ia naik ke talang penampungan air, lalu duduk sembari menikmati angin pagi yang masih terbebas dari segala polusi. Ia termenung memikirkan telepon dari adiknya tadi, untuk kesekian kalinya abangnya kembali dalam kondisi mabuk.
"Ya Tuhan, kapan abang bisa sadar? Kumohon lindungi adikku serta ibuku dimanapun ia bekerja." Gumam Kayla sembari berdoa.
Ceklek... Suara bunyi pintu terbuka, seseorang datang keatas atap, sosok tersebut tampak tidak asing bagi Kayla.
"Hmm? Itu residen ortho tadi kan ya?" gumam Kayla.
"Hei dok! Dilarang merokok! Ini masih kawasan rumah sakit!" seru Kayla ketika melihat rokok dan korek keluar dari saku dokter itu. Dokter itu tampak terkejut, lalu celingak-celinguk mencari keberadaan Kayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
X-pecial
Romance-Prolog- Raghavendra Pranata (Agha) adalah salah satu dokter yang sedang menjalani pendidikan spesialis, ia mengambil spesialis bedah orthopedi, dimana ia berfokus untuk menangani cedera dan penyakit pada sistem musculoskeletal tubuh, mencangkup tul...