Teman-Teman Baru

20 0 0
                                    

"Masih jauhkah?" tanyaku sambil terus berjalan di belakang Arkan.

"Tidak, di depan sana ada perempatan, nah disitulah teman-temanku berada."

Aku mengembuskan nafasku pelan. Sudah hampir sepuluh menit kami berjalan keluar masuk dari gang satu ke gang yang lain.  Aku masih saja terpikirkan oleh ucapan nenek.

"Sut, itu teman-temanku," ucapan Arkan berhasil membuyarkan pikiranku tentang Nenek. Arkan mengangkat jarinya dan menunjuk ke arah seberang jalan. Arah pandanganku pun mengikutinya.

Di seberang sana. Tepatnya di trotoar besar di tengah jalan raya, terlihat beberapa anak yang mungkin usianya masih sepantaran dengan kami, dan bahkan ada yang lebih kecil lagi sedang duduk berkumpul. Sepertinya mereka sedang istirahat. Sedangkan kami masih berdiri di sini, menunggu lampu lalu lintas itu berubah menjadi merah agar kami bisa menyebrangi jalan besar di hadapan kami ini yang tengah sibuk melayani para pengendara. Cukup lama ternyata menunggu lampu itu berubah menjadi merah. Yaa memang begitu sepertinya. Waktu memang akan terasa lebih lama ketika kita menantikannya. Tetapi waktu bisa berlalu begitu cepat ketika kita mengabaikannya. Haha, yaa begitulah waktu, salah satu anugerah terbesar dari Allah yang sering diabaikan manusia. Maafkan kami ya Allah.

Tak terasa, lampu pun sudah berubah menjadi merah. Kami mulai menyebrangi jalan yang cukup luas ini melewati zebra cross.  Aku mengekor di belakang Arkan.

Sampailah kami di tempat yang kami tuju. Arkan terlihat sangat akrab dengan mereka. Lihat saja, mereka langsung menyambut Arkan dengan mengangkat tangan untuk ber "tos" dengan Arkan. Bukan hanya Arkan, mereka juga melakukan itu padaku.

Mereka sangat ramah

Tak terasa seulas senyum tersungging di bibirku.

"Arkan, siapa dia?" tanya seorang gadis berambut pirang yang dikuncir satu. Rambutnya pirang kemerahan. Mungkin efek dari sering berpanas-panasan. Wajahnya kusam, namun tetap terlihat manis dengan senyum yang selalu mengembang sejak kami hadir tadi.

"Oh, kenalkan ini temanku. Namanya Sutia. Dia sedang butuh uang hari ini. Maukah kalian membantunya?"

"Bantuan seperti apa yang bisa kami bantu?" kali ini seorang anak laki-laki yang menyahut. Kulitnya gelap dan rambutnya sedikit berantakan.

"Bolehkah aku ikut mengamen? Untuk hari inii saja. Aku sedang butuh uang untuk membeli beras," kali ini aku yang menjawab. Mereka saling melihat satu sama lain. Mata dan kepala mereka sesekali bergerak mengisyaratkan sesuatu.

"Baiklah. Kau boleh ikut, kak," kini seorang gadis berambut hitam yang menjawab dengan diiringi senyum. Wajahnya sangat cantik, dan hanya dia yang terlihat seperti lebih ter'urus' dibandingkan yang lain. Aku jadi heran kenapa dia mau ikut berpanas-panasan seperti ini.

"Oh iya, perkenalkan namaku Rina. Ini Reno kakakku," gadis berambut pirang tadi mengulurkan tangannya.

"Aku Sutia," ucapku dengan senyum yang tak kalah mengembang. Aku menyambut uluran tangan mereka. Jadi namanya Rina. Oh iya, Rina juga mengenalkan kakaknya. Aku baru sadar, ternyata ada satu orang lagi yang belum mengeluarkan suaranya dari tadi. Ya dia adalah Reno. Laki-laki berpostur tinggi dengan rambut pirang namun lebih hitam daripada adiknya.

"Wajah kalian sangat mirip. Kalian kembar ya?" ucapku spontan ketika menyadari hal itu. Rina dan Reno tertawa. Mereka mengangguk dengan cepat.

"Hanya beda tiga menit saja," jelas Reno. Aku mengangguk mengiyakan.

"Perkenalkan, namaku Deri," kini giliran laki-laki berkulit gelap tadi yang mengulurkan tangannya padaku. Aku langsung menyambut uluran tangannya, "Sutia," ucapku memperkenalkan diri kembali.

Kayuhan PedalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang