VILA BOGOR 1

4.9K 113 0
                                    

Weekend Pak Robi mengajak kami semua rekan kerja yang dipindah tugaskan ke Bandung, segera mengajak kami berlibur dua hari menginap di salah satu Villa pribadi bapak.

Sebelum hari Senin tiba dan kami harus kembali dengan segudang kegiatan di kantor lagi.

Kebetulan aku semobil dengan beliau karena mobilku di pakai Theo membawa rekan - rekan yang lain.

Pak Robi duduk didepan di samping sopir pribadinya Pak Wagino. Sedangkan aku duduk tepat dibelakang bapak.

Mereka tampak asyik bercanda ria didalam mobil karena kebetulan aku bersama rombongan Pak Syamsul dan Bu Vita beserta rekan Bapak dari kantor cabang bernama Ibu Lilis.

Menatap tajam ke arah Bapak meskipun tak banyak yang bisa aku lakukan didalam mobil ini.

"Mbak Liana sakit.. dari tadi diam saja." Tegur Bu Vita menepuk pundakku.

"Eh tidak Bu, mungkin agak sedikit kecapaian saja." Jawabku singkat membuyarkan lamunanku.

"Nah kebetulan kita sedang berlibur bisa buat istirahat di Villa seandainya tidak ikut bergabung dengan rekan - rekan untuk berlibur di kawasan Puncak juga tidak apa - apa nanti bisa istirahat saja di Villa, disana banyak yang berolahraga seperti joging atau sepedaan loh mbak. Biar besok Senin disaat masuk kerja badannya fresh."

"Oh baik Ibu, terimakasih atas perhatiannya." Jawabku datar.

Sesampai di Puncak Villa Bogor waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB.

Disana sudah siapkan menu makan malam oleh beberapa penjaga Villa. Kami segera menyantap makan malam dengan penuh keceriaan. Tepat di hadapanku ku duduk berseberang dengan Pak Robi.

Masih sama seperti biasa, Pak Robi tampak dingin dan terlalu kaku berhadapan denganku. Namun tidak dengan rekan kerja lainnya. Mencoba untuk memberikan senyuman manis ke beliau tetap saja disambutnya dengan datar.

"Lihat nanti Pak, kalau saya sudah berikan ramuan ini. Bapak tidak akan bersikap dingin lagi ke saya." Ucapku dalam hati.

Selesai makan malam kami semua memilih untuk membersihkan diri dan beristirahat , memang cukup melelahkan baru tiba dari Bandung lanjut ke Puncak Bogor tanpa istirahat yang cukup, membuat badanku terasa letih.

Pagi menjelang dengan semilir angin bertiup lembut dingin menyentuh tubuhku, aku segera terbangun menyaksikan ke empat rekan wanitaku masih tertidur pulas. Tak terasa sudah jam 06.00 pagi, segera ku menuju dapur melihat sarapan pagi sudah tersedia atau belum.

Aku mencoba mencari bahan makanan yang ada di dapur, mencoba berbagai macam untuk mengolah bahan makanan, karena ku lihat tak ada sarapan yang tersaji di meja makan.

"Ya sudahlah masak nasi goreng saja cukup untuk mereka semua." Gumamku.

Segera ku racik dan memulai memasak tanpa menyadari ternyata Bapak Robi telah terbangun, dan menuju dapur.

"Kamu jago masak ya ternyata, harumnya sampai depan." Sapa Pak Robi kepadaku.

Ya ampun, ini pertama kalinya Pak Robi mengajakku berbicara. Dan pertama kalinya dia memuji hobiku yang suka masak.

"Eh Bapak sudah bangun, dari mana memangnya tadi pak." Balasku gugup.

"Saya habis sepedaan tadi , saya sudah bangun dari subuh tadi. Baru parkirkan sepeda, saya kira si Mbok yang masak ternyata kamu yang masak. Tidak menyangka saya."

"Wah pantas tubuh Bapak masih segar bugar seperti usia 30an pak, padahal yang umur muda saja jarang bangun pagi dan berolahraga ya pak. Dan kebetulan masak hobi saya pak. Jadi saya tidak keberatan memasak untuk yang lainnya."

"Mirip si Della anak saya, maka dari itu saya kuliahkan menjadi Cheff biar bisa bantu Uminya mengurus restoran."

"Wah bagus itu pak, hobinya tersalurkan."

"Ya sudah saya mandi dulu ya, jika mau joging atau sepedaan bisa pakai sepeda saya saja masih segar udaranya tapi jangan lupa pakai jaket ya dingin soalnya."

Pak Robi berlalu ada getaran dahsyat yang aku rasakan, sudah tidak sabar aku menaruh ramuan pelet ke makanannya atau minumannya ini.

Tapi dengan posisi ramai seperti ini, membuatku enggan melakukannya. Menunggu waktu yang tepat agar sesuai dengan rencana.


.................


PELETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang