Terdengar alunan musik Kahitna di belakang. Dua sahabat dari jaman filem lupus dan sepatu roda itu bersendau-gurau setelah sekian belas tahun tidak ketemu.
Maudy membuka obrolan, "Kamu beruntung. Lihat dirimu. Sepatumu red sole, mobilmu Alphard, rumahmu di Taman Menteng -- komplek yang enggak perlu pager itu. Aku iri. Untung kamu temen deketku. Coba kita musuh, udah aku nyinyirin itu IGmu."
Lona menyeruput kopi hitam, dengan santainya ia bertanya, "Bagaimana denganmu?"
Maudy tertunduk malu, lalu tertawa geli, "Ya begini-begini aja. Jaman sekarang kalau enggak kerja dua-duanya mana cukup. Anakku dua, yg besar masuk SMP, yang kecil masih TK. Aku mau kejer mereka buat masuk negeri. Enggak mampu kami kalau masuk swasta."
Lona mengejar, "Yang besar Ana ya namanya? Aku kangen. Aku lihat dia jago main piano. Berbakat ya dia?"
Maudy tersenyum sebentar lalu senyumnya pudar, "Sebenernya iya. Cuma orang tuanya enggak mampu ngebayarin dia les. Enggak kaya kamu, dengan karier mentereng, kamu pasti bisa ngelesin anakmu nanti. Ngelesin musik mah receh."
Lona nampak kesal, lalu mengalihkan topik pembicaraan ke makanan, "Aku suka dimsum ini, tapi harus ingat-ingat betul kalori. Beda jaman SMA, makan batagor dua porsi aja enggak masalah."
Maudy menyeletuk, "Kamu mah tenang. Itu tinggal ke beauty clinic, ngeym, sama sewa jasa ahli gizi buat ngurusin makananmu, semuanya bakal beres. Jaman sekarang, asal ada uang, semua bisa diatur."
Lona nampak gusar, "Gimana kalau kita bertukar hidup. Kamu wanita karier yang single dan sehari-hari tenggelam dalam pekerjaan, lalu pulang tidur, esoknya begitu lagi. Dan aku mengambil posisimu menjadi ibu yang ketika lelah bekerja, pulang ada anak yang menunggu dan suami yang mau mendengarkan masalahmu. Mau kita tukaran? I paid my career with my personal life! Asal tahu saja."
Maudy tunduk diam, tak berani melanjutkan obrolan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitesize - Your Literary Snacks On The Go
General FictionBerisi kumpulan cerita-cerita pendek tentang kehidupan manusia dalam keseharian.