Matahari menyelinap dari sela-sela tirai, hangat sinarnya menyadarkanku dari mimpiku. Perlahan ku buka mataku, kulihat Vera terlelap dalam pelukanku. Perlahan aku beranjak dari tempat tidur, agar tak membangunkannya. Setealh itu aku membersihkan diri. Sebelum aku keluar kamar Vera sudah terbangun. "Mau kemana?", tanyanya. Aku menghampirinya, lalu mengecup keningnya. "Cari sarapan," kataku, "pengen makan apa?" "Katanya mau masak buat aku," kata Vera lagi. "Jangan sekarang, aku ada rapat jam 10, sore VCT di Paradise Club, tempat kerjamu dulu."
"Baiklah, aku pengen nasi kuning. Kamu mau minum apa, teh apa kopi?"
"Gin"
"Bukan bagian dari menu."
"Teh aja, aku cuma minum kopi premium."
"Sombongnya."
"Seperti biasa ya, sugarless," kataku lalu beranjak keluar.
Kos Vera, terletak di daerah yang sangat strategis, segala macam pedagang ada di sana. Tak sulit mencari nasi kuning pesanannya. Setelah itu aku kembali ke Kos.
"Biasanya kamu sarapan bubur ayam kalau ga Soto, tadi aku mau beli bubur. Tiba-tiba kamu minta nasi kuning," tanyaku pada Vera.
"Emang kenapa?", jawabnya.
"Yang pengen kamu apa babby mu,"
Vera mengangkat bahunya.
"Apa kamu butuh sesuatu yang lain?"
Vera menggeleng kemudian berkata, "Ini bukan bayimu Anes, santailah."
"Setelah apa yang terjadi kemarin, kamu masih bisa bilang seperti itu?"
"Emang kemarin ada apa? Thats just sex, okay. Anggap aja kita kilaf, lagian kamu dalam pengaruh alkohol."
"Pengaruh alkohol? Aku minum berapa banyak sih? Kita kilaf sampai 2 kali dalam satu hari. Apa semua itu ga ada artinya sama sekali buatmu?"
"I'm bitch, dont complain."
"Serius?"
"Anes kok kamu baperan sih, biasanya gimana? Kemarin bukan pertama kali tho."
Aku diam. Aku merasa situasi ini sangat aneh. Aku berharap hubungan kami bisa serius.
"You were great."
"I'm always great. Okay, that just sex."
Aku melirik alrojiku, hampir jam 9 sekarang. Sebaiknya aku segera pulang.
"Aku balik dulu," kataku berpamitan. "Ati-ati ya," jawabnya. Aku memandang Vera dengan penuh harap. "Udahlah pulang-pulang aja, ga usah drama."
"Jahat banget sih." Sebelum pulang aku mengambil sisa gin kemarin. Vera tertawa melihatku, tawanya sangat jahat. "Sementara kamu ga minum inikan."
"Ambilah, kayaknya kamu lagi butuh banget."
Sisa hariku terasa aneh. Aku hanya diam selama rapat, dan VCT terasa begitu melelahkan. Tiga ODHA baru lagi. Pendampingan yang kami terasa sia-sia, ketika terbentur dengan "kepentingan pasar". Aku rasa tanpa ada edukasi ke tamu-tamu mereka, usaha kami tidak akan optimal. Bagaimanapun juga posisi tawar LC, dalam negosiasi pengunaan kondom tergolong rendah. Sialnya sangat susah mengedukasi tamu-tamu disini. Paradise club, termasuk karokean kelas elite yang tamu-tamunya golongan orang-orang berpengaruh di Jateng-DIY. Mereka yang beruang dan berkuasa merasa bisa membeli segalanya. Termasuk kesehatan. Arogansi yang membawa kebodohan, dan berujung celaka. Ironi, karena orang-orang yang bisa ada di posisi seperti itu tak mungkin orang bodoh.
Hari yang melelahkan, untungnya aku masih punya gin. Malam ini aku ingin istirahat sendiri. Biasanya satu shoot bisa membuat tidur lebih nyenyak. Tetapi malam ini sepertinya berbeda, aku sama sekali tak bisa tidur, dan malam terasa begitu sepi. Sosial media pun terasa membosankan. Semua ini karena Vera. Aku rasa aku merindukannya. Hubungan kami sangat rumit. Aku tahu dia mencintaiku. Aku tahu itu dari tatapan matanya, dan cara dia menciumku. Aku tak mengerti mengapa sikapnya bisa berubah dalam satu malam saja. Padahal aku berharap hubungan kami menjadi lebih jelas setelah malam itu. Aku tak tahan lagi. Kuraih HPku lalu ku telepon Vera. Dia sama sekali tak merespon.
Kutegak lagi gin, meski aku tahu itu tak akan memberi jawaban. Malam semakin sunyi, waktu terasa begitu lambat, seolah bumintelah berhenti berotasi. Kucoba meneleponnya lagi. Hasilnya nihil. Aku keluar kamarku, kutatap bulan mengejekku dengan penuh kesombongan. Malam, engkau telah berlaku terlalu kejam padaku. Mungkinkah aku mencintai, tanpa takut untuk kehilangan?
Kembali kuambil hpku untuk mengirim pesan pada Vera. "I wont give up on us" .
KAMU SEDANG MEMBACA
Pita Merah untuk Vera
RomanceAnes seorang aktivis HIV/AIDS tak pernah menyangka akan jatuh cinta pada seseorang LC yang ia dampingi. Kisah cintanya menjadi semakin rumit ketika Vera-perempuan yang ia cintai- terinfeksi HIV. Secara manusiawi ia berusaha menyangkal cinta yang ia...