Persis rencananya tadi siang, saat ini Fio ikut dalam barisan para pembeli gado-gado di warung Mbok Jum. Tidak peduli jam berapa pun, di sana selalu saja ramai. Bumbu yang pas, porsi yang banyak, dan harga yang terjangkau menjadi tiga poin utama yang membuat gado-gado Mbok Jum unggul di mata pembeli.
"Tuh ... tuh ... tuh. Ngapain dia di sini? Ngerusak pemandangan."
"Dia ke sini udah pasti mau beli lah, lo pikir mau nyalon?"
"Bukan itu maksud gue! Sumpah, gue jijik banget liat mukanya. Lo kok bisa tahan gitu?"
"Karena gue nggak liat dia dari mukanya."
"Maksud lo?"
"Udah lah. Cewek kayak lo nggak bakal paham, Dis."
Meskipun di keramaian, Fio dapat mendengar jelas percakapan kedua wanita yang ada di sebelah kirinya itu. Fio hanya pura-pura tidak tahu. Lagian, akan makin canggung jika ia tiba-tiba datang dan memergoki orang yang menggosipnya di belakang.
Tapi samar-samar, bibir gadis berkacamata itu tertarik ke atas. Ia senang mengetahui bahwa seseorang tidak memandangnya dari segi wajah. Bisakah Fio mengartikannya sebagai sinyal pertemanan?
Yup. Tanpa diduga ia datang—wanita berpakaian necis dengan turtleneck hitam dan blazer abu-abu. Wanita yang sempat membicarakan Fio bersama temannya tadi.
Fio menatap terpana ke arahnya. Selain penampilannya yang terbilang keren—dengan mengenakan jeans bergaya vintage—hal yang paling menonjol dari wanita itu adalah model rambut shaggy pixie cut miliknya. Fio pernah melihat model rambut itu sekali, saat aktris kesayangannya—Jennifer Lawrence—menghadiri acara AFI Fest 2013 di Hotel Roosevelt, Los Angeles. Kala itu, gaya rambut pendek Jennifer menjadi the middle of style dan dinobatkan sebagai evolusi kecantikan sebagian besar wanita Hollywood. Saking terpesonanya, Fio tidak sadar, sedari tadi wanita itu memanggil namanya.
"Fio? Fiorenza?"
"Eh ... loh, kok Mbak tahu nama saya?"
"Gue baca kartu tanda pengenal yang lo pake."
"Ah, begitu, ya."
Fio malu sendiri. Ia sampai lupa kalau mengenakan kartu identitas. Bodohnya kamu, Fi! Bikin malu aja!
Mata Fio melotot, giliran ia yang melirik nama dari wanita keren tersebut, Fio hampir dibuatnya pingsan. Bagaimana bisa? Kalimat itulah yang ia gumamkan berkali-kali di dalam otak.
"Kenapa, Fi?"
"Mbak ... namanya emang asli Jennifer?"
"Iya, jelek, ya?"
"E-eh, nggak kok Mbak. Kalo begini 'kan, jadi memenuhi ekspektasi saya," ucap Fio menahan malu.
Ya ampun, ini sih Jennifer versi KW tapi orisinilnya keterlaluan! Jadi berasa real ketemu sama idola.
"Rambut Mbak warnanya emang hitam kepirangan gitu?"
"Iya, Fio. Oh, ya, jangan panggil pake embel-embel 'Mbak'. Gue lebih nyaman dipanggil Jenni."
"Emang ... Mbak Jenni seumuran sama saya, kok saya nggak boleh manggil 'Mbak'?"
Sekali lagi, pertanyaan muncul dari mulut Fio. Bukti kepenasaran lebih jauhnya. Namun, yang ditanya malah terkekeh geli. Fio jadi kelimpungan sendiri.
"Liat muka lo, gue jadi kebayang zaman-zaman sepuluh tahun lalu. Waktu gue seumuran lo."
Hah? Sepuluh tahun lalu? Jangan bilang-
"Gue udah kepala tiga. Tepatnya tiga puluh satu tahun. Gue juga udah punya suami, anak satu di rumah. Masih bayi, namanya Aileen."
"Hah?! Mbak Jenni udah punya bayi? Masa, sih?" kaget Fio tidak percaya. "Padahal wajah masih semuda itu, cantik lagi," lanjutnya begitu lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imperfection ✔ #ODOCTheWWG
RomanceIan adalah lelaki tampan yang menjalani hobi melukis di tengah ketidakberdayaannya untuk melihat. Tak banyak orang yang menghargai karyanya yang terkesan abstrak. Hingga, seorang gadis muncul dan memotivasi hidupnya, membuat Ian jatuh cinta. Ketika...