4. Semangkuk Indomie

3 1 0
                                    

"Aku dan sesuatu yang aku panggil kecemburuan ini tercium jauh lebih busuk dari bangkai apapun di dunia ini."



   Pemandangan yang tak akan pernah bisa ku lupakan. Mayat dari orang yang paling aku benci. Pak Yudhoyono ditemukan tewas secara mengenaskan di toilet wanita, kemudian beberapa orang yang menemukannya segera meminta pertolongan anak laki-laki di sekitar untuk menarik mayatnya.

   Keadaannya saat ditemukan sangatlah mengenaskan. Kedua matanya melotot seakan-akan ia sedang tenggelam dalam rasa ketakutan yang dalam, lehernya gendut tersayat-sayat dan darah kian mengalir pada saat aku melihatnya, ia tak mengenakan pakaian jadi ia bertelanjang dada dan tertusuk sangat dalam dengan sesuatu yang sangat lebar kata polisi diameternya sekitar lima senti meter. Jari-jarinya nyaris terpisah dari telapak tangan begitu pula dengan jari kakinya. Seluruh tubuhnya dipenuhi warna merah penuh kebencian kecuali pada perut buncitnya.

   Sekolah kami diliburkan selama tiga hari. Dan anggota pengurus kelas dari kelas yang diajarnya wajib menghadiri pemakamannya. Sebagai seketaris kelad 3-6 dan Alinea Ketua kelas 3-6, kami harus menghadiri pemakaman dari orang yang paling kami benci dan berpura-pura sedih di pemakaman.

   Aku dan Alinea datang secara berpisah, karena Alinea masih ada urusan dengan dokter psikolognya. Padahal selama setengah tahun ini ia sudah bisa lepas dari ruangan putih nan dingin serta obat-obatan penenangan yang luar biasa banyak itu. Namun karena kejadian mengerikan itu kini ia harus kembali ke masa-masa kelamnya.

   "Tante, saya turut berduka cita atas kejadian mengerikan yang terjadi..." Aku berusaha untuk bersikap sesopan mungkin di hadapan Istri Pak Yudhoyono, karena bagaimana pun ia adalah wanita baik-baik yang terikat dengan seorang setan berwujud manusia.

   "Apa... apa kamu juga melihatnya di lapangan? Hari... hari mengerikan itu..." Tante Hany bertanya, dengan nada terisak-isak. Wajahnya saat ini sangatlah merah, air mata tak kuasa ia tahan. Tubuhnya bergetar luar biasa.

   "Engga..." Jawabku sesedih mungkin, "Sayangnya engga... saya... saya... benar-benar menyesal tidak bisa melihatnya."

   "Jangan bercanda!" Teriak Tante Hany dengan penuh getaran pada suaranya, "Lebih baik begitu... pemandangan mengerikan itu... ya tuhan!"

   Aku menepuk-nepuk pundak Tante Hany selagi ia menangis. Dulunya Tante Hany juga adalah guru di SMP Cahaya Fajar, namun tiba-tiba Pak Yudhoyono memberhentikannya setelah rumor Pak Yudhoyono pergi ke hotel bersama salah satu guru muda tersebar.

    Aku tidak sedang menggiring opini bahwa air matanya saat ini hanyalah sebuah drama semata. Karena bagaimana pun, jika Ayahku meninggal aku pasti akan menangis. Terlepas dari segala keburukan yang telah terjadi di masa lalu.

   ---

   "Lu orang pertama yang Mama ajak omong di pemakaman." Ujar Kak Gigi yang tiba-tiba muncul dari belakang. "Bahkan sejak tadi pagi Mama ga ada ngomong sepatah kata pun ke gua."

   Lalu apa?

   Apa Kak Gigi sedang berusaha membuat aku merasa spesial? Aku pikir alasan Mamanya mengajak aku berbicara adalah karena kami dulu cukup akrab di sekolah. Ini adalah hal yang wajar serta umum, harusnya Kak Gigi juga mengetahuinya.

   "Oh..."

   Kak Gigi kini berjalan di sampingku. Jujur saja aku merasa kurang nyaman, namun mau bagaimana lagi? Aku sedang tidak ingin menambah satu mayat lagi untuk ditangisi一paling tidak walau hanya air mata palsu namun Mums dan Alinea serta Amanda Gempi pasti akan menangis untukku, bukan?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 27, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bulan Dimata SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang