11 | Andrew and Emmet

1.6K 85 0
                                    

Author POV
Andrew menyetir sendiri sampai rumahnya. Setelah seharian ini berkutat dengan para awak media dan juga konferensi pers, ia jadi sangat lelah, badan maupun pikirannya. Setelah mobil selesai diparkir, iapun masuk ke rumahnya dengan langkah sedikit diseret.

Saat ia sudah masuk ke rumahnya, ia melihat beberapa anak kecil terutama adiknya, Emmet tengah bermain di ruang tengah bersama. Iapun menghampiri adiknya dan menatapnya tajam.

"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Andrew dengan tajam.

Sontak, Emmet dan teman-temannya langsung mendongak dan menatap Andrew dengan ketakutan dan sedikit gemetaran. "K-kami hanya bermain," timpal Emmet dengan suara gemetaran dan dia tak berani menatap mata kakaknya.

Andrew memiringkan kepalanya dan berseringai menakutkan. "Kalian tidak lihat ini jam berapa, ha?!" serunya dengan nada tinggi. "Bukankah sudah kubilang untuk jangan bermain sampai malam?!"

"B-besok kami libur," ujar Emmet masih gemetaran.

​Andrew tersenyum sinis. "Kalau libur, memangnya kenapa? Sudah berkali-kali aku bilang, kalau libur ataupun sekolah kau tidak boleh bermain bersama teman-temanmu! Apa itu kurang jelas?!" serunya lagi.

"Tapi, Kak—"

​"Kalian pulanglah!" seru Andrew pada teman-teman Emmet. Sontak, merekapun langsung berdiri dan meninggalkan rumah itu dengan berlarian. Setelah mereka tidak ada, Andrew berjalan mendekati Emmet. Sedangkan Emmet hanya berdiri dengan ketakutan karena Andrew hanya memandanginya tajam.

PLAK!

Sebuah tamparan keras di pipi kanan Emmet dari Andrew sudah tak bisa dihindari. "Ini hukumanmu karena melanggar peraturanku," ucap Andrew tajam.

PLAK!

​Kini tamparan kedua pada pipi kanan Emmet terdengar lebih keras dari yang sebelumnya. "Ini untuk pelampiasan kelelahan dan kekesalanku hari ini," ucap Andrew masih dengan tajam.

PLAK!

Terlihat tanda kemerahan bekas tangan Andrew pada pipi kanan Emmet akibat tamparaan Andrew. "Dan ini... karena kau adalah adikku," desis Andrew tajam.

Andrew tertawa sinis. "Bagus, kau tidak perlu menangis, Em. Jadilah adik yang penurut untukku, oke?" ujar Andrew sambil menepuk-nepuk kepala Emmet pelan.

Emmet hanya manggut-manggut kecil sambil menggigit bibir bawahnya. "Kalau kau tidak menurut, kau pasti tahu hukumannya, kan?" tanya Andrew lagi dengan nada halus. Tapi, bagi Emmet, suara halus itu justru lebih menakutkan.

Lagi-lagi, Emmet hanya manggut-manggut kecil tanpa bersuara maupun menatap Andrew. "Masuklah ke kamar," ucap Andrew yang terdengar seperti sebuah perintah yang tak bisa dibantah.

Emmet pun berjalan perlahan menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Kemudian, ia tutup pintunya dan tak lupa menguncinya. Detik berikutnya, tangisnya pecah, tapi tak bersuara. Ia pastinya tahu kalau kakaknya benci tangisannya. Saat ia dulu menangis di depan kakaknya saja, ia dicambuk keras beberapa kali dengan sabuk milik kakaknya.

Kali ini, ia memang sudah terbiasa. Tapi tentu saja ia menahan sakitnya yang luar biasa, bahkan ia merasakan pipi kanannya yang perih dan ternyata berdarah. Entah kenapa rasa sakit kali ini lebih sakit dibandingkan dengan goresan dari guci kaca yang Andrew lempar padanya saat hari pesta ulang tahunnya tempo hari yang lalu.

Emmet menangis di balik selimutnya yang tebal. Ada banyak hal yang menjadi alasan kenapa ia menangis. Tapi, hanya satu yang menjadi pikiran terbesar Emmet. Kenapa kakaknya sangat membencinya?

Emmet adalah adiknya. Ia hanya anak laki-laki berusia 9 tahun yang tak tahu apa-apa. Tapi, kenapa kakaknya justru membencinya? Bahkan, memperlakukan dia seperti seorang penjahat yang sudah berbuat dosa pada Andrew dan harus dihukum? Emmet bahkan tak pernah merasa berbuat salah pada kakaknya selama ini. Karena ia sangat sayang pada Andrew dan yang hanya ia inginkan hanyalah kasih sayang Andrew selain kasih sayang orangtuanya yang tidak akan pernah bisa dirasakan Emmet lagi.

Orangtua Andrew dan Emmet meninggal karena kebakaran. Saat itu Andrew yang berusia 21 tahun masih seorang aktor baru yang masih banyak kekurangannya. Sementara Emmet masih berusia 5 tahun yang belum mengerti apapun.

Semenjak itu, Andrew berubah. Emmet merasakannya. Emmet merasa kakaknya itu terlihat lebih berambisi. Menurut orang, mungkin itu bagus. Tapi justru dibalik itu, Andrew adalah kakak yang kasar pada Emmet. Tidak ada yang tahu tentang ini. Andrew selalu memperlakukan Emmet selayaknya adik kesayangannya sendiri di depan orang lain. Tapi, kalau sudah tidak ada awak media, ia akan menyiksa Emmet.

Entah sejak kapan penyiksaan itu dimulai. Pada awalnya, Emmet hanya bisa menangis sambil meraung-raung memohon Andrew untuk berhenti. Tapi lama-kelamaan, Emmet jadi sudah terbiasa. Ia kini menjadi anak laki-laki berusia 9 tahun yang hidup dengan menahan sakit dari siksaan kakak tersayangnya sendiri.

***

​Andrew duduk di kursi kebesarannya dengan kaki terangkat dan diletakkan di mejanya. Ia kini tengah berada di ruang pribadinya sambil menikmati kesendiriannya dan juga beberapa botol bir. Entah sudah botol keberapa yang sudah Andrew habiskan. Tapi ia masih sadar sepenuhnya.

Malam ini, Andrew memilih untuk berdiam diri di ruang pribadinya. Selain karena lelah, ia juga tengah merasa kesal.

Tiba-tiba Andrew tersenyum sangat sinis dan menatap kearah beberapa botol bir yang sudah kosong. "Devian," ucapnya lirih. "Baru saja kau jadi temanku. Tapi kenapa kau justru menggagalkan rencanaku?"

Lagi-lagi kini ia tertawa. Tapi bukan tawa bahagia. Karena, bisa dirasakan kalau hawa di ruangan itu justru dingin dan juga menakutkan.

Malam ini, Andrew harus meratapi kegagalannya, dimana Devian akan menikmati kesuksesan akan rencananya. Andrew gagal menjadikan Yocelyn miliknya dan Devian berhasil melepas apapun yang akan mengikat Yocelyn dengan Andrew.

"Aku benci gagal," ucap Andrew yang terdengar seperti gumaman.

"Oke, baiklah," ucap Andrew sambil beranjak dari kursinya. "Hari ini aku memang gagal. Tapi aku tidak akan gagal untuk yang kedua kalinya," ucapnya lagi sambil tertawa sinis.

"Aku pasti bisa mendapatkan Yocelyn," ucap Andrew penuh dengan ambisinya yang berkobar-kobar.
​Andrew Chayton memang laki-laki yang berambisi kuar. Ia sampai menjadi artis papan atas seperti ini, itu karena ambisinya. Dan tanpa ambisinya, ia tidak bisa mendapatkan apa yang ia mau.
——————————————————————————
Tbc.
Thursday, 12 September 2019
oke, sekian dulu part ini... sisanya berlanjut di part berikutnya, stay tune supaya tau ada apa dibalik keluarga Chayton ini😁

First Love - Bachelor Love Story #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang