Iron Man Sang Atlet Lari

77 7 3
                                    

"Mr. Stark, I don't feel so good..."

Terdengar isakan dari speaker kecil yang berada di dasar laptop. Tetapi, isakannya kini terdengar mengganda. Seseorang menangis sesenggukan di hadapan layar yang berpendar gelap mengikuti scene film yang dimainkan.

Sementara matanya masih terpaku menatap layar laptop, tangannya meraba-raba ke dalam tas ranselnya dan memperoleh tisu.

"Heh.. liat nih!"

Sosok gadis dengan rambut kepang menepuk lengan temannya yang sedang sibuk menyeka air matanya yang terus berlinang di pipi tirusnya. Akan tetapi, ia mengabaikannya dan tak henti menumpahkan duka mendalamnya di sebelah gadis cantik itu.

"Erina, apaan sih? Sampai nangis begitu. Film udah lama juga."

"Hw.."

Yang diajak bicara akhirnya menoleh. Menunjukkan betapa buruknya ia saat menangis. Matanya merah dan sembab. Lebih mendekati orang yang baru saja babak belur karena tonjokan di kedua netranya.

"Njir.. kenapa mata lo jadi merah gitu? Lo kesurupan apa, hah?" tanya gadis berkepang yang memiliki nama Jeena Janina Jenita di name tag-nya

"Jangan gitu, dong! Gue kan baru nonton. Pokoknya End Game harus nonton. Jangan tinggalin gue lagi sama si paijo!"

Gadis dihadapannya tersenyum, lalu cekikikan seolah menurutnya ada yang lucu.

"Apa?!" bentak Erina.

"Kok si paijo, sih. Yudis, kali. Yudistira yang amaaaatt maniiiisss..." Jeena mengedipkan satu matanya.

"Dih. Serah, Lo."

Mereka lantas diam. Jeena memandangi Erina dan yang dipandangi malah berpaling ke layar laptopnya lagi.

Tak lama, Jeena teringat sesuatu yang ingin dia katakan tadi. Gadis berkepang itu mengaktifkan gawainya lagi. Di sana tersusun artikel-artikel yang tersaji dalam suatu website dimana terdapat logo sekolahnya di pojok kiri atas.

"Eh, liat ini."

Pandangan Erina beralih kepada layar gawai temannya. Di sana tertulis EVANS H. WIDIARTONO KEMBALI RAIH 4 EMAS DALAM 4 NOMOR LARI. Erina langsung merebut benda persegi panjang itu dari tangan Jeena. Jarinya menggeser paragraf demi paragraf ke bawah.

"Dia bakalan naik ke tingkat nasional. Wow!" puji Erina.

Jeena memiringkan tubuhnya ke kanan agar dapat ikut membaca.

"Meilin beruntung ya..." gumam Jeena nyaris tak bersuara.

"Siapa?"

"Shh.. Bu Wanti."

Secara spontan, Jeena merapikan posisi duduknya. Sedangkan Erina masih terpaku memperhatikan temannya yang tiba-tiba duduk diam tak berkutik. Rupanya, nama yang disebut Jeena barusan ada di samping Erina.

"Ehe.. Ibu," kata Erina seraya menderetkan gigi putihnya di hadapan sang guru.

"Bersihkan mejamu..." perintahnya dengan datar, lalu berjalan di atas heels-nya menuju meja guru.

Erina mematikan dan memasukkan laptop ke dalam tas, lalu memungut remasan tisu di atas meja untuk dibuang ke tempat sampah.

Setelah bersih, ia duduk kembali di samping Jeena dan membisikkan sesuatu di telinga beranting oval itu.

"Sejak kapan Bu Wanti masuk ke kelas?"

Jeena hanya membalas dengan mengangkat bahunya tanda tidak tahu.

👟👟👟

Pintu magnet suatu toko swalayan didorong. Erina langsung menyusuri lorong-lorong kecil di antara rak-rak berisi snack, minuman, bumbu masakan, dan lain-lain. Rambut keritingnya diikat membulat di belakang. Menyisakan beberapa helai yang tidak terikat menggantung di samping wajah dan telinganya.

EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang