.
.
Namjoon sudah nyaris tertidur saat Seokjin meletakkan secangkir kopi panas di hadapannya. Mata mengerjap pelan dan tersenyum samar, malas bergerak dari posisinya yang bersandar santai di sofa apartemen Seokjin. Entah apa yang dicampurkan lelaki itu dalam masakan untuk makan malam mereka tadi. Yang jelas, sekarang Namjoon merasa sangat kenyang dan mengantuk. Mata coklatnya menutup kembali ketika memergoki bantalan sofa melesak pelan. Seokjin mengambil sisa tempat di sampingnya, kedua kaki dilipat di depan dada seraya memandang Namjoon dengan geli.
"Capek sekali?" ujarnya, iseng menusuk pipi sang kekasih. Namjoon bergumam malas, sudut bibir tersungging sekilas.
"Aku mengantuk. Sejak kapan sofa rumahmu terasa senyaman ini?"
Seokjin melengos skeptis, "Bilang saja kalau capek, kan tak perlu kubuatkan kopi. Lagipula itu wajar. Kamu baru saja tiba, punggungmu pasti pegal setelah duduk belasan jam di pesawat," telunjuk berulah lagi, kali ini menusuk sisi tubuh Namjoon sampai pria itu menggeliat menjauh dan membuka matanya. Delik tajam terarah tegas, masih intimidatif meski dalam kondisi pasrah usai melintasi jalan pulang dari bandara dua jam lalu.
"Aku belum mau tidur," sergah Namjoon, menangkap jari-jari Seokjin dan menggenggamnya sebelum kembali terpejam, "Jangan menggodaku, Jin-ah."
Seokjin tertawa lagi, mata jernih besarnya mengerjap-kerjap, mengamati kontur raut rupawan tersebut penuh minat. Pipinya bersemu hebat ketika Namjoon mendadak membuka mata serta balas menatap. Niatnya berpura-pura melihat ke arah lain, tapi Namjoon lebih sigap mencondongkan tubuh untuk mencuri sebuah kecupan. Sorotnya berkilat jahil, serupa cengir lebar yang terulas puas. Yang bersangkutan bergeming terpaku, pun hanya bisa menyentuh bibirnya sendiri dengan gamang karena tak menduga akan dicium.
"Curang."
"Satu kosong," Namjoon menegakkan posisi duduk untuk meminum kopinya sambil berkedik cuek. Bola mata Seokjin bergulir mengikuti alur uap tipis yang menguar samar dari pemukaan cangkir, ditiup perlahan oleh Namjoon dan untuk sesaat, terlihat seperti membingkai garis rahang pria itu.
Napasnya tertahan walau tak bermaksud dramatis. Hubungan jarak jauh membuatnya cukup mudah terpana oleh hal-hal kecil, seolah abai pada fakta bahwa komunikasi mereka berlangsung tiap empat jam sekali, bahkan lebih intens menjelang akhir pekan. Sekian bulan sejak pertemuan terakhir keduanya, Seokjin nyaris melupakan kenyataan bila Namjoon sangatlah tampan, apalagi diamati dari jarak sedekat ini. Dadanya berdebar tanpa penjelasan, sekaligus beringsut canggung tanpa alasan. Dan sewaktu Namjoon melempar lirik penasaran dari balik helaian poni gelapnya, bulu kuduk Seokjin langsung meremang resah.
Dicobanya beringsut merapat, sedikit ragu untuk menaruh kepala di pundak pria itu. Namjoon yang cukup peka, merentangkan satu lengan sambil tersenyum, lantas merengkuh kekasihnya yang segera bersandar dengan gembira. Seokjin terdiam sesaat, napas panjang berhembus lega, hidung disurukkan ke atas, mengendus aroma maskulin kesukaannya dari lipatan leher Namjoon.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHENMEI | AESTHETIC (NamJin)
Fanfiction[BTS - Namjin/Monjin] Karena keindahan Seokjin adalah anugerah terbesar yang tak berhenti dikaguminya. Tiap saat, diantara hela napas berhembus puja. Bahkan ketika Namjoon tak cukup mempercayai keberadaan Sang Pencipta. . . . . SHEN|MEI Kumpulan Fi...