Syahirah 2-Epilog

499 12 7
                                    

Dua minggu kemudian.

Azki menunggu Syahirah yang masih berada di dalam ruangan pengadilan agama. Hari ini adalah sidang pertama perceraian antara Syahirah dengan Aldo. Di dalam ruangan pengadilan hanya ada Syahirah, Aldo, Reno dan istrinya, Hanna serta kedua orang tua Aldo.

Azki tidak ingin masuk ke dalam ruangan karena ia tidak ingin melihat Syahirah bersedih lagi. Sudah cukup bagi Azki untuk melihat perempuan itu bersedih. Sudah cukup pula bagi Azki untuk terus turut serta ke dalam masalah yang dihadapi Syahirah selama ini.

Sampai sekarang Syahirah belum mengetahui tentang Syakira yang menjadi pendonor jantungnya. Selain itu, setiap kali Syahirah bertanya tentang keberadaan Syakira ke Azki. Azki tidak pernah menjawabnya. Laki-laki itu selalu terdiam ketika ditanya. Karena Azki takut keceplosan dan takut salah menjawabnya.

Azki tidak berniat untuk membohongi Syahirah. Azki ingin memberutahunya. Namun, Azki tidak ingin melihat Syahirah bersedih lagi dan menyalahkan dirinya. Azki tidak ingin hal itu terjadi. Tapi, bagaimanapun Syahirah harus tahu kebenarannya, meskipun tidak sekarang. Nanti, tunggu waktu yang tepat.

"Azki," Si empunya nama pun menoleh ketika seseorang memanggil namanya.

"Sya, udah selesai?" Syahirah mengangguk. Di belakangnya ada Reno dan Farah.

"Kakak duluan ya, ke parkiran?" Syahirah dan Azki mengangguk. Reno menggandeng tangan istrinya, mengajaknya ke parkiran meninggalkan Syahirah berdua dengan Azki supaya bisa bicara dengan nyaman.

"Oh iya, Sya." Azki memulai pembicaraan setelah Reno dan Farah pergi.

"Ada apa?"

"Sore ini, saya akan berangkat ke Medan."

"Kenapa mendadak sekali?"

Azki menggaruk pelipisnya yang tak gatal. "Sebenarnya tidak mendadak. Berita ini hendak saya sampaikan seminggu yang lalu. Tapi, karena saya lihat kamu sibuk, jadi saya urungkan. Makanya baru sempat kasih tau sekarang," jelasnya.

"Ada masalah apa di Medan?"

"Tidak ada. Hanya saja, saya dapat pekerjaan di sana. Kebetulan saya 'kan saat ini sedang tidak ada kerjaan semenjak keluar dari rumah sakit dulu tempat saya bekerja."

"Kamu memilih keluar dari pekerjaan kamu, pasti karena aku ya? Aku selalu menyusahkan dan merepotkan kamu." kata Syahirah.

Azki terdiam. Sebenarnya, masalah ia keluar dari rumah sakit bukan sepenuhnya karena Syahirah. Melainkan ada alasan lain, tapi tetap saja alasan itu ada hubungannya dengan perempuan yang sekarang ada di hadapannya.

"Bukan karena kamu, Sya." alibi Azki.

"Lalu?"

Azki terdiam lagi.

"Tidak masalah jika kamu tidak ingin memberitahu aku. Sore jam berapa kamu ke Medan?"

"Jam tiga aku sudah harus di bandara." jawab Azki.

Jam tiga sore ada jadwal mengajar dirumah anak pelangi. Kemungkinan Syahirah tidak bisa mengantar Azki ke bandara. Walaupun Syahirah yakin, anak-anak tidak masalah jika hari ini libur pelajaran dan mengizinkan dirinya mengantar Azki ke bandara.

"Kamu tidak perlu mengantar saya, Sya. Sudah ada Dino. Dia yang akan mengantar saya. Lagian kan, kamu pasti lelah. Harus istirahat." kata Azki karena Syahirah terdiam.

"Aku tidak lelah."

"Tapi, kamu lelah pikiran dan lelah hati, Sya." canda Azki. Syahirah tertawa kecil. "Kalau begitu, kita berpisah di sini saja ya, Sya?" Syahirah mengangguk.

"Terimakasih sudah membantu saya dalam mengurus dan mengajar anak-anak dirumah anak pelangi. Terimakasih banyak atas bantuan kamu. Mungkin, saat saya pergi, kamu akan lebih repot menjaga dan mengurus anak-anak."

"Aku senang. Jika aku senang, maka kamu nggak perlu khawatir." Syahirah bergumam panjang. Ia ragu untuk mengatakan sesuatu.

"Ada yang ingin di sampaikan lagi, Sya?" Azki bertanya.

"Terimakasih sudah selalu ada untuk aku, Ki. Terimakasih atas semua bantuan dan dukungan kamu. Aku juga berterimakasih dengan Syakira meskipun aku tidak tau di mana keberadaan perempuan itu sekarang." ucap Syahirah "Terimakasih banyak ya, Ki? Aku enggak tau bakal kayak gimana jadinya kalau enggak ada kamu. Terdengar konyol, bukan? Meskipun tanpa kamu, Allah masih ada untuk aku. Selalu dan di manapun aku berada, Allah selalu ada untuk hamba-hambaNya." Azki tersenyum ketika mendengar perkataan Syahirah.

"Saya juga minta maaf sama kamu. Maaf sudah terlalu jauh ikut campur dalam masalah kamu dengan Aldo. Saya berharap, kamu bisa hidup bahagia ke depannya dan jangan banyak menangis seperti saat ini."

Syahirah menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Entah sejak kapan air matanya mengalir membasahi pipi. Syahirah mengangguk sambil tersenyum.

"Kalau gitu, aku pamit duluan ya? Kak Reno pasti sudah lama menunggu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikum salam." Syahirah pun pergi dari pandangan Azki.

Berat rasanya meninggalkan Jakarta. Bukan karena Jakarta, melainkan perempuan yang kini punggungnya perlahan tidak terlihat lagi dari pandangan.

"Astaghfirullah, Azki. Sadar, Azki." gumamnya. Ia pun pergi meninggalkan gedung pengadilan agama.

Sampai bertemu lagi di masa yang akan datang, Sya. Di saat kita bertemu lagi, semoga kamu akan menjadi Syahirah yang selalu tersenyum. Lebih banyak memperlihatkan kebahagiaan dibanding saat ini. Saya akan segera datang menemui lagi, Sya.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang