Eza tak tau lagi, harus sampai kapan dia berdiri disini. Menemani Lavanya berbelanja adalah pilihan terburuk dalam hidupnya. Berjam-jam sudah di lewati, namun adiknya itu belum menemukan satu barang-pun yang dia inginkan. Sudah lebih dari lima toko mereka kunjungi, namum Lavanya masih enggan menentukan pilihan.
Tau gini, mending Eza santai-santai di unit. Dari pada liburnya di gunakan untuk menemani Lavanya. Jika saja Ayesha tadi pagi tidak pulang ke rumah Mamanya, pasti Eza sudah mericuh di unit gadis itu.
Eza menghela nafasnya kasar. Menghampiri Lavanya yang masih sibuk berkutit memilih barang.
"Van, ini udah dua jam loh kamu disini, kenapa ga ada yang kamu beli sih?"
"Binggung aku Kak, mau pilih yang mana."
Eza mendengus, dasar perempuan! Hanya memilih diantara ini saja menghabiskan waktu berjam-jam.
Eza sudah tidak tahan menunggu terlalu lama. Akhirnya Eza memutuskan memanggil salah satu pegawai disana.
"Tolong bungkusin semua ini ya, Mbak." Ucap Eza, sambil memberikan credit card miliknya.
Awalnya pegawai tersebut sedikit terbengong. Kemudian dia tersadar mengambil credit card yang Eza berikan, dan segera membawa barang-barang tersebut untuk di bungkus.
"Kok di beli semua sih, Mas. Yang ada rumah penuh di isi perabotan segini banyak!"
"Habisnya kamu milihnya lama. Kakak kan pengen cepet pulang!"
"Pulang? Enak aja! Kak Eza harus anterin aku beli baju sama make up dulu."
Mendengar kata make up membuat Eza teringat pada Ayesha. Gadis itu beberapa waktu yang lalu, ribet dengan make up yang dia kenakan. Ayesha menyukai make up, itu yang Eza tangkap.
"Toko make up ada dimana?"
"Lantai dua, deketnya game fantasi."
"Kamu belanja sendiri aja ya. Pakek credit card Kakak yang tadi. Kakak pergi dulu."
Belum sempat menjawab perkataan Eza, kakaknya itu sudah pergi duluan. Lavanya mengeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya Kakaknya ini kenapa sih?
Sedangkang di sisi lain, Eza mencari tempat yang Ayesha maksud. Hanya butuh sepuluh menit untuk Eza sampai ke tempat tersebut.
Eza terbengong saat memasuki tempat tersebut. Sungguh tidak ada yang Eza pahami di tempat ini. Yang Eza tau, make up wanita itu hanyalah bedak dan lipstik. Tapi sekarang disini Eza dihadapkan dengan banyak hal. Loose powder, compact powder, two way cake powder, liquid powder, translucent powder, shimmering powder, dan powder-powder lainnya.
Membaca nama-nama itu membuat Eza semakin tak mengerti. Sama-sama bedak aja, sampai segitu banyak macamnya.
Tak ingin ambil pusing, Eza memilih acak lipstik yang ada disana. Toh semua sama saja. Eza juga tak berniat bertanya pada pegawai disana. Mau dijelasin kayak gimana-pun juga Eza ga bakal ngerti.
"Saya mau yang ini, Mbak."
Eza menunjuk liptin yang bertuliskan Dior Addict Lip Tatto.
"Yang warna apa, Mas?"
Eza kembali di buat binggung. Warnanya tuh menurut Eza sama semua! Sama-sama pink kemerah-merahan.
"Saya mau semuanya aja."
Pegawai tersebut mengangguk kemudian membungkus barang yang di minta Eza.
Sambil menunggu, Eza mengamati make up yang ada disana. Mungkin kedepannya dia akan mengajak Ayesha kemari, untuk memilih mana yang Ayesha sukai. Atau, Eza harus membeli semua yang ada disini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dominant Girl
RomanceSequel My Crazy CEO Niat hanya ingin menjauhkan Eza dari gebetan kakaknya, malah membuat Ayesha pusing setengah mati! Eza, laki-laki yang dulu menghindarinya tiba-tiba datang dan menyatakan cinta pada Ayesha. Gila! ini gila! Warning 17+