"I'll give it all up..no piano, no gitar, no songs anymore.." Aaron menyeka darah disudut bibirnya. "I'll give up everything." Ucap aaron menyeka darah dari sudut bibirnya sebelum beranjak dari sana.
mata coklat itu memandang sendu. ingin dirinya menahan tubuh aaron menjauh darinya. tapi tepukan dari sebelah kirinya menyadarkan kalau semua sudah terlanjur terjadi. dia tidak dapat mengubah keputusan aaron. tidak dapat mengubah tatapan benci itu terhadapnya.
.
.
.
BEBERAPA BULAN KEMUDIAN.Aaron berbaring menutup matanya menikmati angin yang berhembus lembut diatap sekolahnya di korea. cuacanya cukup cerah untuk bersantai sebelum bel pelajaran terakhir berbunyi seperti biasa ia lakukan ketika jam istirahat kedua. sampai suara seseorang memaksanya membuka matanya.
"Hey.." panggil gongchan sebagai ganti kata halo pada Aaron. gongchan membawa kamera dengan tangan kanan nya dan berjalan kearah aaron. aaron melirik kearah gongchan yang langsung mempersiapkan kameranya. ini sudah bulan kedua mereka saling menghabiskan istirahat bersama di atap. mereka tidak akrab seperti seorang teman. mereka bahkan tidak saling menyapa jika bertemu di lorong, jangan ditanya kenapa karena aaron sendiri juga tidak tahu, meraka hanya bersama sama menghabiskan istirahat disana. diatap sekolah.
teman atap. itu sebutan yang aaron buat.
Aaron keturunan Korea-america dan dibesarkan di L.A. ketika kedua orang tua nya bercerai aaron pindah bersama ibu nya yang orang Korea dan melanjutkan pendidikan nya disini. namun alasan yang sebenarnya bukan karena itu aaron memutuskan ikut bersama ibunya melainkan sesuatu hal yang aaron tidak ingin mengingatnya.
aaron kembali melirik gongchan yang sibuk mengambil beberapa foto dari atas sana. aaron teringat pernah mendengar Baekho sepupunya memanggil gongchan sebagai 'fanatic camera' atau ' 'camera guys' . itu memang tipikal gongchan sekali. baekho juga pernah menambahkan gongchan sulit untuk didekati karena banyak rumor buruk tentangnya.
gong chan tidak menyadari tatapan aaron sejak tadi karena tangan dan pandangnya sedang fokus membidik incaran kameranya. Aaron beranjak berdiri dari posisinya menepuk celana sekedar menyingkirkan debu.
"Sudah lama tidak melihatmu disini?" Tanya gongchan tiba-tiba.
aaron tertegun menatap gongchan.
"Yeah, si penjaga kantin sering memaksaku makan ditempatnya" jawab Aaron mendekati gongchan.
Gongchan menurunkan kameranya melirik sekilas kearah aaron yang sudah berdiri bersadar disampingnya. gongchan tersenyum kecil."umur kalian cukup jauh,..." gongchan menggantungkan kalimatnya.
"apa?" aaron menatap gongchan menarik satu alisnya keatas.
gongchan menggeleng cepat menyadari ia terlalu ikut campur. "tidak, kuharap hubungan kalian langgeng.." lanjutnya sambil tertawa kembali menatap kameranya.
aaron menepuk punggung gongchan mengira gongchan meledeknya. "sialan kau"
wanita penjaga kantin memang selalu baik pada aaron karena katanya aaron mengingatkan pada anaknya yang merantau jauh di luar negeri. aaron melirik jam tangannya. "aku turun duluan"
gongchan hanya berdehem sibuk dengan kameranya.
aaron pun akhirnya berjalan menuju pintu meninggalkan gongchan.
Gong chan menurunkan kameranya menatap punggung aaron tanpa mengatakan apapun dan kembali melihat pemandangan kota di atas sana dengan kamera ditangannya. sampai bunyi bel petanda jam istirahat telah usai menghentikannya.
***
aaron sedang berjalan menuju kelasnya dari ruang kesehatan ketika mendengar suara dari guru olahraga berteriak dengan salah satu siswa di dekat tangga. aaron mengenali siapa sosok itu. gongchan dia tengah menundukan kepalanya tidak menatap sang guru yang sedang mengomelinya tentang sesuatu yang hanya terdengar sepotong potong "baju" dan "membolos". tanpa sadar pandangan aaron terus terpaku sampai sang guru menyadari kehadiran aaron dan menegurnya. "hei, kamu. ini masih jam pelajaran, apa yang kamu lakukan?!" tegurnya pada aaron.
KAMU SEDANG MEMBACA
aaron
RandomAaron yang berharap musim semi akan menguburnya akan luka masa lalu malah membawa ke musim dingin yang sejuk untuk menghadapi masa lalu nya, trauma yang kian sembuh dan kenangan yang menjadi mimpi