"Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
"Mbak, ada berita baik. Adek mau dilamar minggu depan. Mbak bisa pulang kan?
Joyie menutup pelan buku tebal di depannya lalu melirik sekitarnya. Tidak ada orang, hanya dia sendiri di kamar kos.
"Maaf Mi, mbak ga bisa pulang. Ada kuliah dan tidak bisa ditinggal."
Helaan nafas di seberang membuat Joyie menutup matanya dan rasa bersalah mulai dia rasakan. Berbohong pada orang yang melahirkannya membuat Joyie ingin menangis dan meminta maaf padanya.
"Ya udah gapapa. Kamu baik-baik disana. Tutup dulu ya mbak. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Joyie menatap nanar handphone yang dipegangnya. Helaan nafas beratnya terdengar menyakitkan. Bukannya dia tidak senang saat adiknya mendapatkan lamaran. Dia senang dan dia tidak peduli dengan ucapan orang-orang sekitar tentangnya yang dilangkahi. Jodoh adiknya datang lebih cepat. Jadi Joyie tidak masalah dengan itu.
Tapi itu dulu. Sebelum dia mendengar adanya lamaran pertama dan kedua. Dia tau orang-orang membicarakannya. Menulikan diri dan tersenyum seakan semuanya baik-baik saja selalu dia lakukan. Tapi jauh di dalam hati, dia menjerit dan menangis.
"Kamu gapapa?"
Joyie menoleh dan mengangguk pada teman sekamarnya yang baru datang. Wendy mendekat dan memeluknya dengan erat, "Tidak apa-apa kalau kamu mau menangis. Tidak ada yang akan menyalahkan kamu."
Joyie mengangguk dan dia akhirnya menangis setelah tersenyum selama ini. Dia melepasnya di bahu sang sahabat yang menepuk punggungnya dengan pelan.
"Minggu depan, adik aku dilamar lagi."
Joyie menghela nafas dan melepaskan diri dari Wendy.
"Kamu datang?"
Joyie menggeleng membuat Wendy tersenyum kecil. Gadis dengan badan yang lebih berisi daripada Joyie itu menarik Joyie untuk duduk.
"Kamu lari?"
"..."
"Sejauh apapun kamu berlari, hasil akhirnya selalu sama Joyie. Yang perlu kamu lakukan hanya menjalaninya. Mengikuti garis takdir yang sudah dibuat Allah."
"Aku takut."
"Dengan omongan orang-orang?"
Joyie mengangguk.
"Tau istilah masuk kuping kanan keluar kuping kiri? Kamu bisa memanfaatkan itu. Biarkan orang-orang berbicara dan kamu hanya perlu melakukan itu."
"..."
"Bersikap egois untuk tidak datang tidak masalah. Tapi bagaimana dengan orangtuamu. Apa menurutmu mereka baik-baik saja? Tidak, mereka justru sangat tau perasaan kamu sekarang. Orangtua lebih peka tanpa kamu sadari."
...
...
Joyie diam melihat suasana terminal yang masih sama. Dia berbalik dan berjalan cepat meninggalkan terminal. Tujuannya hanya satu-rumah orang tuanya yang tidak terlalu jauh.
Bibirnya terangkat. Dia harus tersenyum untuk kepulangannya kali ini. Ikhlas. Allah selalu menyuruh ciptaan-Nya untuk ikhlas dan bersabar. Dan Joyie tau, Allah selalu menyiapkan kado terbaik untuknya kelak.
"Mi, mbak pulang."
Joyie terkekeh mendengar teriakan adiknya yang melihatnya di depan pintu. Yena tersenyum dan mendekat, "Kata mami mbak ga pulang."
Joyie meringis, "Maaf."
"Gapapa. Ayo masuk! Mami masih di dapur."
Joyie mengangguk dan masuk ke dalam rumah. Dia langsung menyimpan tas yang dibawanya ke kamar dan duduk disana.
Dia akan baik-baik saja. Semuanya akan baik. Joyie menghela nafas untuk kesekian kalinya. Harinya tidak akan berakhir mengenaskan hanya karena datang ke lamaran adiknya.
"Sini!"
Joyie mendongak melihat maminya yang sudah berdiri dan merentangkan tangan. Dengan pelan Joyie mendekat dan memeluknya erat. Tangisnya pecah saat maminya berucap, "Mami tau kamu kuat."
Rangkulan ini yang dibutuhkan Joyie sekarang. Hanya untuk menyadarkan dirinya, ada orang di sampingnya yang akan selalu bersama. Hari yang sulit akan terasa ringan dengan rangkulan orang sekitarnya dan Joyie tersenyum menyadari itu.
"Allah tidak pernah menciptakan makhluknya sendirian. Ada pasangannya yang akan menemani. Tapi waktu yang memutuskan kapan mereka akan bertemu."
"..."
"Ada yang dekat dan ada yang jauh. Allah menyiapkan hal istimewa bagi makhluknya yang sabar menunggu dan ikhlas."
Joyie melepaskan diri dan menggenggam erat jemari tua milik maminya. Joyie menatap maminya dan mengangguk, "Insyaallah Joyie akan menjadi salah satu di antaranya. Mami bisa kan bantu Joyie untuk mewujudkannya?"
Maminya tersenyum dan menyentil dahi Joyie sedikit kuat. Dia hanya mencebikkan bibirnya melihat anaknya mengaduh.
"Tanpa kamu minta, mami akan melakukannya. Orang tua tidak ada yang ingin pergi dari sisi anaknya. Mereka akan terus disisi anaknya hanya untuk melihat kalian berkembang dengan baik."
Joyiememeluk maminya erat dan berucap, "Terimakasih."
...
...
Hari lamaran, Joyie membenarkan jilbabnya sebelum keluar dari kamar dan bergabung dengan beberapa tetangga yang ikut hadir. Yena berjalan mendekat dan ikut di samping Joyie.
"Mbak."
Joyie menoleh dan menunggu Dina berbicara.
"Maaf."
Joyie tersenyum dan menarik Yena ke dalam pelukannya. Dia mengelus punggung Yena dan menggumamkan kalimat, "Jangan meminta maaf! Mbak bahagia hari ini. Dan pastikan ini akan menjadi lamaran terakhir kamu. Oke?"
Yena mengangguk dan melepaskan diri karena lamaran akan dimulai. Joyie melepasnya dengan senyuman kecil.
Dia menoleh saat ada orang lain yang duduk menggantikan tempat Yena tadi. Maminya. Dan Joyie tertawa kecil melihat maminya yang seakan ingin menangis saat melihat Yena dari jauh. Joyie melambai kecil ke arah Yena yang menatapnya dalam. Dia menyuruh Yena tersenyum melalui gerak bibirnya. Dia tau adiknya merasa tidak enak padanya.
Joyie tidak akan menghela nafas lagi karena orang di sampingnya menatapnya dengan lembut dan mengatakan,"Terimakasih, kamu sudah bekerja keras."
OneShot. Semoga suka. tengkyuu