[38] Golden

1.1K 118 13
                                    

"(NamaKamu), tolong ibu beresin ini, ya?"

Dengan sigap seorang gadis yang memakai celemek berlari kearah meja yang disana berada seorang Ibu-Ibu.

"Iya, bu"

"Angkatin piring-piring terus di cuci ya, (NamaKamu)"

Gadis yang dipanggil (NamaKamu) itu mengangguk. Dengan penuh semangat ia membawa setumpuk piring kotor ke belakang untuk mencucinya.

Beberapa menit setelahnya, ia terduduk di belakang meja kasir sambil melipat kedua tangannya yang ia jadikan bantal untuk kepalanya sekarang. Lelah mulai ia rasakan setelah seharian ini membantu wanita berumur 70 an yang tinggal sendiri dan mendirikan rumah makan sederhana ini.

(NamaKamu) tinggal dan membantunya sejak sebulan yang lalu. Ia memberikan (NamaKamu) tempat tinggal juga kerjaan. Meski telah menolak untuk digaji, wanita berumur 70 an itu memaksa ingin memberi (NamaKamu) uang jajan katanya. Ia juga meminta (NamaKamu) untuk memanggil nya Ibu. Ia tinggal sebatang kara, tak punya anak maupun suami. Maka dari itu, dia sangat senang ketika menemukan (NamaKamu) yang kala itu kedinginan di tengah hujan badai sendiri di sebuah pondokan kecil pinggir jalan.

Ibu pun sangat senang sejak kehadiran (NamaKamu) disini, ia tak sendiri lagi. Wanita separuh baya itu juga tak bertanya banyak mengapa (NamaKamu) bisa sampai di desa kecil seperti ini sendiri. Ada masalah apa yang sedang ia hadapi, atau apapun itu Ibu tak pernah mempermasalahkannya. Menurutnya, (NamaKamu) akan bercerita sendiri nantinya. Ia tak akan memaksa walaupun ia tahu ada yang salah.

Setiap selesai sholat shubuh di musholla yang tak jauh dari rumah Ibu yang hidup bersamanya sekarang, (NamaKamu) selalu menaiki bukit kecil berjarak sekiranya 35 langkah dari musholla. Dibukit itu memang ada sebuah tangga kayu yang tak terurus lagi kata Ibu. (NamaKamu) tak sengaja menemukan tangga untuk menaiki bukit kecil itu sesaat setelah ia baru datang ke desa ini dan berkeliling untuk mengenali daerah barunya. Daerah ini sebenarnya tidak begitu jauh dari Jakarta. Namun keasrian alam nya masih sangat terjaga. Dulu katanya, daerah ini sangat ramai dilewati pelancong yang ingin menuju ke Puncak. Namun itu sebelum adanya tol yang memotong jalan tak melewati daerah ini. Semenjak ada tol, daerah ini menjadi sangat sepi.

Pagi ini, dengan membawa roti yang sudah diolesi selai cokelat kesukaannya, ia menaiki bukit kecil ini sebagai rutinitasnya. Langit sudah mulai berwarna ungu-kemerah mudaan menandakan sang matahari sudah mulai bangkit dari tidurnya. Sebelum langit benar-benar terang, ia sudah harus sampai keatas untuk menyantap roti yang dibawanya diatas sana. Sambil menghirup udara pagi yang masih sangat segar tanpa polusi disini.

Saat (NamaKamu) sedang berusaha berjalan menembus tumbuhan ilalang yang panjang dan lebat, ia begitu terkejut hingga memundurkan dirinya satu langkah kebelakang.

Lelaki itu, kenapa sosok lelaki itu bisa ada disini?

(NamaKamu) memundurkan langkahnya kebelakang, mencoba menjauhi lelaki itu secara diam-diam.

"Akh!" Naas, (NamaKamu) malah salah melangkah. Ia terjatuh terduduk dan kakinya berdarah, sepertinya terkena ranting kering yang ada di sekitar sini.

"Ada orang disana?"

"Ada apa? Apa anda baik-baik saja?"

(NamaKamu) masih terduduk memegangi kakinya yang terkilir juga berdarah. ia tak berani menengok ke belakang karna ia yakin, lelaki itu pasti semakin mendekat kearahnya. Dengan susah payah ia kembali berdiri dan mencoba sedikit berlari menjauhi lelaki itu.

"Akkhh!" Pekikan (NamaKamu) kali ini tak dapat tertahan lagi, kakinya benar-benar sakit. Ia terjatuh kembali. Setelah mencoba memaksakan diri untuk kembali berdiri dan sedikit berlari, inilah yang ia dapat sekarang, kakinya semakin sakit dan sepertinya kali ini tak dapat berdiri kembali. Kali ini ia bisa merasakan langkah kaki itu terhenti tepat di belakangnya.

Untittled ✖️ IDRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang