Ayah bertanya, apa aku pernah punya cita cita..?
"tentu saja aku punya, dulu sekali, beberapa tahun lalu, saat bel sekolah masih berdentang, saat aku memakai dasiku untuk upacara hari senin"
Namun itu hanya dulu, sebelum jalan yang kupijak terasa buntu setelahnya, sekarang aku hanya ingin kehidupan yang lebih baik, lebih layak bukan berarti selama ini buruk namun aku cukup bersyukur tak perlu pusing dengan lauk untuk makanan kami.Tapi pernahkan kamu mendengar ungkapan orang orang "terkadang yang mematahkan sayap seorang anak adalah orang tuanya sendiri"
Terkadang aku ingin membenarkan, mengungkapkan kegagalan yang membelengguku dimasa kini, aku merasa mereka salah, dan aku juga merasa aku adalah andil terbesar dari kegagalan hari ini.Sejak menyadari aku hanyalah sendirian, aku berhenti bicara, mengungkap hal hal yang aku ingin, membicarakan tentang mimpi mimpi yang pernah aku rajut, aku menyimpan segalanya rapat, menelan semua rasa tanpa mengunyahnya tujuanku hanya satu, aku ingin semuanya selesai.
Setiap manusia itu berbeda, pola pikirnya maupun cara ia menjalani hidup, meskipun aku mendapatkan gen dan Dna yang sama, entah mengapa aku tahu jika pola pemikiran kami tidak sama, itu mengapa aku jarang mengungkap, karena aku tahu mereka takkan mendapatkan pemahaman.
Pagi tadi cukup buruk, aku merasa seperti terdakwa yang tengah di cerca hakim, semua mata menyorot tajam memaksa aku berbicara, sedangkan aku terus bungkam tersesat dalam situasi suram.
Sejujurnya aku sangat ingin berlari, menjauh dan bersembunyi, praduga itu menghakimi, memaksaku menyetujui, aku merasa normal dan baik baik saja, namun sekali lagi cara pandang manusia itu berbeda.
Apa aku seaneh itu,? Apa polahku terlihat tidak normal?
Lagi lagi aku bercermin, dan aku merasa jika aku tak bermasalah, aku masih merasa normal, namun apa karena aku mengaku normal aku jadi tergolong tidak waras?
Aku perempuan 23 tahun yang belum menikah, aku masih meneguh pada pemikiranku "waktu, jodoh rezeki dan maut" adalah rahasia yang kuasa, bahkan tertanam keyakinan bahwa "sebelum terlahir manusia telah di beri pasangannya masing masing, jadi mengapa aku harus khawatir sedangkan aku punya penguasa yang menuliskan takdirnya untukku"
Aku masihlah manusia dan seorang perempuan, hatiku tak membatu, praduga itu melukai, ungkapan itu benar benar menggoyahkan.
Apa aku benar benar terlihat aneh?
Aku butuh didoakan, butuh dukungan, dan butuh dimengerti, tak selamanya yang diam tak menyadari, aku mendapatkan pemahaman atas praduga yang berasal dari ke khawatiran, lihat aku, apa wajahku demikian mengerikan untuk ditelaah lebih dalam lagi, tak ada yang lain yang menghuni aku, aku masihlah aku, hanya saja kekecewaaan benar2 membelenggu..
Jangan beri aku kyai, aku merasa bukan benar benar manusia, aku merasa buruk dengan penghakiman yang demikian.
Bawakan aku ahli psikologis, biarkan mereka menelaah pola pikirku secara medis, jangan menilaiku dengan penghakiman lagi.
Sebab di beberapa waktu aku pernah berpikir untuk menyerah..
Sekali lagi, apa aku aneh??
Ayah ibu maaf aku berteriak, aku membentak..
Aku mengalami distraksi dengan segala penghakiman yang terjadi..