"jadi gitu ceritanya, bokap gue meninggal di malam itu juga, mungkin karena sakit yang ia derita." Alma mengakhiri ceritanya, wajahnya tertunduk lesu setelah mengatakan semua itu. Tak tahu kenapa Alma mau menceritakan semuanya pada Bima.
Bima menggenggam tangan Alma, memberikan kenyamanan pada cewek itu, dan benar saja Alma merasakan nyaman dan jantungnya kembali berdebar dengan cepat. Ah rasanya ia harus kerumah sakit.
"Gue bener-bener nggak tahu kalo hidup Lo sesedih ini. Gue juga nggak tau kalo ternyata Lo yang korban disini."
Alma menggeleng. "Ini takdir."
"Oh iya, itu berarti Lo sekarang Deket sama ibu dan anaknya itu?" tanya Bima membuat Alma diam seketika, benar, Alma tak menceritakan nama mereka, ia takut jika nanti dirinya akan kehilangan Bima lagi. Lagi?
Bima adalah orang yang memberikan tangannya untuk Alma genggam saat ia kehilangan ayahnya, dan Alma tak akan pernah rela kehilangan Bima lagi.
"Kamu jangan nangis, nanti cantiknya ilang kalo nangis," kata anak laki-laki yang umurnya tak jauh dari Alma, dia Bima.
"Tapi papah aku pergi," Alma semakin terisak membuat Bima gelagapan harus berbuat bagaimana. Entah ide dari mana, Bima menggenggam tangan Alma dan satu tangannya lagi menghapus air mata Alma.
Bima tersenyum saat Alma menatapnya kaku. "Aku janji bakal selalu ada buat kamu."
Bima menunjukkan jari kelingkingnya membuat janji pada Alma, Alma juga ikut menautkan jari kelingkingnya. Setelah itu Bima melepaskan tangannya lalu menyodorkan kembali untuk berkenalan. "Bima," ujarnya.
"Al-alina." Bukan, Alma bukan memperkenalkan diri namun ia refleks menyebut nama Alina saat matanya menangkap kehadiran Clara dan Alina.
Saat hendak memperbaiki kesalahannya, Bima sudah menghilang dari hadapan Alma, Alma mendesah kecewa karena dengan bodohnya melakukan kesalahan.
"Hei, kenapa ngelamun?" Suara Bima menyadarkan Alma dari lamunannya. "Nggak kok," sahut Alma.
"Ya udah, gue beliin minum dulu, Lo tunggu di sini."
Sepeninggal Bima, Alma melangkahkan kakinya mendekati pinggir pembatas rooftop. Udara dingin mulai menyusup kedalam kulit Alma, untung nya sebelum kesini Bima mengajak Alma ke mall dan membeli pakaian untuk mengganti pakaian Alma yang basah.
Alma menghembuskan nafasnya, menariknya lagi dengan sangat teratur dan tenang. Udara malam yang dingin justru menenangkan Alma.
...
Bima baru saja kembali dari memesan kopi. Dengan dua gelas ditangannya, Bima mencari Alma yang tidak ada di kursi mereka tadi.
Bima berjalan keluar cafe, menuju rooftop. Bima melihat Alma berdiri dipinggir pagar besi, cowok itu lalu melangkahkan kakinya mendekati Alma. Bima melihat Alma yang begitu tenang, membuat kedua sudut bibir Bima terangkat membuat sebuah lengkung yang indah.
Terlintas sebuah ide jail di kepala Bima, Bima lalu mendekati Alma dan berniat mengangetkan gadis itu tepat di samping telinga nya. Namun, belum sempat Bima berucap, Alma lebih dulu menoleh ke arah Bima, dan...
Cup
Bima tak sengaja mencium Alma. Ralat, benar-benar tak sengaja. Alma langsung mengalihkan pandangannya kembali pada jalanan di bawah sana.
Astaga, kok bisa kecium si, Bima merutuki kebodohannya yang benar-benar bodoh itu. Bima menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, rasanya begitu memalukan. Dimana laut? Ingin rasanya Bima menceburkan diri kedalamnya.
Sedangkan Alma, gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya, membiarkan rambutnya yang terurai panjang menutupi wajahnya yang memerah. Sial, kenapa ia harus berbalik sih.
....
A/N : Maaf pendek
Tapi yang penting update,hehe.
Udah lama nggak buka lapak ini, biasanya update bisa sampai tiga kali sehari, udah kayak minum obat.Oh iya, judulnya doang first kiss, tapi nyatanya nggak kok.
...
Sekalian aku mau rekomendasi cerita baru
Lanjutnya silahkan di kepoin ya:)
Oh iya sebenarnya udh ada 3 part, cuma males screenshot lagi, hehe. Liat aja tanggal nya noh, tanggal 10, Sabtu kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romansa Senja
Teen Fiction"Gue nutupin perasaan yang ada karena gue takut gue bakal ditolak."-Alma zevanya "Gue selama ini mencintai orang yang salah karena dia nggak pernah bicara soal perasaannya." -Bima Ragatta Published 15 Juli 2019 Story by Anggita Dwi Ristanti