Sore ini, langit menampilkan keindahan senja yang memadukan warna orange dan kuning di kota Seoul. Pepohonan melambai dengan lambat, selaras dengan merdunya nyanyian burung-burung di cakrawala sana. Mereka terbang dengan bebas, saling berputar seirama. Seolah ini adalah hari terakhir mereka bisa terbang dengan bahagia.
Jimin menghela nafasnya, lalu turun dari mobil setelah memarkirkannya di parkiran bandara Incheon. Bandara yang ramai akan manusia yang saling melepas rindu atau manusia yang tak rela akan perpisahan. Jimin tidak ada di antara keduanya, jika bukan karena ancaman ayahnya, ia tidak mengharapkan berada disini.
Jam di tangan telah menunjukkan pukul 17.45, menyadarkan dirinya jika ia sudah cukup lama hanya untuk menunggu orang asing. Kemarin malam, ayahnya kembali menghubungi jika orang asing itu dengan seenak jidatnya mengundur keberangkatan, dikarenakan ada beberapa hal penting yang harus orang asing itu selesaikan di Jepang.
"Jimin-shi?"
Seorang gadis berparas cantik dan manis menghampiri Jimin yang kini tengah terduduk di kursi tunggu bandara, tangannya menenteng koper besar. Sejenak, Jimin menatap gadis dihadapannya ini dengan heran.
"Ah, perkenalkan, aku Sana."
Seakan mengerti kebingungan yang tercetak jelas di wajah Jimin, gadis itu dengan cepat mengulurkan tangannya, meminta penyambutan.
Bukannya menyambut uluran tangan gadis itu, Jimin malah menaikan sebelah alisnya. Bingung.
"Eh? Ah, iya. Aku dari Jepang, temannya Areum unnie."
Jimin hanya mengangguk sekali, lalu berjalan meninggalkan Sana. Matanya meneliti gadis ini dari atas rambut hingga ujung kaki, ia kira teman pelakor yang datang ke korea memiliki perwujudan yang sama, mungkin seperti; seorang tante-tante kegenitan di luar sana. Well, ternyata dugaannya salah besar.
"Ikuti aku."
Sana kembali menarik tangannya dengan kikuk, ia sungguh merasa malu. Apakah ia kurang sopan? Apa perkataannya tadi menyinggung? Saat pikirannya berkelana jauh, matanya membulat melihat Jimin sudah berjalan jauh di depannya.
"Hei, tunggu aku!"
Jika sekali lihat, gadis ini meliki image cantik nan manis, terlihat memiki penjiwaan yang ramah juga tenang, lagi-lagi dugaan Jimin meleset. Gadis ini malah memiliki sifat pecicilan, memiliki rasa ingin tau yang tinggi serta tidak tau malu. Terbukti sedari tadi Jimin kewalahan menanggapi perkataan serta pertanyaan konyol gadis yang tadi memperkenalkan dirinya bernama Sana ini.
Sana duduk di sampingnya yang sedang fokus mengemudikan mobil milik ayahnya yang ia pinjam, mulut Sana tak berhenti berceloteh;
menanyakan dari hal yang penting hingga yang tidak bermanfaat sama. sekali, mengomentari segala hal yang gadis itu temukan di sepanjang jalan."Ewh!"
Jimin melirik Sana sebentar sebelum mengalihkan kembali tatapannya pada jalanan.
"Wanita itu sungguh menjijikan."
"Ck, bisa tidak kau diam saja?"
"Dia berlebihan Jimin-shi. Memakai make up dengan sangat tebal."
Jimin mendengus kesal.
"Tak usah mengurusi hidup orang lain. Mereka hidup tidak merugikanmu, bukan? Jangan seolah-olah hidupmu adalah hidup yang paling benar. Untuk itu, aku mohon diamlah."
"Waw."
Jimin melirik Sana di sampingnya, Jimin mengerutkan kening ketika melihat gadis ajaib ini malah menutupi mulutnya dengan tangan, matanya membulat lebar. Ada apa dengan gadis ini? Apa perkataannya terlalu bijak? Atau terlalu sulit di cerna? Tak mungkin'kan gadis ini memiliki otak yang sangat bodoh sehingga kesulitan mencerna perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIRED [PJM] X [INY]
Teen Fiction[Highest rank: 51] Persahabatan adalah sebuah kebahagian serta kekhawatiran yang berlomba saling mendominasi. Sebuah harapan datang jika memang benar-benar berusaha, terbalaskan hanyalah sebuah pelengkap. Cerita cinta manis dalam kota Seoul. Tenta...