***
Kemelut yang ada di kepala Arum semakin menjadi. Otaknya tak henti-henti memutar kejadian tadi yang sudah terpatri di memori. Berkali-kali Ia berusaha menepisnya dengan membaca buku, namun bayangan dan suara-suara yang terputar malah semakin mengerikan. Membuatnya kian tertunduk dalam diam.
Muizz yang sedari tadi mengajaknya bicara pun mulai pasrah dengan jawaban Arum yang hanya berupa anggukan, gelengan, dan senyuman kecil. Ia sempat berpikir bahwa Arum sedang PMS sehingga moodnya tidak begitu baik hari ini. Belum ada suara yang keluar dari bibir Arum sejak Ia duduk hingga memasuki jam pelajaran ke-dua yang mana gurunya berhalangan hadir alias freeclass.
Gadis itu terlihat sibuk dengan buku, padahal dirinya sama sekali tidak menaruh fokus pada buku. Di samping menepis pikiran buruknya, Ia juga menghindari kontak mata dan percakapan dengan orang-orang. Termasuk Muizz, yang tak jemu mengajaknya bicara.
"Arum.." Gadis itu hanya menoleh sebagai jawaban.
"Maaf nih saya ganggu kamu terus," Arum tersenyum kecil, seolah memberi tahu dirinya tidak keberatan.
"Kamu kelihatan-"
"Punten?" Perhatian Arum dan Muizz teralihkan. Keduanya menoleh ke sumber suara.
Sinta. Ia berdiri di samping bangku mereka dengan senyuman manis setelah mengucapkan 'permisi' dalam Bahasa Sunda.
"Eh, Sinta. Kenapa, Sin?" Tangan kanan Sinta yang memegang bolpoin terangkat untuk menutupi senyumnya yang malu-malu.
"Muizz udah tau nama aku gening," Ia salah tingkah memukul pundak Muizz dengan buku catatan yang digenggam tangan kirinya. Muizz beraduh pelan, terkejut dengan serangan Sinta yang tiba-tiba. "Alah siah tarik teuing! Maap yah maap gak sengaja," ["Aduh, terlalu keras(mukulnya)! Maaf yaa maaf gak sengaja,"]
Sinta panik mengusap pundak Muizz yang telah menjadi korban salah tingkahnya. Arum kembali mengalihkan pandangan pada buku.
"It's OK. Gapapa gapapa," Muizz tersenyum Kikuk.
"Atuh ih.. Beneran gapapa ini teh?" Sinta masih merasa bersalah.
"Iya, Sintaaa.. Gak nyampe bonyok kok ini," Muizz terkekeh. "Ada perlu apa datang jauh-jauh dari bangku sebrang?"
Sinta tertawa. "Tuhda heureuyna teh bikin gemes kamu mah," ["Tuhkan candaannya tuh bikin gemes kamu mah,"] Muizz menggaruk tengkuknya, tak paham dengan apa yang Sinta ucapkan. "Ini, aku teh kan gak bisa Bahasa Inggris yah. Mau atuh diajarin sama bule Australia," Sinta mengedip-ngedipkan matanya.
"Oh, boleh-boleh.. Kapan?"
"Sekarang aja atuh mumpung gak ada guru," Sinta nyengir.
"Eh.. Tapi kan?" Muizz melirik ke arah Arum.
"Oh muhun hilap," ["Oh iya lupa,"] Sinta menyentuh lengan Arum. "Arum geulis, bageur, menak, punteeeen pisan.. Boleh gak kalau sebentar aja kita tukeran tempat? Kamu bacanya di bangku aku, soalnya ini aku mau bimbel Bahasa Inggris di RuangMuizz heheheheh,"
Arum mengangguk dan tersenyum kecil. Ia menaruh bukunya dan pergi tanpa menoleh ke arah Muizz terlebih dahulu.
Muizz sejenak mengabaikan Sinta dan memperhatikan kepergian Arum. Ia melihat Arum tidak berjalan ke bangku Sinta. Melainkan Galih, sang ketua murid.
Sinta tiba-tiba mengguncangkan lengannya. "Muizz lihat atuh yang ini gimana maksudnya?" Mau tidak mau, fokusnya kini beralih pada Sinta.
"Galih.." Arum lemah memanggil Galih, berusaha merebut perhatiannya sejenak. Lelaki itu sibuk berbincang bersama teman-temannya yang lain. Baru menyadari kehadiran Arum setelah teman-temannya memberi kode. Akhirnya Ia menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Warmth
Teen Fiction"Kumohon, jangan tinggalkan aku.. Aku tidak ingin cepat mati sebab terbunuh dingin dan sepi." pintanya lirih, nyaris tak terdengar. Nyatanya, hidup menjawab dengan serentetan kejadian yang mengikis egois. Khidmat Ia dengar apa kata peristiwa. Setela...