1.2

67 5 0
                                        

Jam 1 sudah lewat sejak tadi, tapi kami belum sampai-sampai ke rest area pertama untuk makan siang

Perut kami sudah sangat keroncongan, untung saja guru-guru sigap memberi roti

Ya walaupun semua nya membawa perbekalan cemilan masing-masing, tapi tetap saja tidak mengganjal sama sekali

Setelah roti ku habis, aku cari-cari dulu botol minumku tapi tidak ketemu sama sekali

Tadi lapar, sekarang tenggorokan seret, nasib nasib

Aku minta ke Sekar dan Raya, mereka telah menghabiskan minum mereka, ya sudahlah aku harus minta ke ketua kelas yang ada jauh di depan sana

Meski harus menjadi tontonan

Tapi sebelum aku berdiri ada yang menahan tanganku untuk duduk kembali

Siapa lagi yang berani seperti itu kalau bukan Senja, "Mau kemana lo?"

"Ketlas, minta minum."

"Nih," Senja menyodorkan botol minum yang sudah habis setengah, "Minum aja punya gua."

Dan aku otomatis menggeleng, "Ga—"

"Ga ada penolakan."

"Tapi—"

"Ga ada tapi-tapian, minum aja dari pada lo ke depan, gua pastiin lo bakal di liatin satu bis, lo mau hah?"

Dengan sedikit bahagia dan kebanyakan malu aku mengambil botol minum Senja, "Minumnya ga usah kaya gua punya rabies kali, kenain aja napa."

Dan dengan posisi hadap-hadapan aku pun meminum sampai setengahnya dan mengembalikan pada Senja yang langsung di tolak

"Ini kan minum punya lu."

"Buat lo aja, gua udah bilang kan? Abisin, baru abis itu lo kasih botolnya ke gua lagi."

"Ya udah, makasih ya."

"Hm."

Kami langsung kembali menghadap ke depan, wajahku pasti sangat memerah, ke dua kalinya yang kata Sekar dan Raya adalah 'ciuman tidak langsung' dengan Senja

Mengingat itu aku jadi malu sendiri, reflek aku mengibaskan tanganku di depan wajah agar tidak semakin panas

"Lo ga apa-apa, Jingga?" aku sedikit terlonjak ketika ada yang menepuk bahuku

"Eh Arya, gue ga pa-pa kok." aku tersenyum pada Arya, si ketua kelas yang sedang berjalan ingin ke belakang, entah ingin mengambil apa

"Ga apa-apa gimana muka lo merah tuh," dia menempelkan tangannya di dahiku, "Panas lagi, lo demam? Apa mabok?"

Aku menggeleng pelan, Arya itu memang ketua kelas yang baik hati, lembut, selalu ada saat di butuhkan, dan perhatian seperti saat ini

Dia berjongkok di jalan sebelahku dan memegang tanganku, "Gua ambilin obat ya, gua ga mau temen-temen gua sakit waktu liburan kaya gini."

"Arya, sekali lagi ya gue bilangin sama lu, gue ga kenapa-napa, lu jangan khawatirin gue lagi oke? Udah sana, urusan lu jadi ketunda kan."

"Tapi janji ya, kalo lo butuh apa-apa chat gua, bilang ke gua ya?"

"Ada gua kok di sebelah dia, ga usah parno gitu deh." sela Senja yang langsung di hadiahi tatapan tajam dari Arya

"Yang ada Jingga malah makin sakit kalo di sebelah lo, Senja."

"Oh ya?" tantang Senja, Arya langsung berdiri dan menepuk kepalaku sekilas sebelum beranjak pergi dari tengah-tengah kami

Ya ampun Senja, kamu ini ada-ada saja, melawan Arya saja kamu berani, mungkin melawan guru juga kamu berani

Andai saja kamu benar-benar menaruh perhatian padaku sebegitu besarnya, Senja

Yogyakarta ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang