AYAH (pt.2) - JIKOOK

41 1 1
                                    

Kulihat sosok pria sedang duduk menunduk di sebuah taman, di sini sepi sekali bahkan cukup gelap karena tidak ada penerangan sedikitpun hanya cahaya bulan yang menyeruak dibalik daun-daun pepohonan.

“Maaf, maaf telah meninjumu tadi.”

Ayah terkejut dan menatap padaku, matanya merah dan terlihat sedikit basah, apa Ayah habis menangis? Tidak, tidak dengan wajah seperti ini lagi.

“Kau menangis?” Ayah hanya terdiam dan kembali menunduk.

“Aku Ayah yang jahat kan?” Suaranya muncul setelah hening yang cukup lama.

“Padahal aku hanya memilikinya, tapi aku malah berbuat jahat padanya, seharusnya ia bisa tumbuh dengan baik tapi aku malah membuat luka di tubuhnya yang kecil.” Aku hanya diam menatap tubuh Ayah yang bergetar, ia sama sekali tak menapakkan wajahnya, hanya suaranya yang serak dengan keringat di sekujur tubuhnya.

“Sepertinya aku sudah terlambat, ia pasti sangat membenciku.”
Aku mengusap punggungnya yang masih bergetar, “Tidak, Jungkook tidak pernah membencimu, sekalipun.” Ayah mengangkat wajahnya, matanya yang semakin sembab melihat ke arahku.

Aku memberikan kotak cokelat yang kuambil diam-diam dari bawah kasur Ayah.

Ayah menerimanya, ia menatap cokelat itu sedikit lama ragu untuk membukanya. Kotak tersebut berisi lembaran kertas yang dibubuhkan nilai pada ujung bagian kertas, lalu coretan-coretan berwarna, foto dirinya dan juga satu buah buku berwarna biru langit.

Sampulnya tertulis ‘Milik Park Jungkook’ dengan huruf-huruf yang sedikit berantakan, Ayah membukanya satu persatu. di halaman pertama tertulis

Hari ini Jungkook pergi sekolah, senang ketemu teman,
Ayah juga mengantar Jungkook ke sekolah


Ingatannya membawa kembali pada cerita setahun yang lalu, ketika hari pertama Jungkook sekolah. Orang tua lain akan sangat bahagia bahkan terharu gembira melepas anaknya untuk pergi sekolah di hari pertama. Tapi, aku membuat hari pertamanya menjadi buruk.

Membiarkannya tak berseragam taman kanak-kanak, hanya dengan kaus tidurnya, bahkan ia tak sempat kuberi sarapan dan mandi. Sialnya aku kesiangan saat itu, dan membuat Jungkook diperhatikan seisi kelas. Bahkan beberapa orang tua di sana ikut berbisik yang tidak-tidak.

Tapi Jungkook bilang ia senang ketemu teman, padahal hari itu tak ada satupun yang mengajaknya berteman. Jungkook hanya diperhatikan dengan cemooh.

Ayah meneteskan air matanya, hatiku sakit untuk melihat Ayah menangis lagi, bahkan di tahun ini aku harus melihatnya kembali menangis. Ayah terus membuka lembaran buku tersebut, air matanya terus menetes membasahi setiap lembar, jemarinya mengusap lembut setiap goresan yang ditulis oleh Jungkook kecil. Ayah terdiam lama ketika lembarannya berhenti pada sebuah gambar dua laki-laki yang bergandengan tangan.

Sepertinya hasil gambar Jungkook, Ayah kembali menunduk dan menangis semakin kencang. Kini tangisannya ditambah raungan yang menyakitkan. Aku memutuskan untuk memeluk Ayah dengan erat, memberikan kehangatan padanya, Ayah telah menanggung beban yang berat selama ini.

“Besok, besok ulang tahunnya, ia pasti kesepian sekarang,” ucap Ayah sesenggukan.

“Ayah, Jungkook menyayangi Ayah, sangat menyayangi Ayah, jadi jangan seperti ini lagi ya?”

√ BANGTAN TIMELINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang