" Banci kaleng,, "
" Bencong,, "
" Mandul,, "Astaghfirullah,,, entah berapa kali helaan nafas terhembus saat anak-anak kecil dengan riuhnya membully Haidar.
Hanya karena pernah sekedar usul kritik kepada tetangga depan rumah.Yah,,, keluarga resek. Itulah yang sering Haidar dan Hilya dengar dari mulut warga di sekitar. Tapi, herannya,,, justru mereka segan kepada mereka.
Ya,, keluarga yang bangga karena punya kenalan polisi. Hingga menjadikan kebal hukum. Dan, memang sudah pernah terbukti. Siapa yang bermasalah dengan mereka hanya berakhir menjadi tersangka pada akhirnya.
Dan Haidar hanya sekedar mengingatkan, sebutlah mengkritik. Dia dan istrinya, memang masih seumur jagung menjadi tetangga keluarga itu.
Tapi Haidar cukup kesal, dengan anak-anaknya yang terkenal nakal itu. Lima orang cowok, yg tertua sudah bekerja di sebuah perusahaan swasta. Yang kedua, sekolah di SMAswasta, yang ketiga, di SMP Islam yang tak jauh dari mereka tinggal. Yang keempat masih TK dan yang bungsu masih paud.
Dan dari anak yang kedua sampai terakhir, kalau buang air kecil selalu di saliran air depan rumah Haidar. Tentulah terkadang aromanya pun tak sedap.
Karena kritikan itu, akhirnya menjadi awal sebuah pembully an. Haidar dan Hilya, mendapatkan cercaan dan hinaan yg tak enak di telinga. Meskipun berakhir dengan damai. Tapi pembullyian masih tetap berjalan. Dan anehnya, mereka hanya membully Haidar tanpa menyertakan Hilya. Dan itu sudah berlangsung hampir 2 tahun ini.
Yah,, pernikahan Haidar dan Hilya memang sudah masuk usia ke tujuh. Tapi, mereka masih belum di anugerahi seorang anak. Dan mereka baik-baik sajaa.
Tetapi,, tetap saja. Olokan dari anak-anak keluarga resek itu. Mau tak mau cukup membebani pikiran Hilya.
" Mau sampai kapan seperti ini terus ? Mereka gak mungkin pindah dari desa kita. Karena itu, kita aja yang pindah, Mas. " Rajuk Hilya tak sanggup melihat suaminya menjadi bulan-bulanan anak kecil.
" Iya,, tapi kan gak langsung Dik. Insyaallah masih sabar. Anggap aja ini cobaan hidup. Kalo, jalan hidupnya harus menghadapi orang-orang seperti mereka, mau gimana lagi...? "
" Tapi sampai kapan, Mas. Jujur saja, ini udah cukup membebani pikiranku. Aku gak mau suatu saat nanti mas jadi terprovokasi dengan olokan mereka. "
" Iya,, sudah ada pkiran untuk pindah saja. Tapi,, sabar dulu. Gak langsung, ada prosesnya. "
" Alhamdulillah,,, Semoga tersegerakan. "
" Aaammiinn. "
KAMU SEDANG MEMBACA
destinul
Short Storybukan mau kita,, takdir itu tak bisa d ganggu gugat. bolehkah menyalahkan kamu karena penilaian yg kamu buat...??