Hari sabtu ini adalah hari terakhir ku di kediaman Bilal, namun kejanggalan demi kejanggalan begitu mengganggu di depan mataku. Salah satunya yaitu ketidaksengajaanku melihat Bilal (melalui sela-sela pintunya yang tidak sengaja terbuka sekitar beberapa senti) dengan suara batuk yang berkepanjangan, sedikit penasaran dan ku coba menetapkan pandanganku kepadanya, namun sekali lagi, semua serba tak ku sengaja, aku melihat darah di tangannya. Fokus ku kini bukan kewajah tampannya yang selalu menggodaku namun ke titik darah yang keluar tadi. Aku terkejut. Sebelum aku ketahuan mengintip Bilal sebaiknya ku ayunkan langkahku menuju kamarku meskipun dengan tanda tanya tentang apa yang terjadi padanya masih menggerayangi dinding dinding fikiranku.
Seharusnya yang kulakukan hari ini adalah memastikan segala barang bawaanku terbawa tanpa sisa dikamar ini, namun ini harus bertolak belakang dengan yang seharusnya kulakukan bahkan aku hanya termenung dan bertekad mencari tau apa yang terjadi padanya. Namun ditengah asyiknya khayalanku menjelajahi keingintahuanku tiba-tiba handphone disakuku berbunyi. Aku merogoh kantong baju disebelah kanan dan mengambil handphone dan melihat panggilan tersebut dari mama.
“kamu dimana? Katanya pulang sabtu ini? Kabarnya deska gimana ?” mama bertanya layaknya kereta api yang panjangnya sulit untuk dihitung.
“yang mana dulu nih yang mau dijawab nih ?” jawabku sambil meledek mama
“yang mana aja deh nak, …” jawab mama menjawab ledekanku.
Ditengah keasyikan ku bercerita dengan mama, aku merasakan pintu kamarku bergerak sendiri, iya, aku yakin pintu ku bergerak sendiri. Aku begitu gugup, keringatku keluar sangat deras aku sangat takut ketahuan meskipun ini saat terakhirku berkerja sebagai ibu’ Shena Oriza. Ku tutup pintu kamar tanpa mengintip ke seluruh penjuru sisi diluar kamarku, setelah kamar kututup, aku kembali menikmati pembicaraanku dengan, dan hal mengganggu kami kembali ,suara gelas plastik yang biasa kugunakan tiba-tiba terjatuh. Aku sangat yakin. Tapi sudahlah, ini waktunya aku dan mama dulu. Tak ada yang boleh mengganggu kami.
“nak,kok tadi keputus ?” Tanya mama
“biasa lah ma , jaringan, Sheila baik kok, kalau mama gimana ?” jawabku
Pembicaraan kami berlangsung begitu lama , mungkin nyaris sejam kami berbincang. Aku betul-betul merindukan mama dan 2 adik kesayanganku itu. Tak biasanya aku meninggalkan mereka begitu lama. Namun aku yakin aku akan lebih merindukan keluarga ini ,kelak ketika aku tak berada dirumah ini, seperti tante mia , bibi rumah ini, dan yang pastinya adalah Bilal. Namun tampaknya yang paling susah ku bendung adalah kerinduanku kelak ke tante mia. Enough , ini waktu nya untuk menyelesaikan novel yang sedang kubacakan tante mia selama 2 minggu aku bekerja disini. Aku harus menunjukkan tanggung jawab kerjaku hingga akhir masa kerjaku. Salah satunya dengan membacakan halaman terakhirdari novel ini.
Di penghujung masa kerjaku ini, selain membacakan novel halaman terakhirnya, aku juga membersihkan badan tante mia terakhir kalinya dimasa kerjaku ini, namun tiba-tiba ia membisiku “siapa kamu sebenarnya?, kamu baik skali” hanya kali ini kata-kata tante mia begitu panjang, dan baru kali ini ia berbicara padaku dan membisikkan ditelingaku dengan suara yang begitu halus dan pelan, awalnya aku begitu terkejut , takut kalau sebenarnya ia mengetahui siapa aku sebenarnya, dan aku hanya menjawabnya dengan senyuman. “terimakasih” dan dia berucap lagi. Sekali lagi, ku jawab hanya dengan senyuman. Oh god aku akan merindukan saat-saat seperti ini. Mataku mungkin berkaca-kaca (tapi ingusku tidak berkeliaran kemana-mana, hilangkan itu dari fikiranmu).
Saat matahari berganti dengan bulan yang cantik malam ini, kami memulainya dengan menyantap makanan masakan bibi rumah ini. Entah karena ini adalah malam perpisahanku dengan keluarga ini atau karena ada sebab lain, entahlah, namun kali ini makanan yang disajikan begitu berbeda, posisi dudukku pun berbeda dari biasanya. Kali ini aku duduk berdampingan dengan Bilal. Ada apa dengan semuanya ini hati kecilku bertanya-tanya tapi sungguh , aku tentu saja menikmati saat-saat ini. Ditambah lagi Bilal memberikan ku kado kecil berbungkus warna hijau toska yang tertulis Terimakasih Untuk Ketulusannya , yang katanya ini diberikan oleh tante Mia kepadaku. Aku begitu terharu, dan disaat-saat semuanya berbaur dengan canda tawa penghuni asli rumah ini (Bilal , bibi, dan tante mia) handphone ku berdering, lagi. Namun kali ini, aku begitu gugup. Aku lupa mematikan nada deringnya menjadi hanya getar. Aku begitu salah tingkah.
“kenapa nggak diangkat bu’ ? “ respon Bilal begitu cepat ke arahku
“oh iya”, sambil tersenyum, ku intip sedikit kedalam layar handphoneku dan terlihat nama Deska
“saya permisi dulu”, tambahku sambil mengambil langkah kemayu menuju dapur
“hay, des, ada apa nih ? “, tanpa canggung ku sapa Deska
“kamu itu dimana sih, kata mama kamu kamu ke kota Batu, ikut bareng kami, kamu bohongin mama kamu yah? Kamu kemana sih” nada bicara Deska kufikir sudah menuju emosi tingkat dewa.
“sabar Des, nanti aku bakalan jelasin kalau kita ketemu, tapi kamu nggak ngomong sama mamaku kan? “ tanyaku dengan suara yang berbisik-bisik
“ya pasti nggak aku kasi tau lah, nggak mungkin aku nyariin kamu masalah kan? Udah pulang deh !” lanjut emosi yang Deska yang menderu-deru
“ok Des, I love you , lah “,ucapku membujuk Deska
Aku kembali ke acara makan malam yang penuh keistimewaan ini. Meskipun hari ini adalah hari terakhirku. Aku tidak akan melupakan segala kenangan disini, entah kenangan segala sisi rumah ini, tante mia, Bilal, juga aku tidak akan melupakan semangatku untuk mendapatkan hati Bilal. I can conquer your heart,Bilal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquer Your Heart
General Fictioncerita ini adalah cerita seorang gadis dewasa, yang sedang berjuang akan penyakit yang di deritanya, namun tiba-tiba harapan demi harapannya merekah ketika bertemu dengan seseorang yang dia temui dirumah sakit tiba menyapa hidupnya , ia memanggilnya...