Bagian 1

27 2 0
                                    

Ketika kamu mulai mengenakan rok abu-abu. Disanalah kamu mulai merasa seperti orang dewasa. Merasa bahwa dunia hanyalah seukuran telapak tangan. Dengan bangga berjalan di antara ramainya manusia yang sepagi ini sudah memadati jalanan.

Setidaknya itulah yang Indira Suryo Aditama rasakan.

Jam tujuh lewat lima belas menit.

Sial.

Indira. Cewek dengan rambut yang diikat setinggi mungkin layaknya ariana grande itu mulai berlari di antara keramaian yang ada. Ia tau ia telat. Dan ia juga tau kalau kali ini hukuman sedang menantinya.

"Pak, tolong sekali ini doang Pak, plis!" Mohon Indira setelah dua menit kemudian tiba di depan gerbang sekolahnya yang tentu saja sudah tertutup rapat. Pak Satpam yang hari itu mungkin sedang memiliki mood yang bagus. Tanpa basa-basi langsung membukakan pintu sehingga Indira bisa masuk ke dalam dengan leluasa.

"Makasih, ya, Pak. Makasih banget!" Ujarnya sambil tersenyum lebar. Hingga penampakan cowok tinggi putih terperangkap di matanya.

Ah.

Anggara Dwi Bagaskara.

Teman sewaktu Indira SMP dulu. Ikut menyelinap masuk begitu Pak Satpam ingin kembali menutup pintu gerbang.

"Pagi, ndi. Telat mulu, lo." Bacotnya begitu pandangannya beradu dengan Indira. Kemudian berjalan beriringan dengan cewek itu.

"Baru sekali, tau!" Ralat Indira yang membuat cowok itu terkekeh. Sambil melihat Indira yang tatapannya kali ini malah tertuju ke jalanan di depan. Mengabaikan Angga, orang yang sialnya sekelas lagi dengan Indira kali ini.

"Angga!" Teriak seseorang dari kejauhan. Disana gerombolan cowok sedang memandang ke arah mereka dengan tatapan kepo.

"Gue duluan, ya. Indira." Pamit Angga lalu mulai berlari ke arah squadnya. Meninggalkan Indira yang langsung mengutuk Angga karna membuat moodnya menjadi jelek.

...

"Besok lo harus berangkat bareng gue deh kayaknya, Ndi." Saran Aera. Cewek cantik dengan rambut sebahu dari bangku sebelah Indira.

Saat ini, Pak Beni. Guru Fisika mereka sedang mengajar tentang sesuatu yang sama sekali tidak Indira mengerti. Indira juga bingung mengapa ia mengambil jurusan IPA kalau ternyata ia sebodoh ini.

"Rumah kita beda arah ya, Bambang!" Tolak Indira tidak habis pikir dengan ucapan kosong yang Aera ucapkan kepadanya itu. Yah, setelah seminggu mereka menjadi teman sebangku, Indira memang menyadari bahwa semua yang Aera lakukan tidak pernah sepenuh hati.

Hm, gimana ya? Hanya sekedar formalitas mungkin.

Akhirnya. Kelas Fisika yang membosankan berakhir juga. Sebenarnya bukan hanya kelas Fisika yangmembosankan bagi Indira. Namun semua kelas kecuali kelas kosong.

"Ayo ke Kantin, guys." Ajak Makaila. Cewek manis yang selalu mengenakan bandana pink di kepalanya. Dia duduk di depan meja Indira dan Aera. Bersama seorang cewek yang irit bicara. Bahkan Indira tidak ingat namanya.

"Nitip..." Rengek Indira membuat Makaila memandangnya dengan tatapan jijik. Langsung menggandeng tangan Aera kemudian melarikan diri ke kantin.

Cih, dasar teman-teman tidak berguna.

Saat ini hanya tinggal beberapa murid yang berada di kelas. Salah satunya adalah genk Angga yang di pojokan sana sedang bergiliran memutar botol mineral sehingga bisa berdiri normal di atas meja.

Dasar manusia-manusia tidak ada kerjaan.

Ketika Indira mengalihkan pandangannya dan mulai ingin tidur. Suara Angga berbisik ditelinganya.

Duh, kenapa cowok ini ganggu banget, coba?

"Ndi, lo udah gak mau minum lagi, kan?" Tanyanya sambil menunjuk botol plastik mineral milik Indira yang berada di atas meja.

"Masihhh. Masih aus banget gue!" Jawab Indira sedikit sensi. "Pelit, lo!" Hina Angga lalu segera berlalu dari sana. Membuat rasa kantuk Indira hilang dan berganti menjadi perasaan kesal.

Untung saja tiba-tiba dari arah pintu kelas seseorang memanggil namanya.

"Indi!" Teriak Radea. Cewek berlesung pipi dengan kulit sedikit gelap namun manis. Di sampingnya berdiri cewek bernama Inggrid yang sebaliknya memiliki kulit seputih susu.

Bahkan, siapa saja bisa melihat perbedaan mereka berdua yang begitu jelas. Yang satu memakai rok seatas lutut dan baju yang terlihat menyatu dengan kulit saking ketatnya (re : Radea). Dan yang satu lagi memakai seragam sesuai dengan ketentuan yang di berikan sekolah. Terlihat sedikit kebesaran malah. (re : Inggrid).

"Nih, makan. Jangan sok-sokan diet, deh, lo." Hina Radea begitu duduk di bangku depan Indira. Bangku milik Makaila.

"Terimakasih wahai ibuk negara." Berbeda dengan niat Indira yang ingin memaki cewek itu, ia langsung melahap berbagai makanan ringan yang di bawakan oleh dua orang teman barunya ini.

Teman satu kelompoknya ketika mereka MOS kemarin.

"Wih, bagi dong bagi." Lagi-lagi suara Angga kembali masuk ke indra pendengaran Indira.

...

FS1 - Perasaan Yang TerpendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang