34. Farewell Camp

6.7K 1.1K 73
                                    

Hai!
Udah lama banget ya ternyata :')

__

"Jadi sebenernya tanda-tanda cucu buat bunda udah ada belum?"

UHUK!

Jiyeon dan Jaehyun meraih gelas masing-masing lalu sibuk menenggak isinya, menghilangkan apapun yang menyangkut di dalam kerongkongan usai mendengar pertanyaan dari bunda.

"Bun.." tegur ayah saat melihat kedua anaknya masih gelagapan dan belum lepas dari batuk-batuk kecil. Sementara mom dan dad hanya tertawa ringan tanpa ingin ikut bersuara.

"Bunda kan cuma nanya, yah." Bunda tampak mengerucutkan bibir, "Lagian weekend kemarin waktu bunda dateng ke rumah-"

"Bunda.." kali ini Jiyeon memotong, tidak ingin bunda berbicara semakin banyak. Tapi bunda tetaplah bunda, mana ada yang bisa menahannya.

"-mereka lagi berduaan di sofa. Badannya Jaehyun udah merah-merah gitu. Bunda kan jadi penasaran."

Mom dan dad tertawa mendengar penuturan bunda. Itu adalah sebuah makan malam keluarga di akhir pekan, di rumah mom dan dad. Sementara ayah hanya diam, menatap istrinya itu tidak habis pikir.

Pernyataan bunda membuat pipi Jiyeon memanas. Dan tentu saja ia tidak sendirian, karena daun telinga Jaehyun pun sudah tampak semerah tomat.

Bunda memang datang memergoki keduanya saat Jiyeon masih sibuk meniup salep pada perut Jaehyun agar lebih cepat kering. Tapi bunda benar-benar jadi salah paham setelah melihat situasi keduanya pagi itu.

Jaehyun berdehem sekali lalu meneguk minumannya lagi.

"Bunda salah liat, yah. Itu Jaehyun merah-merah karna dicubitin-aw!" Jaehyun menatap Jiyeon sejenak, mengusap perutnya yang terasa perih. "Tuh, yah. Gimana mau macem-macem, yang ada dicubitin terus."

Gelak tawa mom dan dad semakin tidak tertahankan mendengar penuturan putra mereka. "Jiyeon sering nyubitin Jaehyun? Kenapa? Nakal ya anaknya?"

"Jail banget, mom." Adu Jiyeon.

"Ya kalau aku kaku terus nanti kamu bosen."

"Jadi nggak salah dong kalau aku cubit?"

"Tapi kamu kalau nyubit-"

"Sudah.. kenapa malah jadi berantem?" suara dad terdengar menengahi, diselingi tawa geli.

Pertengkaran Jiyeon dan Jaehyun tampak menggemaskan, seperti remaja yang tengah memadu kasih pada umumnya.

"Nggak berantem sih dad kalau kaya gini, soalnya mantunya dad ini kalau udah marah lebih galak lagi. Serem."

"Ih enggak! Aku nggak pernah marah. Mas Jaehyun nih dad, suka ngambekan kalau cemb-hmp!"

"Loh Jaehyun masih suka cemburuan gitu?" bunda ikut bertanya penasaran.

Jaehyun menatap Jiyeon yang masih merengut, mengunyah katsu yang sebelumnya Jaehyun berikan untuk menghentikan kata-katanya dan itu tampak menggemaskan. Mau tidak mau Jaehyun tergelak pelan dibuatnya.

"Iya bun, punya istri cantik kaya gini kan nggak gampang."

__


Beberapan minggu dari diskusi terakhir mereka, acara makrab pun dilaksanakan. Ada sekitar enam mobil yang membawa rombongan menuju posko pendakian gunung tempat acara diadakan. Seluruh logistik, entah secara kebetulan atau tidak diletakkan dalam satu mobil yang sama dengan Jiyeon dan Jaehyun.

Perjalanan memakan waktu hampir dua jam, seluruh rombongan telah berangkat terlebih dahulu karena Jaehyun masih harus melakukan sesuatu di lab.

"Kenapa nggak sekalian besok aja mas acaranya, kalau gini kan Mas yang repot masih harus ke lab dulu."

Jaehyun mengencangkan seatbelt dan menyalakan mobil. Mereka sudah tertinggal satu jam perjalanan dari rombongan.

"Besok kan malam minggu, pasti rame banget disana."

Jiyeon mengangguk membenarkan. Di pertengahan jalan Jaehyun mendapat panggilan telepon dari Johnny.

"Could you please help me, wifey?" Jiyeon menerima ponsel dari Jaehyun.

"Halo Kak? Ini Jiyeon."

"Oh, Jiyeon? Ini kita udah sampai di lokasi. Kalian udah dimana?"

"Masih setengah perjalanan lagi, kak."

"Boleh minta tolong tanyain Jaehyun ini kita harus apa dulu?"

Jiyeon melirik suaminya yang masih sibuk memperhatikan kaca spion untuk berputar arah. Begitu selesai, ia menempelkan ponsel ke telinga sang suami.

"Ya, John? Kenapa?"

"......."

"Bangun tenda dulu deh. Spotnya bebas, cari yang paling nyaman aja. Sejam kurang lagi kita sampai kok ini."

"......."

"Iya, udah."

"......."

"Bawa. Selesain tendanya dulu aja, sorry ya ini jadi gabisa bantuin."

"......."

"Hmm, oke. Thanks bro."

Panggilan berakhir, Jaehyun masih sempat mengucapkan terimakasih dengan manis pada Jiyeon karena sudah membantu.

Keduanya lebih banyak diam dalam mobil karena Jiyeon sepertinya lebih tertarik melihat pemandangan kota setelah mereka memasuki kawasan kaki gunung. Senyum Jaehyun merekah begitu saja melihat tingkah menggemaskan istrinya itu.

Empat puluh lima menit kemudian langit mulai tampak gelap, mobil memasuki area perkemahan lima menit setelahnya. Saat Jiyeon turun dari mobil, ia segera beranjak menuju pinggiran area datar hanya untuk memastikan pandangannya pada kerlip lampu yang mulai terlihat di bawah mereka juga cahaya keemasan senja yang tampak menyebar di penjuru langit.

"Oi! Malah ngelamun."

Jiyeon dikejutkan dengan kehadiran Mark. lelaki itu membawa tiga buah koper kecil, seperti koper ayah saat akan berangkat ke kantor. Lalu di belakang sana mulai tampak para lelaki mondar mandir mengambil logistik dari bagasi mobil.

"Tendanya udah jadi?"

Mark tersenyum lebar. "Udah dong, ibu negara~"

PLAK

"Aduh, kok gue dipukul sih?"

"Pikir aja sendiri."

Mark terkekeh, berjalan di samping Jiyeon menuntunnya menuju area perkemahan. Jalanan masih terlihat karena matahari belum sepenuhnya menghilang meski Mark sudah membawa sebuah senter dalam genggamannya.

Jiyeon merapatkan jaket tebal yang Jaehyun pilihkan untuknya sebelum berangkat. Udara di posko pendakian memang cenderung dingin. Memasuki daerah perkemahan, mata Jiyeon tampak berbinar excited.

Ada dua belas tenda yang di bangun melingkari sebuah gundukan kayu bakar. Beberapa anak tampak tengah bermain gitar dan menikmati lagu, beberapa lainnya masih sibuk membereskan isi tenda.

"Pembagian tendanya gimana Mark?" Jiyeon bertanya antusias.

"Lah ngapain nanya, yang jelas kan lo bareng Kak Jaehyun."

"....hah?!"


__

Udah mulai ngebosenin nggak sih work ini? Apa diselesain secepatnya aja ya? :(

[✔] Undaunted | Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang