"Pada ujian manapun yang datang menyapa,
semoga aku tak berusaha kuat sendirian"----------------------------
-SRI-
04 Mei 1995
Hari ini hari penentuan itu. Penentuan tentang kapan kata halal itu akan digaungkan didepan khalayak ramai.
Ummi seperti biasa, super sibuk dari pagi. Menyiapkan ini itu, untuk calon besan yang akan bersilaturahim.
Aku sedari tadi mendekam di kamar, ingin membantu di dapur, tapi Ummi bilang cukup dibantu si bibi. Padahal aku jenuh sekali, mana Linda belum kelihatan batang hidungnya sama sekali.
"Mbak" panggil seseorang dari luar, yang aku hapal siapa pemiliknya. Itu Budi.
"Iya, Bud. Masuk saja! Tak dikunci"
Setelah masuk dia langsung duduk disampingku.
"Selamat ya, bentar lagi Mbak jadi istri" ujarnya tiba-tiba"Apa sih kamu. Belum jelas ini kan? Masih abu. Oiyaaa Bud, Mbak mau nanya, kok pas Mbak mau dilamar pagi sebelumnya kamu udah goda-goda Mbak perihal itu, emang kamu udah tahu?" Tanyaku, yang memang sudah penasaran sejak beberapa hari lalu. Kebetulan atau dia memang sudah tahu.
"Sedikit.. hahaha. Pernah dengar gak sengaja Ummi sama Abah ngobrol, bahas Mbak sama Mas Rahman juga. Takut Mbak nolak perjodohan ini, mereka khawatir. Eh ternyata Mbak gak berontak sama sekali haha. Lah mau berontak gimana, wong calonnya lelaki idaman para perempuan banget" ujar Budi sedikit menggoda.
Aku hanya tersenyum samar. Jika memang aku menolak perjodohan ini, kira-kira apa reaksi Ummi juga Abah ya?
"Udah ah, tamunya udah hadir tuh. Sekarang Mas Rahman belum halal buat Mbak pikirin. Mending kita gabung sekarang yuk!" ajaknya dengan sedikit usil.
Dia memang adik yang menyebalkan sekali lagi aku tegaskan. Dan tanpa harus diajak dua kali, aku mengikuti Budi dari belakang, sekalipun sebal padanya itu belum hilang.
***
Sesampainya di ruang tamu, aku langsung duduk disebelah Linda. Anak ini tahu-tahu sudah disini saja, tadi ia kemana? Dan Linda hanya menatapku tersenyum dengan tatapan tak bersalahnya.
"Nah, Pak Ridwan, berhubung semua sudah berkumpul disini, bagaimana jika kita mulai saja?" Pinta Pak Ali.
Bapak mengangguk sambil tersenyum tanda setuju.
"Seperti yang sudah Pak Ridwan ketahui, Rahman tak berniat menunda terlalu lama niat baik ini. Bagiamana jika pernikahan putra putri kita dilaksanakan bulan depan saja, tepatnya Juni nanti?" tawar Pak Ali
Bulan depan? Pernikahanku, secepat itukah? Batinku.
"Insyaallah kami selaku keluarga pihak perempuan tidak keberatan sama sekali" ujar Abah sumringah.
Jawaban Abah membuat kepala lu terasa semakin berat. Sementara Ummi hanya tersenyum sedari tadi."Nah mengenai tanggalnya sendiri, Rahman ingin tanggal 16 Juni, Pak Ridwan, tepatnya hari Jumat. Apakah Nak Sri dan keluarga keberatan atau ada saran lain?" Tanya Pak Ali lagi.
Abah menoleh kepadaku, aku tersenyum samar tanda setuju.
"Sepertinya kami juga tidak keberatan, Pak Ali" ujar Abah sambil tersenyum.
"Alhamdulillah. Nah, sekarang bapak ingin bertanya, Nak Sri inginkan mahar apa dari Rahman untuk akad nanti?" Tanya Pak Ali padaku.
Sejurus kemudian semua pasang mata tertuju padaku. Tanpa mengangkat kepala sedikitpun, aku menjawab, "Sri ingin seperangkat alat sholat, Al Quran, buku hadist terjemahan Bukhori dan Muslim, juga uang sebesar 160.000, semoga Mas Rahman tidak keberatan"
"Rahman, bagimana?" Tanya Pak Ali.
"Insyaallah, Pak. Saya tidak keberatan" jawab Mas Rahman mantap.
"Alhamdulillah... Nah mengenai catering dan rias pengantin, biar kami saja yang mengurus, Pak Ridwan. Bapak dan Ibu siapkan aaja daftar tamu yang akan diundang di walimatul ursy nanti. Mengenai desain undangannya sendiri, biar Rahman nanti yang atur, semoga Nak Sri suka" papar Pak Ali panjang lebar.
"Alhamdulillah...Alhamdulillah, dengan senang hati Pak Ali, kami akan siapkan daftarnya secepat mungkin" ujar Bapak dengan senyum yang terus menghiasi bibirnya sedari tadi.
Dan hari itu, 04 Mei 1995, rembugan itu berjalan tanpa sedikit pun bersitegang. Semua benar-benar berjalan lancar sedari awal, semoga seterusnya begini. Setidaknya aku tidak boleh pusing berkali lipat, bukan?
Dan selamat bertemu di tanggal 16 Juni mendatang, Mas. Meski kita bisa dibilang tak saling jatuh cinta, tapi semoga saja niat baik untuk tak membuat kecewa kedua orang tua kita suatu saat berubah jadi sebuah perasaan yang berharga setelah kita menggenap. Semoga aku, juga kau kuat, menghadapi ujian pra nikah yang kata orang sering beragam datangnya. Dapat berupa hadirnya orang baru atau seseorang dimasa lalu yang seolah terlihat lebih baik dari calon kita, atau intensitas hubungan kita yang terlalu dekat. Pada ujian manapun yang datang menyapa, semoga aku tak berusaha kuat sendirian, gumamku dalam hati.
***
Ditulis di buku pada 24 Juni 2019.
Pas semangat nulisnya on maksimal.
Disalin di wattpad pada Selasa, 13 Agustus 2019, tepat pukul 20.24 selesai dipindahkan.Jadi, sebenarnya Sri itu mau gak sih sama Rahman?
Mimilel
KAMU SEDANG MEMBACA
Maaf
Любовные романыTentang sebuah kisah cinta rumah tangga sepasang anak manusia yang bermula saling dijodohkan, hingga akhirnya sama-sama saling menghargai, sama-sama belajar menumbuhkan cinta. Dan saat cinta itu telah tumbuh sekitar 21 tahun dalam biduk rumah tangg...